November Rain - Two

Two

Ini hari kedua Wenda memasuki sekolah barunya, ia menarik nafas dalam-dalam sebelum melangkah melewati pagar berharap hari ini nggak terjadi apa-apa. "Wenda!" Panggil Laras yang berlari kecil ke arahnya setelah menyerahkan helm kepada tukang ojek online membuat Wenda berhenti sejenak agar bisa berjalan beriringan dengan Laras. "Hoddie kamu bagus deh," puji Laras pada hoddie berwarna putih polos yang Wenda kenakan di bagian dada kirinya ada gambar separuh sayap kecil berwarna hitam.

Wenda hanya membalasnya dengan senyum simpul, "makasih."

Perhatian mereka teralihkan ketika para cewek di depan pagar berteriak sedikit histeris ketika seorang cowok menggunakan motor vespa biru memasuki gerbang sekolah, entah apa yang mereka bicarakan Wenda hanya mendengar samar-samar tentang 'ganteng, nomor telfon dan blabla lainnya'

"Kamu heran yah liat mereka?"

"Nggak juga," jawab Wenda cuek karna di sekolahnya juga banyak orang semacam itu, pemandangan yang nggak asing lagi.

"Dia itu Rafeon ketua OSIS kita, dia temannya Dammar cowok yang di kantin kemarin. Mereka itu sama-sama ganteng dan kakak kelas populer di sini." Oceh Laras saat mereka menaiki tangga menuju kelas mereka yang berada di lantai 2.

"Dan sama-sama tukang bully?" Celetuk Wenda sedikit sinis karna Laras nggak berhenti-hentinya memuji ketampanan mereka setelah melihat sendiri tindakan bullying yang mereka lakukan di depan mata.

Laras menggeleng, "nggak, kak Rafeon itu beda dari Dammar. Dia ramah sama siapa aja dan nggak pernah ngelakuin kekerasan dia juga mimpin tim futsal yang udah menangin banyak piala." Jelas Laras menepis prasangka buruk Wenda yang nggak menggubris.

Mereka sedikit heran karna sepertinya suasana kelas masih sepi nggak seperti biasanya, Wenda membuka pintu yang tertutup dan menemukan sesuatu yang nggak ia harapkan. "Ternyata ini curutnya," kata Wenda membuat Dammar yang sedang duduk menghadap Riam di kursi depan menghentikan kegiatannya yang akan melayangkan tamparan ke wajah pucat Riam yang tertunduk.

"Wen aku nggak ikut masuk deh," kata Laras sambil cengengesan dan Wenda mengerti itu. Ia hanya mengangguk dan berjalan dengan santai ke arah bangkunya meletakan tas dan duduk tenang sambil memeriksa ponsel.

Cowok berambut cepek dengan kumis tipis yang duduk di meja kanan Dammar mengepalkan tangannya, tapi Dammar hanya memberikan kode dengan menyuruhnya untuk tetap diam. Dammar melanjutkan permainannya menyuruh Riam melakukan suit jari dan biarpun Riam menang atau kalah Dammar akan tetap melayangkan pukulannya.

"Halo,,,kenapa Jil? ketemuan di tempat biasa?,,,Okedeh,,,hmm kayaknya nggak. Jil gue mau tanya sesuatu ke lo, emang sekarang masih jaman yah bullying?" Wenda menekankan kata "bullying" di telfon membuat Dammar yang hilang kesabaran bangkit dan menghampiri Wenda, ia hampir berhasil menjambak rambut Wenda jika Wenda nggak dengan sigap menangkisnya lalu menyelipkan jari-jarinya di sela jari Dammar dengan kasar Wenda menekuk jari Dammar ke belakang membuatnya meringis kesakitan, teman Dammar bangkit dari duduknya hendak menolong tapi terhenti ketika ia melihat tangan kanan Dammar yang akan menonjok wajah Wenda dengan leluasa. Tapi ia nggak memperhitungkan bahwa Wenda juga dapat menangkisnya dan memegang pergelangan tangan Dammar dengan erat. Karna posisi Wenda yang duduk menyamping menghadap Dammar ia dengan mudah menarik tubuh Dammar ke arahnya hingga wajah mereka hanya berjarak beberapa inci menurut Wenda, Dammar nggak terlalu ganteng hanya tatapan matanya saja yang tajam karna memiliki alis tebal dan gaya rambut seide partnya mengingatkan Wenda pada cowok mesum yang pernah Jillian patahkan pergelangan tangannya saat mereka masih berada di bangku sekolah menengah pertama. "Mau liat boomerang?" Tanya Wenda yang membuat otak kecil Dammar berpikir lebih keras membutuhkan waktu lebih lama untuk mencerna maksud dari perkataan Wenda.

"Buak!"

Tanpa basa-basi lagi Wenda melayangkan tendangannya ke arah selangkang Dammar membuatnya jatuh tersungkur sambil memegangi burung masa depannya. Murid lain yang berusaha menonton dan mengintip dari kaca ikut meringis karenanya, masih dengan perasaan nggak menyangka teman Dammar segera membantunya bangkit dan cepat-cepat memapahnya keluar dari kelas Wenda, ternyata ia mengerti situasinya.

"Orang yang bisanya main pukul kayak lo tau apa?" Kata Wenda membuat Dammar menghentikan langkahnya di ambang pintu dengan ekspresi malu dan marah.

"Cewek sialan, awas aja lo," desis Dammar lalu menghilang di tengah kerumunan. Riam yang di tolong hanya diam, ia nggak merespon apapun yang terjadi.

Wenda mengambil ponselnya yang terjatuh di bawah meja lalu bangkit dari duduknya  berjalan keluar kelas dengan ekspresi datar seolah nggak terjadi apa-apa biarpun dirinya menjadi sorotan, karna bagi Wenda ini adalah suasana yang udah biasa ia lalui. Nggak lama kemudian Guru datang dan semua murid bubar masuk kedalam kelasnya masing-masing, Laras hendak memanggil Wenda namun mengurungkan niatnya.

***

"Lo murid baru, jam segini udah bolos aja." Sapa seseorang yang asing membuat Wenda mengangkat sebelah alisnya, ia menoleh ke belakang dan menemukan seorang pengganggu, Rafeon cowok yang selalu menjadi perbincangan seisi cewek di sekolah. Merasa bodo amat Wenda melanjutkan kegiatannya menatap kosong ke bawah di mana semua benda terlihat semakin kecil. Sekarang Wenda berada di lantai gedung paling atas, atap sekolah.

Rafeon mendekat ke arah wenda dan berdiri di sampingnya, "Lo wenda kan, bolos pasti gara-gara pelajarannya bu Riva" oceh Rafeon membuat wenda teringat pada guru cerewet yang nggak berhenti bicara tentang dirinya sendiri dan pengalamannya yang nggak penting, ketika ia berteriak marah karna ada murid yang tidur suaranya mirip seperti kapur yang di geruskan ke papan tulis, mungkin keputusannya untuk membolos hari ini tepat. Sedikit lama mereka terdiam, menikmati suasana yang nggak terlalu panas karna cuaca yang sedikit mendung.

"Lo sekelas sama Riam kan?"

"Iya,"

"Lo pasti penasaran sama dia,"

"Sok tau," jawab Wenda singkat mencoba acuh, cowok berandal itu malah mengeluarkan rokok dari saku celananya lengkap dengan korek. Ia menyulut rokoknya menghisap dengan dalam lalu menghembuskan asap dari hidung dan mulutnya dengan penuh perasaan seolah-olah beban hidupnya ikut terbawa oleh asap rokok itu. Wenda hanya menperhatikan tanpa bertanya mengapa seorang ketua OSIS bisa membolos dan merokok di atap sekolah.

"Jangan kasih tau guru BK ya" Rafeon tersenyum cengegesan. Wenda memperhatikan penampilan Rafeon yang berantakan nggak mencerminkan kalau dirinya seorang ketua OSIS, Wenda kira semua ketua OSIS di sekolah akan berpenampilan seperti Adam terlihat seperti kutu buku berkacamata tebal dan berpenampilan selalu rapih. Wenda jadi merindukan sahabatnya itu seseorang pendiam dan pendengar yang baik tapi ternyata memiliki sifat paling bengis di antara mereka dan nggak ada yang tau kalau Adam sebenarnya juga pecandu rokok.

"Kenapa liatin gue terus, gue ganteng yah?" Rafeon mengibaskan seragamnya yang nggak terkancing dan nggak di masukan kedalam celana menampilkan kaos hitam yang ia kenakan.

"Haha," Wenda tertawa miring melihat Rafeon dengan tatapan melecehkan.

"Iya gue tau penampilan gue berantakan, itu karna gue kerja keras," ocehnya dengan bangga, padahal ia baru saja di hukum membersihkan toilet sekolah. "Ya gue cuma pengin ngasih tau sedikit tetang dia, Riam itu orang baik cuma lo liat sendiri kan Riam dapat tindakan bullying di sini," Rafeon mengeluarkan tisyu dari saku untuk menadahi abu yang jatuh dari puntung rokoknya membuat Wenda mengernyit. "Biarpun banyak yang respect karna dia ganteng walau nggak seganteng gue." Lanjut Rafeon yang membuat Wenda sedikit ingin menghajarnya karna masih sempat-sempatnya menyelipkan pujian untuk dirinya sendiri, "tapi kenyataannya nggak ada yang berani nolongin dia kan." Ia menghembuskan asap rokoknya ke arah wajah Wenda membuatnya mengibaskan tangan dan sedikit terbatuk.

"Termasuk lo?"

Rafeon tersenyum masam mendengar ucapan Wenda tapi tetap menerimanya, "iya lo bener, Dammar dan Debora itu punya orang dalam di sini, gue juga pernah berusaha nolongin Riam tapi endingnya gue yang hampir di keluarin dari sekolah karna ikut campur." Wenda nggak merespon tapi tetap mendengarkan ucapan Rafeon dengan tenang.

"Gue bukan orang kaya yang bisa hambur-hamburin duit, dan sialnya gue ketemu orang-orang kayak mereka di sekolah ini." Lanjutnya lagi dengan nada kecewa, namun seperti melampiaskan kekesalannya. Rafeon mematikan puntung rokoknya dan membungkus dengan tisyu.

"Nggak semua berandal itu brengsek kan?" cetus Rafeon sambil tersenyum melecehkan ke arah Wenda karna mengeluarkan tatapan seperti itu, sekarang Wenda paham kenapa cowok berandal ini bisa menjadi ketua OSIS. "Tapi gue salut lo berani ngehajar Dammar, gue cuma mau ingetin aja biar lo lebih hati-hati. Karna dia nggak semudah itu nerima kekalahannya dan lo liat sendiri kan Dammar nggak segan buat main kasar sama cewek." Oceh Rafeon sambil memperhatikan seseorang yang berada di lorong lantai 3 sekolah membuatnya sedikit nggak fokus. "Lo tau alesan nggak ada orang yang berani nolongin Riam? Dulu sebenernya ada satu cewek yang belain di habis-habisan, tapi akhirnya di juga kena bully karna mentalnya nggak kuat dan berakhir dengan bunuh diri. Jangan heran kenapa Dammar nggak masuk penjara, lo pasti tau sendiri alasannya." Rafeon mulai terlihat sedikit cemas. "Gue duluan," ia pergi dengan sedikit tergesa, tapi Wenda nggak mengatakan apapun sampai cowok itu hilang dari pandangannya.

Wenda melirik jam hitam di pergelangan tangan kirinya, sebentar lagi pelajaran kedua akan di mulai ia harus kembali ke kelas dan pulang sekolah nanti ia juga harus menemui Jillian. Sekali lagi Wenda menarik nafas dalam-dalam, sebelum melangkah kembali ke jalan yang benar dan ia nggak menyadari ada seseorang yang memperhatikannya dari kejauhan.

"Ternyata dia adiknya Hari Johan, Mar."

"Haha bangsat, pantes aja dia jago fighting."

"Tapi lo nggak bakal ngehajar cewek itu kan?"

"Nggak lah gila haha, lo pikir gue mau cari mati. Tapi gue punya rencana" Dammar menyeringai, ia melemparkan satu batang rokok ke arah Dheoon yang memiliki penampilan sangar karna rambunya yang sedikit gondrong. Untungnya di sekolah mereka nggak ada peraturan mengenai gaya rambut dan itu semua berkat Dammar.

ooOoo