Hari Ke-10: Libur

..

Kenapa gue awali tulisan ini dengan 'titik-titik'? Karena awalnya -- sebelum sadar bahwa kalimat itu sudah beribu-ribu kali dipakai di berbagai tulisan -- gue hendak menulis 'entah kenapa'. Hidup gue kebanyakan 'entah kenapa' daripada 'yaudah bahagia sajalah' kayaknya.

'Entah kenapa' menurut gue adalah dua kata yang mungkin punya daya perusak lebih dari ketika kelingking kepentok ujung lemari, dan menghabiskan waktu mungkin lebih dari menghabiskan kuaci dua bungkus. 'Entah kenapa' adalah sebuah pertanyaan yang sering datang dari mulut seorang yang, apa ya, mungkin kurang percaya Tuhan? Pokoknya gitulah.

'Entah kenapa' adalah bentuk fisik dari ketidakpercayaan, dari hal-hal yang tidak masuk akal. Mungkin masuk akal, tapi 'entah kenapa' membuatnya seakan-akan tidak masuk akal, jadi mustahil. 'Entah kenapa' adalah sebuah pertanyaan yang tidak perlu, mengingat bahwa sebenarnya kita cuma harus 'yaudah bahagia sajalah'.

'Yaudah bahagia sajalah' tanpa harus tau karena apa dan berapa lama. Nikmati saja, tinggalkan itu 'entah kenapa' walau sejenak, taruh dibelakang pintu, sampai berdebu. Sampai laba-laba memutuskan untuk tinggal permanen disitu, kalau bisa. Kalau bisa.

Dan entah kenapa, hari ini gue terbangun -- walau tidak tahu hari apa ini -- dengan hati ringan. Entahlah hati berubah subtansinya menjadi selembut kapas atau seringan bulu, yang efeknya membuat mulut ingin bersenandung, ringan, sampai berteriak, hingga tetangga dengan koyo di pipi itu harus mengetuk pintu, menyuruh mengecilkan sedikit suara, bila perlu jahit sumber suaranya.

Entah kenapa terbangun dengan perasaan ingin berduet dengan burung gereja di sebelah jendela, sekedar mengikuti bahasa mereka, atau membayangkan mereka bernyanyi dalam nada riang dengan ketukan 4/4.

Mungkin karena bangun pagi ini disumbangkan oleh suara Arina di televisi ruang keluarga yang menyala, atau karena hari ini Tuhan tau bahwa hati sudah lelah, lalu memberi keputusan bijaksanaNya, memutuskan koneksi hati dan otak, membuat hati libur berpikir, libur sejenak dari kenangan-kenangan yang tidak berkesudahan, yang semakin dipikirkan semakin tidak ada celah.

Mungkin. Tapi, yaudah bahagia sajalah.