Sebenarnya mendominasi, menundukkan Omega, scenting, marking, knotting, bonding ... itu semua butuh energi guys 👀 Sama kayak kalian ketika ngadepin orang yang dibenci dan pengen dikalahin. Pelotot-pelototan. Itu aja rasa hati bergetar gitu kan. Kayak: "Gw lebih hebat daripada lu cuk." Atau "Apa lu liat-liat? Berani lu ama gua?" Nah, dari sini kalian bisa bayangkan lebih detail betapa Alpha dominan itu tanggung jawabnya gede. Baik ke dirinya sendiri, atau lingkungan sekitarnya. Mereka dipandang "Wow" bukan karena dapet kekuatan alami doang. Tapi emang ada effort.
______________________
"Karena tangan kita pernah saling menggenggam, maka takkan semudah itu semuanya memudar ...."
[ANGELIC DEVIL: The Crown]
APO kira, keputusannya mengizinkan Er di-scenting Paing adalah keputusan tepat. Toh itu bukan dirinya. That's okay. Namun, akhirnya Apo sangat gelisah.
Kali ini bukan karena merasa bersalah lagi. Melainkan baby Er seperti perwujudan Paing sendiri. Si mungil sudah penuh aroma Alpha Paing. Sehingga tubuhnya semerbak menyengat kemana-mana. Oh, shit. Bahkan khas bayi dari kulitnya kini terkikis. Apalagi Er sedang manja-manjanya. Mungkin karena terpisah lama sang Papa, baby itu senang tidur meringkuk dalam pelukan Apo.
Deg ... Deg ... Deg ... Deg ... Deg ....
Alhasil, detak jantung Apo pun berdebar sendirian. Tapi kenapa dulu dia tidak begitu? Apa karena sudah terbiasa dengan aroma Mile Phakpum? Mulai dari dirinya sendiri, Kaylee, Blau Er, dan Edsel ... mereka dilingkupi Mile terus menerus di dalam rumah. Sehingga jarang peka dengan aroma Alpha lainnya. Namun--YA TUHAN, sumpah sekarang Apo terganggu!
BRAKHHH!!
"Hhhh ... hhh ... hhhh ...." desah Apo, setelah melarikan diri dari ranjangnya bersama Blau Er. Omega itu membuat bayinya tersentak, tapi untungnya tidak sampai terbangun. Dia pun mengunci kamar mandi secepat mungkin. Minum suppressant. Lalu duduk terpekur di atas kloset dalam kondisi pusing. "Astaga, hampir saja ...." gumamnya. Menyesali kenapa tidak dia izinkan Paing melakukannya besok saja, ya? Sebelum berangkat ke Oslo mungkin?
Ini sungguh-sungguh membebani hati.
Apo bahkan baru tahu detail aroma Paing itu bisa berganti-ganti. Antara oud dan rouge. Kadang seperti kayu-kayuan. Kadang seperti safron, jasmine, amberwood, ambergriss, fir resin, dan cedar. Manis nan maskulin secara bersamaan. Tapi memang itulah karakter pemiliknya.
Kalau Mile, itu lebih seperti alam. Segar seperti ocean, grassy green, gardenia, fresh, spicy, mood-boosting, mimosa, rose honey, fusion, dan leathery. Sangat memikat, panas, dan kau akan tertarik berada di sisinya.
Sebenarnya, kedua Alpha sama-sama memiliki pesona. Hanya saja, Apo kelimpungan karena--mungkin--dia belum terbiasa menghirup aroma Paing sejelas itu. Dia pun lepas-lepas baju sebentar. Mandi dan keramas untuk mendinginkan kepala. Lalu keluar lagi setelah menelan dua pil suppressant.
Oh, Apo juga tidur di sofa panjang karena tidak ingin di sebelah baby Er. Bisa-bisa kumat lagi dia. Eh, tapi Er takkan menggelinding jatuh dari spring bed sebesar itu, kan? Pikir Apo.
Baru saja 10 menit menutup mata, dia pun buru-buru bangun untuk membenahi guling di kanan-kiri. Pokoknya Er harus punya benteng pribadi! Harus! Setidaknya kalau sampai menggelinding akan bertemu empuknya guling--ya kan?
"Sial, ini sudah pukul 1 saja," maki Apo. Lalu meringkuk di sofa lagi berbekalkan selimut dari bathrobe dobel-dobel. Dia terlalu mengantuk untuk mencari cadangan di lemari Paing lainnya. Lalu tidur dengan cara seadanya.
Omega itu tidak sadar dirinya bersin berkali-kali selama tidur. Flu. Dan paginya Paing melihat dirinya bingung. "Apo? Hidungmu merah?" tanyanya dengan wajah yang murni tidak berdosa.
Apo pun membuang muka--tapi dia bergerak seolah ingin melihat aquarium di rumah itu. "Ah, tidak kok. Cuma karena luka hidungku gatal," katanya. "Mungkin gejala darah mengering? Kau tahu kan? Luka? Jadi agak kugaruk-garuk."
Paing di seberang sana yang baru dipelototi adiknya, Yuzu ... hanya menoleh ke sana kemari karena rikuh mau memperhatikan siapa dulu. "Oh ...." desahnya. Lalu menangkap tangan Yuzu. "Eh, mau kemana? Bilang dulu sama Phi? Hm?"
PLAKH!
"MINGGIR! MAU KENCAN!" kata Yuzu. Teriaknya kepada Paing, tapi saat lari-lari ... pelototannya justru mengarah kepada Apo.
Brakh! Brakh! Brakh! Brakh!
Bunyi ketukan kakinya gaduh sekali. Untung saja terbiasa pakai high heels. Jadi, dia sama sekali tak terpeleset. Lalu bilang "PHI WLEEE!" ke Paing sambil menjulurkan lidah di lantai satu.
Astaga, benar-benar ...
"YUZU! Hubungi Phi kalau sudah di rumah Wen Ao!" teriak Paing ke tangga bawah.
"TIDAK MAU! BODO!" teriak Yuzu sebelum menyeret tangan sopirnya keluar rumah.
Brakh!
"AYO, JEY! BERANGKAT!" kata Yuzu, yang membuat Jey keluar. "AKU MAU SARAPAN DI LUAR SAJA!"
"Ehhh! Eehhh! Nona--!"
Dan begitulah drama pagi di rumah Paing. Sang bungsu imut menimbulkan tanda tanya di wajah Apo, sementara Paing meminta maaf. "Sudah lihat betapa kekanakannya dia?" Dia bilang. "Tapi, anak itu pintar sekali, Apo. Kuliahnya lancar dan tarian baletnya bagus. Pa dan Ma sulit marah padanya."
DEG
"Oh, tidak apa-apa kok. Take it easy. Toh aku memang belum permisi tinggal di sini ke dia," kata Apo. "Bagaimana pun Nona Yuzu adikmu." Omega itu pun turun tangga bersama Paing. Mereka sarapan bersama dengan babysitter menggendong Er di belakang. Sementara Paing beranjak lebih cepat demi menelepon pilotnya di balkon. "Halo, ya ... ini aku," katanya. Lalu mondar-mandir sambil memberi banyak intruksi.
Sebenarnya, saat makan Apo bilang tidak ingin merepotkan Paing. Toh dia juga punya jet pribadi. Satunya lagi pesawat di Bandara Suvarnabhumi. Namun, Paing meluruskan itu cukup berbahaya. Keluarga Romsaithong kemungkinan tahu Apo pergi kemana pada hari itu, toh mereka juga punya akses untuk memakai dua kendaraan tersebut.
Apo pun langsung merah padam, karena dia tidak kepikiran sampai ke sana. Lalu membiarkan Paing mengurus segala-galanya.
"Sekali lagi aku tidak bisa mengalahkan langkah Phi. Selalu seperti itu," batin Apo sambil menyesap susu mineralnya. Kedua matanya hanya menatap sang Alpha. Lalu berpindah ke Blau Er yang dipangku babysitter. Sama sekali tidak rewel, huh? Batinnya. Kau bahkan nyaris habis susu dua botol, Er. Dasar monster kecil menggemaskan. Tidak ada sungkan-sungkannya tinggal di rumah orang--
"Apo ...." panggil Paing tiba-tiba.
"Ya, Phi?"
"Sudah kau konfirmasi Jeff dan lain-lain?" tanya Paing memastikan. "Benar-benar fix jam 10?"
Apo pun mengecek ponselnya sekali lagi. "Harusnya iya, tapi salah satu bawahan Nona Bretha belum membalas," katanya. "Apa tidak apa-apa diundur? Mungkin jadinya jam 1 siang. Soalnya orang ini justru yang berhasil dapat izin masuk."
Paing pun menyambung obrolannya. "Oke, oke ...." katanya kepada Apo. Tapi kemudian kembali lagi. "Iya, hm ... tambahi jumlah pramugarinya saja. Kali ini aku pergi dengan banyak orang." Perlahan, suaranya menghilang karena berbelok entah kemana. Sepertinya balkon itu menyambung dengan balkon lainnya? Yang pasti Apo tidak bisa menguping kelanjutannya.
Namun, situasi ini tiba-tiba membuat Apo kepikiran. Dulu Paing hadir di resepsinya telat sekali. Pukul 2 siang kalau tidak salah? Ah, sepertinya belum ada. Yang pasti, kalau kondisinya berantakan. Berarti Paing tidak sempat siap-siap hadir. Dia sepertinya juga baru bangun tidur. Bukankah berarti berangkatnya tengah malam? Dengan jet pribadi, mungkin? Tapi, please ... 12 jam di udara itu tidak sebentar. Apa dia tidak kena jetlag sama sekali?
Gila--hal ajaib apa lagi yang akan Alpha itu lakukan?
Drrrrt ... drrrt ... drrrt ... drrt ....
[Sayang, sudah siap-siap atau belum? Ma khawatir sekali padamu]
___ Ma
Apo pun segera membalas chat yang muncul di layar ponselnya.
[Sudah, Ma. Ini, sedang sarapan. Tapi sepertinya penerbangan ditunda tiga jam. Ada beberapa kendala]
___ Apo
Apo pikir, Ma-nya akan lanjut membalas. Tapi, ternyata wanita itu video call dia, dengan wajah lelah tapi tersenyum.
"Ya ampun, coba perlihatkan cucuku sebentar ...." pinta Miri kepada Apo. "Aku benar-benar butuh penawar bosan. Ha ha ha ...."
DEG
Apo pun segera mengarahkan kamera belakang kepada Blau Er. "Iya, Ma. Ini," katanya. "Lihat, kan? Dia baik-baik saja. Ma jangan cemaskan apapun."
"Iya, Sayang. Hmmh ... endut-nya cucuku. Dia sampai menyedot botol yang kosong. Astaga ...."
Apo pun segera menariknya hingga Er mengulum bibir sendiri. "Istirahat yang banyak juga, Ma. Sisihkan file-file-nya padaku," katanya. Berharap sang Ibu benar-benar mendengarkan perkataannya. "Nanti kucek langsung begitu pulang."
"Hmm ...." kata Miri. Namun, senyumnya tampak masih sangat masam sekali. Hei, kenapa?
"Ma--"
"Sayang," kata Miri menyela. Dia mendadak berkaca-kaca.
"Iya ....?"
"Ma tahu, kau dan Tuan Takhon itu serasi juga. Tapi, apakah hubunganmu dengan Mile benar-benar berakhir?" tanya Miri. Mendadak, dan langsung membuat perut Apo melilit.
DEG
"Eh?"
"Aduh, maaf ... Ma tidak bermaksud membebanimu karena mendadak seragu ini. Tapi ...." Wanita itu mengucek matanya. "Apa masalah kalian tak ada jalan damainya? Maksud Ma, kasihan kalau para baby terpisah. Perjanjian prenup dulu pun ... mereka bertiga milik Romsaithong, kan? Kita mungkin hanya butuh mengadakan pertemuan keluarga."
Entah kenapa, mendadak mata Apo panas kembali. Rasanya ingin menangis, tapi jika sang Ibu yang sudah bilang, kenapa tak dipertimbangkan? Apo juga merasa ini perlu dibicarakan dua belah pihak secara baik-baik. "Ya ...." Akhirnya, dia pun mengatakan satu kunci ajaib itu, meski dalam kondisi berat sekali.
Mana mungkin dia mengabaikan saran baik, kan? Bisa jadi jalan damai masih bisa ditempuh. Toh, akan buruk juga kalau soal dirinya berlindung di rumah Paing ini ketahuan publik. Bisa-bisa berita yang dulu disambung lagi.
"Bisa-bisa nama Phi ikutan diseret juga," batin Apo. Teriris. "Aku tidak mau dia terkena urusan kami, apalagi Phi tidak bersalah apapun. Jangan sampai seseorang merusak pamornya yang sangat bersih. Karena aku bukan siapa-siapa dia, maka hak pun sama sekali tak ada."
Miri pun tersenyum tipis di seberang sana. "Sungguh, Sayang? Kita coba dulu, ya?" bujuknya. Karena masih kepikiran Mile yang pernah berlari panik. Apalagi saat Apo lahiran. Alpha itu mungkin datang terlambat, tapi dia benar-benar sempat menangis karena punya keluarga kecil.
"Iya, Ma. Akan kupikirkan kapan waktu yang baik," kata Apo dengan suara goyang yang ditekan. Senyumnya juga dibuat sekuat mungkin, padahal dia ingin menjerit di tempat itu. "Dan, kalau pun ini memang untuk kembali. Pastinya lukaku harus sembuh dulu."
DEG
"Eh?" Giliran Miri yang tertegun karena tak menyangka sarannya akan memiliki berefek begitu.
".... Setidaknya orang luar tidak boleh tahu, Ma. Bahwa dia pernah memukulku separah ini."