Hari Ke-7: Lebih Dekat

Hari ini gue mendapati diri gue tiba-tiba duduk tiba-tiba ketika sedang dalam posisi transisi seperti biasa. Uh. Nasib sebagai orang yang jarang olahraga, dunia tiba-tiba jadi gelap. Kurang darah. Kurang kasih sayang juga, mungkin.

Gue mungkin bisa kalian sebut sebagai pemikir berat setelah kalian membaca tulisan yang akan gue tulis setelah ini.

Setelah duduk secara tiba-tiba, tiba-tiba pula muncul pertanyaan, "kenapa gue tiba-tiba duduk?" Lihat kan? Tiba-tiba duduk pun jadi pikiran. Antara pemikir berat dan gak ada kerjaan abis putus itu memang gitu.

Ya apa pula buat. Terlanjur duduk, biarlah gue liat-liat dulu kamar gue ini.

Kamar gue ini termasuk kecil, ukurannya gue gak tau. Tapi walaupun kecil, termasuk lega, karena gak banyak barang-barang di dalamnya. Tempat tidur gue berada di sudut kamar yang paling dalam, di paling sudut. Di sebelah kanan tempat tidur ada rak kayu yang isinya buku-buku edukasi dan yang tidak mengedukasi, tapi fun untuk dibaca. Silakan pikir sendiri.

Disebelahnya ada lemari pakaian yang salah satu pintunya harus digeret sekuat tenaga agar terbuka. Isinya kebanyakan kaos kaki, serius. Entah kenapa kaos kaki gue banyak banget -- walaupun bolong semua -- dan bahkan lebih banyak dari celana dalam, yang sebagian bolong juga. Di depan lemari pakaian ada cermin, yang kebanyakan dipakai ketika berfoto. Jadi ketika memoto diri sendiri kita enggak bisa liat apakah pas di layar atau enggak, jadi cermin berfungsi agar layarnya keliatan, gitu. Tapi itu waktu gue masih kecil, masih labil. Sekarang udah enggak lagi, soalnya udah tau selah-nya dimana. Disebelah kanan cermin ada pintu masuk kamar ini, yang menghadap langsung ke tempat tidur.

Oh iya, semua barang itu tadi memepet dinding, jadi bagian tengah itu kosong. Yaiyalah bagian tengah dikosongin. Masak iya naro lemari di tengah-tengah ruangan.

Ketika melihat itu semua, entah kenapa gue menatap lama di rak kayu disebelah gue. Ini adalah pertama kalinya mungkin gue benar-benar melihat ke rak buku itu. Ah, ada buku Erich Kastner yang selama ini gue kira ilang ditumpukan pena disudut. Lah, gue baru tau kalau bagian alas rak di depan buku Erich Kastner itu ada coretan mirip wajah. Ini pasti ulah ponakan pasti. Ck. Dan ketika dilihat lagi, kak sebelah kanan rak ini sudah terkikis dan tinggal sedikit bagian yang menopang.

Banyak hal baru yang gue temukan di lemari itu ternyata. Padahal hal seperti itu sebenarnya mungkin sudah disitu bertahun-tahun, hanya gue saja yang gak benar-benar melihat. Siapa yang tau kalau rak buku ini menyimpan sesuatu yang selama ini gue cari-cari, kalo gak bener-bener gue lihat? Siapa juga yang tau kalo rak buku yang sekilas kokoh ternyata cacat, enggak sempurna, salah satu kakinya sudah terkikis, mau jatuh, kalo enggak bener-bener gue lihat?

Siapa yang tau kalau kita tidak benar-benar melihat?

Dan sekali lagi, plafon yang menguning itu mendominasi mata. Ayo kita melihat lagi. Kali ini benar-benar kita lihat. Lebih dekat.