Setiap orang pasti pernah deg-degan. Entah karena naik roller coaster, karena takut ketahuan selingkuh, atau takut karena gak sengaja masuk kandang singa. Yang terakhir itu cuma bentar deg-degan-nya, karena abis itu jantungnya gak berdetak lagi.
Tapi intinya, deg-degan itu ada dua, karena takut dan karena senang.
Dan gue hari ini deg-degan karena takut. Tapi senang. Tapi bikin takut. Tapi kok ada senangnya. Pokoknya gitu.
Ini by the way gue sering banget mengakhiri paragraf dengan 'pokoknya gitu' ya? Semacam bentuk keputusasaan dan udah males mau njelasin gimana lagi. Ibaratnya 'pokoknya gitu' adalah kalimat 'ok' dari sebuah sms. Pembunuh percakapan, dan kalimat yang gak akan pernah ada di percakapan dua orang yang saling suka. Aw.
Oke skip.
Hari ini gue deg-degan karena takut, karena senang yang bikin takut. Hari ini gue mau ke prodi sebelah. Mau nyari tulang rusuk. Sama nyari malu. Mau kenalan sama cowok cewek, maksudnya. Ini mau nulis 'kenalan' aja sebenarnya gue malu, gimana entar mau ngajak kenalannya. Bisa kencing-kencing di celana bakalan.
Sebelumnya gue jelaskan biar mudah, di tempat kuliah gue ada kelas pagi dan kelas siang, dan fakultas gue, fakultas elektro, punya tiga program studi, elektronika, telekomunikasi, dan listrik. Gue elektronika pagi dan dia, setelah mengikuti dia 24 jam, telekomunikasi siang. Bisa diliat disini bahwa fakultas gue sepertinya hendak memisahkan kami berdua. Oh tidak bisa.
Gue pertama kali liat dia ketika gue lagi duduk-duduk di bawah gedung fakultas. Jam kuliah udah abis dan hari itu tumben gue gak mau pulang cepet. Dan saat itulah, tsah, lewatlah dia (agar lebih mudah marilah kita sebut saja namanya, Kaka. Oh ya, gue tau namanya setelah mengikuti 24 jam.) dan gue terpesona. Jalannya yang cepat dan rambutnya yang berkibar-kibar membuat gue kelilipan, karena rambutnya nyolok mata. Dan saat itu gue cepet-cepet ngejer ke tangga lewat jalan memutar dan, berpapasanlah kami di tangga. Lalu gue diam. Kaka juga diam, sebelum memutuskan keknya gue cuma upil nyangkut di tangga dan kemudian naik ke atas. Gue masih diam.
Kalo inget itu rasanya muka mau gue sembunyiin di pantat.
Dan hari-hari jadi detektif pun dimulai.
Setelah menanya-nanyai saksi-saksi yang berada di lokasi, taulah gue namanya Kaka -- nama lengkap dirahasiakan -- dari temen sekelasnya yang merupakan teman gue. Selayaknya orang-orang mainstream lainnya, gue menitipkan salam lewat temen gue itu, berharap Kaka jawab salam 'waalaikumsalam'. Uwuwuw.
Tapi gue takut kenalan langsung. Dan temen gue itu seperti gak ada gerak buat kenalin gue ke dia. Gue harus gimana?!
Dan tadi, gue papasan lagi di lab, dan cuma bisa diam sambil cengar-cengir-minta-ditabok dan Kaka pasang muka kagak-ada-siapa-siapa-didepan.
Malu-maluin, deg-degan, tapi kok gitu aja udah senang ya?