S2-80 SOME HARSH WORDS

"A knight ...."

[ANGELIC DEVIL: The Crown]

Saat Apo keluar dari kamar, dia kira akan langsung bertemu Jeff di ruang tamu. Namun, sang hacker malah masuk ke kamar Paing. Dia meninggalkan lelaki bermasker yang dikawal bodyguard. Sehingga Apo tak berani mendekat langsung. Siapa dia? Pikir Apo. Kenapa sampai diborgol juga?

Apo pun mengemong triplets di "Istana Kecil" dulu. Dia tidak mau gegabah. Apalagi Paing sudah memintanya siap-siap bertanya. Hmm, kira-kira apa yang janggal? Bukankah Amaara si pelaku dalam penyerangan? Lantas kenapa ada temannya? Jangan bilang musuh Phi waktu itu tidak cuma seorang ....

"Oh ...." desah Apo dengan dada berdebar gelisah. Dia pun berusaha menenangkan diri. Baru melangkah masuk ke ruang tamu.

Jeff sendiri bingung mengawali obrolan di sebelah Paing. Dia sadar datang di saat yang salah, tapi harus bagaimana jika Apo sudah menelpon? Uring-uringan, pula. Ujiannya sampai tidak fokus. Tapi lihat? Paing sedang dalam kondisi susah diajak bicara.

Alpha itu berkeringat karena demamnya naik kembali. Dia tidak fokus menanggapi omongan Jeffsatur. Kadang diam dan tidak nyambung. Bahkan menjawab pun bisa membuatnya emosi.

"Oke, sabar, Jeff. Dia itu sedang tak sehat," batin Jeff ke diri sendiri. Sang Hacker pun menunggu Paing stabil selama bicara. Bernapas ringan. Kadang juga menggeram karena panas. "Kau ini sungguh tidak baik-baik saja, cih ...." pikirnya saat me-notice bekas infus yang dipasang ulang.

"Oh, hhh ... jadi informan yang kau tangkap itu namanya Joe?" tanya Paing coba memastikan. "Atau lebih sering disebut "Mr. J"?"

Jeff pun mengangguk pelan. "Ya, teman dan sopir Amaara. Dan dia pernah kerja bersama Nadech," katanya. "Maksudnya selama di Oslo."

"Hmm ...."

"Tapi Anda sendiri yang menyanggupi kontrak, kan?" kata Jeff. "Ilmuan itu bersedia menjual Ameera. Lalu mengizinkan penangkapan Amaara jika ingin tahu kebenaran obat, tapi tidak untuk dilaporkan ke hukum."

Paing yang kesakitan pun hanya mendengar saja. Dia menutup mata dengan lengan. Menunggu. Sementara Jeff menjelaskan keseluruhan informasi yang dia dapat.

"...."

"Soalnya masalah obat bukan cuma menyangkut Anda, Tuan Natta, atau suaminya saja, oke? Jaringan hasil penelitian itu (baik versi manusia ataupun obat Omegaverse) mereka jual di pasar-pasar gelap, Tuan. Sangat besar dan rahasia," kata Jeff. "Kliennya bukan sembarang orang. Biasanya dari kalangan mafia, bangsawan, dan anggota kerajaan suatu negara--intinya Anda akan dibantai musuh yang lebih besar seandainya menyalahi kontrak. Lalu membuka mulut ke pengadilan."

Paing tanpa sadar mengepalkan tangan. ".... hhh ... hhh ...."

"Apalagi jika OKOD sampai mengetahuinya," kata Jeff. ".... sudah. Tamatlah kita semua. Karena ini justru akan jadi perang. Bukannya bukti yang menceraikan Tuan Natta dengan suaminya."

(*) OKOD (Organisasi Kesehatan Omegaverse Dunia)/Kalau di dunia real WHO lah.

Saat itu ada air mata yang mengalir dari sudut mata Paing, mungkin juga tidak tahan dengan nyeri dada. Sehingga Jeff buru-buru mengakhiri obrolan.  "...."

"Ya sudah, pokoknya itu garis besarnya," kata Jeff sembari berdiri. "Sekarang Anda tahu kenapa Amaara tidak takut menyerang, membunuh, atau menyakiti musuhnya. Karena dia sendiri adalah item penelitian," Dia bilang. "Jadi kalau pun sampai tertangkap. Dipenjara. Lalu ditanyai pemerintah. Sindikat di belakangnya akan bertindak menghabisi siapa yang melaporkan. Dan saranku kalian harus cari bukti lain. Yang valid, tapi jangan sampai menyenggol masalah Oslo."

Paing pun sudah tidak menyahut saat Jeff pamit. Hacker itu melirik Bible dan seorang pelayan. Sebab mereka langsung masuk setelah dia keluar. Si pelayan menyiapkan air mandi Paing, sementara Bible mengecek kondisi kesehatannya.

"Ck, aku paham Tuan Natta sudah tidak sabar. Tapi kalau begini jadinya, aku semakin ingin memukul dia," batin Bible selama memberikan pertolongan pertama.

Koas itu tidak bodoh soal obrolan di ruang tamu. Tentang Joe yang bersedia buka mulut, tapi tidak mau dikaitkan dengan urusan Amaara lagi.

Katanya, Nadech memang salah satu pengedar obat ilegal sebelum naik ke kursi CEO. Dia melakukan itu sambil menjalani kehidupan normal, tetap kuliah dan kerja. Tapi Joe tidak bisa konfirmasi kenapa dia berani mengambil langkah yang besar.

Apakah Nadech ingin memperalat Amaara saja. Apakah Alpha itu ingin merebut perusahaan, atau akan dikemanakan Mew Suppasit. Joe juga tidak mau terlibat terlalu jauh. Yang pasti, dia ikut perintah kalau disuruh. Asal dapat uang untuk hidup normal, ayo saja. Sebab dia bosan kerja jadi bawahan di Oslo.

"Baiklah, baiklah, aku paham," kata Apo. Dia menatap wajah Joe yang sudah tidak bermasker. Lalu menyimpannya dalam memori. "Intinya kami wajib bungkam soal obat ilegalnya. Jadi masalahku harus selesai dengan cara lain."

Joe, yang wajahnya habis digampar Jeff selama interogasi pun mengangguk pelan. "Benar. Karena itu demi kebaikan kalian sendiri," katanya. "Dan kalau bisa jangan terlalu keras pada Amaara."

DEG

"Apa?"

"Dia itu sinting, Tuan Natta. Tapi menurutku sebenarnya baik," kata Joe yang masih coba membela. "Karena aku dekat dengannya selama di Oslo. Jadi kami saling paham hingga kuikuti dia ke Bangkok."

"...."

"So, sebenarnya dia hanya ingin Mew segera sembuh. Cepat kembali. Jadi bantulah kalau tidak ingin dia marah lagi."

....

.....

Sambil meremas bantal sofa, Apo pun menahan rasa tersinggungnya. Ho, begitukah? Batinnya. Kau benar, tapi apa setelah semua yang dia lakukan? Phi Paing bahkan sampai terbaring sakit di kamar! Aku benar-benar tidak habis pikir ....

"Oke, bisa. Tapi kau pun harus memberikan jaminan padaku, Joe. Jangan kembali kepada Nadech-Nadech-mu itu. Dan mulailah bekerja di bawah kami," kata Apo meski dia ingin sekali mengamuk.

"Tentu, aku ini tak masalah asal ada uangnya," jawab Joe.

"Gampang, tapi ajak dan kendalikan orang-orang di bawahmu juga," kata Apo. "Jangan malah kau ikut kami, tapi antekmu ceriwis ke Nadech. Cih ... yang ada kita malah saling sebar informasi."

Joe pun berpikir sejenak. Menyanggupi, tapi tidak bisa menghentikan rasa penasarannya. "Anda sendiri kenapa tak punya aroma lagi?" tanyanya."Sudah bonding dengan siapa memangnya? Tuan Takhon? Karena yang kutahu masalahmu itu dengan suami sendiri."

***

Jeff pun menutup telepon Nayu saat Apo masih bicara dengan Joe. Dia tak mau sang kekasih cemberut. Apalagi mendadak ditinggal di akhir pekan. "Iya, iya. Tentu, minggu depan lagi aku baru bisa," katanya karena Nayu mengajak berkencan. "Sudah, ya. Belajar saja yang benar. Dah."

Click!

Apo tiba-tiba menghampirinya dengan raut wajah masam. Hal yang membuat Jeff bertanya-tanya, apalagi sang bos seperti ingin berkelahi.

"Anda ini kenapa lagi?" tanya Jeff.

Sambil memandang taman, Apo pun meremas pinggiran balkon. "Tidak ada kok, hanya agak kesal saja," katanya. "Apalagi Joe-Joe-mu itu langsung pulang setelah kami bicara."

Jeff malah mendengus pelan. "Tidak jelas ...." katanya tanpa sungkan. Alpha itu mengeluarkan rokok dari dalam saku. Hampir menyulutnya, tapi Apo langsung meyambar benda tersebut. "Hei--"

Pakh!

"Siapa bilang kau boleh melakukannya di sini. Jangan," kata Apo setelah menampiknya hingga terlempar.

"Hah? Kenapa sensitif sekali?" cibir Jeff. "Anda ini seperti Omega yang hamil saja."

"Ya, memang."

DEG

"Apa?!" kaget Jeff. Tapi segera mengendalikan ekspresi. ".... shit. Aku tidak tahu lagi harus bilang apa," lanjutnya. Tak menyangka tindakan Paing dan Apo akan sejauh itu.

Apo pun menghela napas panjang. "Setidaknya situasi yang sekarang agak terkendali," katanya. "Maksudku soal Amaara dan lain-lain."

"...."

"Ya, walau aku tidak tahu harus memulai pengusutan darimana lagi ...."

Mendengarnya, Jeff pun mengantungi koreknya. Dia paham kegelisahan Apo karena selalu menangani urusannya. Tapi hampir tidak pernah memberikan saran. Mungkin karena Jeff sadar dia bawahan, jadi melaksanakan perintah harusnya cukup. Hanya saja ... Apo yang sekarang terlihat pesimis. Dia seperti tidak bisa bergerak. Maju mundur pun terasa salah. Dan ingin membagi beban dengan Paing tidak bisa sementara waktu.

"Menurutku tak masalah kalau Anda istirahat sebentar," kata Jeff. "Maksudku, kenapa harus buru-buru cerai? Apa karena calon baby baru? Ha ha ... Anda benar-benar naif."

Apo pun langsung tersinggung. "Ya, kan hamilku cepat sekali," katanya, tapi tidak bisa benar-benar marah. "Dulu aku dan Mile tinggal menikah, Jeff. Asal sempat, ayo saja. Tapi Phi-ku? Kami bingung meresmikan karena situasinya menjepit sekali."

"Ya, itu kan sudah resiko," bantah Jeff. "Anda ini orang dewasa. Dia juga. Jadi, harusnya tahu tindakan kalian butuh pengorbanan."

DEG

"Apa? Tunggu ...." kata Apo. "Aku benar-benar tidak paham dengan maksudmu."

Jeff pun mendecih kesal. "Anda bonding karena tidak mau berurusan dengan Tuan Mile lagi, bukan?" tudingnya. Karena tidak bisa menghirup aroma Apo seperti dulu. "Oke, fine. Aku paham proses itu memang harus knotting dulu. Jadi kemungkinan hamil pastinya ada."

"...."

"Tapi apa Anda tidak lihat? Tuan Takhon lebih butuh bantuan Anda untuk sekarang. Dia sakit dan kambuh-kambuhan seperti itu. Padahal perusahaan kalian berdua sedang diserang," kata Jeff coba menyadarkan. "Jadi, tinggal mana yang lebih penting. Bertahan dan saling membantu dulu. Atau memaksakan bayinya lahir, padahal banyak sekali resiko di depan mata."

Apo refleks memeluk perut ratanya. "A-Aku ... Jeff? Umn, kau tidak sedang menyuruhku untuk menggugurkannya, kan? Tidak ...." imbuhnya dengan mata yang berkaca-kaca.

"Oh, jadi Anda sudah peka rupanya," kata Jeff ketus. "Aku tahu itu memang agak kasar, tapi kalian sekarang di titik lemah ...."

"Tidak--"

"Apalagi belum punya bukti kuat, kan?" sela Jeff. "Yang tidak visum, lah. Yang masalah obat ilegal tak ada hasilnya ... belum lagi pertemuan keluarga yang buntu--cih, coba pikirkan mana yang prioritas, oke? Kadang menggenggam api pun tak bisa banyak."

Apo pun membuang muka. Tapi kami menginginkan bayinya .... Omega itu tidak sanggup menatap Jeff karena omongannya benar, walau memang sangat kurang ajar. Ahh ... Paing mungkin akan sering di rumah karena kesehatan naik turun. Tapi dirinya pun tak boleh off terlalu lama. Jangan sampai Ma dan Oma Sanee bernasib seperti Ayah ....

"Hei, jangan menangis ...." kata Jeff, walau sulit mengendalikan nada bicara tajamnya. "Toh aku ini cuma orang luar. Suka-suka Anda juga kalau mau memaksakan."

Kini Apo menunduk dengan mata buram. Dia tidak bisa lagi melihat pemandangan taman sore. Sebab air mata menggenangi pelupuknya. "Ugh, entahlah, Jeff ...." gumamnya sambil menyentuh perut. "Aku lega bukan orang lain yang mengatakan hal ini, tapi ... selama mampu, aku pasti akan mempertahankannya."