TKC 45

Antara gelisah dan excited, pagi itu Apo berangkat ke Kastil Trevor dengan membawa lukisannya. Sejak naik kereta Apo membayangkan bagaimana reaksi Raja Millerius nanti. Dia mencari alibi apa yang cukup bagus untuk digunakan mengawali pembicaraan. Mungkin saja alis sang dominan akan sedikit bertaut. Bagaimana pun Apo meng-capture potret dirinya menggunakan style manusia miskin tahun 2023.

Atasan berupa kemeja kumal, bawahan menggunakan celana jeans yang warnanya sudah meledak. Lengkap kumis tipis-tipis yang Apo rawat demi simbol kejantanan diri. Apo bahkan tidak yakin Raja Millerius dan rakyat Inggris tahu soal kain bahan begituan, jika melihat trend di sini jauh berbeda dengan di Thailand.

[Tring! Tring! Tring! Ayo fokus dulu, Tuan Nattarylie. Sekarang permainannya akan dimulai! Start!]

[Hitung mundur 30 detik!]

Sistem sudah menginterupsi begitu Apo dipersilahkan duduk di bangku salah satu player.

"Oke."

Perkataan Raja Millerius kemarin ternyata terbukti. Soal challenge tinggal 400 butir setelah dapat pengurangan lewat jalur dalam. Dari bangkunya Apo lihat Raja Millerius mengawasi semua player seperti dosen. Tumben sekali ada meja di depan ruangan sesi, bukan cuma berdiri dalam mezzanine. Sesekali Zelina si tangan kanan berkeliaran bersama prajurit pengawas. Apo pun berusaha tak menggubris desisan sebal di sekitarnya.

Dia tahu soal-soal itu cukup memusingkan jika bukan gamer sejati. Lewat 300 soal malah semakin menjadi-jadi. Delio dan Nicholas tampak tertekan di bangkunya masing-masing. Apo prediksi mereka berdua nyaris kehabisan poin.

"Ah, susah juga mulai sekarang," keluh Apo sambil menggeser layar virtual di depan mata. Sistem benar mengenai tingkat kesulitan. Sebab bukan hanya wilayah Inggris, kali ini negara lain pun ikut dibahas. "Kurang 57 butir lagi."

[ 343. Apabila terdapat 30.000 pasukan yang diangkut menggunakan kapal kombat melalui perbatasan Laut Utara dan Samudera Atlantik, dengan dilengkapi 200 kavaleri bersenjata api, kemana kah Inggris harus bersekutu terlebih dahulu?]

A. Irlandia

B. Skotlandia

Seperti player lain, Apo mulai garuk-garuk karena bingung. Dia akui hal seperti ini tak bisa diraba dalam semalam saja. Dengan mengambil resiko bodoh, lelaki carrier itu akhirnya cap-cip-cup gabut. Jawaban A dipencet agar berganti soal yang baru.

"Mampus, kalau kalah berarti aku kekurangan poin lagi hari ini," batinnya sambil melirik Magnolia dan Sia. Mereka tampak tenang sekali, berbanding terbalik dengan suasana sekitar, mungkin karena pengalaman masing-masing selama bermain "The King's Choice" sebelum koma. Apo takkan lupa mereka pernah bilang begitu saat pertemuan pertama. Pasti sebagian dari soal-soal ini sudah diingat baik, berbeda jauh dengan dirinya.

Benar saja, 15 menit setelah waktu penilaian nama Magnolia muncul di layar dengan urutan paling tinggi sebagai pemenang. Apo tidak sadar dia telah menampilkan ekspresi kecewa.

Ah, seriusan?!

[WINNER LIST LEVEL 10]

1. Magnolia 378 x 5 = 1890

2. Sia 369 x 5 = 1845

3. Nattarylie 356 x 5 = 1780

4. Raymond 342 x 5 = 1710

5. Gavin 333 x 5 = 1665

6. Nicholas 331 x 5 = 1655

7. Delio 299 x 5 = 1495

8. Victoria 275 x 5 = 1375

"Ah ...." desah Apo dengan suara lemas. Hal itu membuat orang di sebelahnya heran, juga tak tahan untuk menyentil perasannya

"Kenapa, Nattarylie?" tanya Gavin.

"Eh, apa?"

Mereka saling bertatapan di tengah suasana haru Magnolia diberi selamat oleh Raja Millerius.

"Berharap kau yang menang, huh? Ha ha ha ...." tawa Gavin dengan tatapan sebal. "Jangan mimpi, Bodoh. Harusnya kau sadar menjadi favorit Yang Mulia tak selalu jadi yang terbaik, tahu," imbuhnya sebelum berlalu.

"Tunggu, apa-apaan barusan itu?!" kaget Apo, seketika ingin menyumpah, tapi situasi kali ini kurang tepat rasanya. Apo belajar dari pengalaman bahwa semua player pasti berusaha menerima posisi masing-masing. Sia saja tampak kesal, karena tinggal sedikit skor-nya membantai Magnolia. Mereka pun keluar dengan aura malas, apalagi Magnolia dipanggil oleh Ibunda Raja Millerius untuk menemani makan siang.

Loh?!

Kok bisa?!

Anjing!

Delio saja cuma pernah diajak makan siang berdua Raja Millerius, tapi Magnolia sepertinya istimewa di mata mereka. Mau tak mau Apo berpikir keras apa alasannya.

Yang, walau jika di-flashback ke level 3, gadis itu memang punya keahlian dalam dialog, sopan saat menempatkan diri, dan pandai sekali memuji.

Apo pun makin terkena mental. Sebab baru keluar sudah melihat Nicholas menangis di taman kastil. Dia persis Apo dahulu saat challenge dansa. Nicholas sesenggukan di depan seorang prajurit karena level depan pasti game over jika gagal lagi.

"Hiks, hiks, hiks--aku tidak tahu harus bagaimana, ya Tuhan. Makin susah ...." isak Nicholas, sementara Apo mengintip diam-diam di balik barisan cemara kipas tiopari. "Mana baru sampai 10 sesi. Parah. Dapat tambahan nilai pun aku mungkin takkan bertahan. Hiks, hiks, hiks ... ugh, bonus level nanti cuma bernilai 10.000. Aku payah ...."

Yang tidak Apo sangka adalah Nicholas dipeluk prajurit itu, seolah-olah mereka sepasang kekasih yang selama ini tidak terendus.

Jujur Apo syok hingga melotot. Makin menjadi-jadi karena ada ciuman yang menyusul diantara keduanya.

Untuk perpisahan, kata Nicholas. Karena jika sesi depan dia tidak sanggup bertahan. Hubungan mereka jelas hanya berakhir sampai di sana saja.

"Hah?!"

Bisa yang seperti itu juga ya?!

Gila!

Dengan langkah 1000 Apo pun ngibrit sebelum ketahuan seseorang. Dari situ Apo menyadari bahwa dunia tidak berputar hanya untuknya. Setiap player pasti punya kisah masing-masing in real life. Dia termenung saat pemandangan Magnolia dipeluk Ibuda Raja Millerius di balkon kastil terpampang nyata.

"Wahhh, jadi aku ketinggalan sejauh itu ya," batin Apo, langsung putar balik demi membatalkan jadwal makan siangnya. Lelaki itu memutuskan pulang demi memanfaatkan waktu. Dia berlatih golf untuk terakhir kali agar sesi bonus level nanti tidak disabet orang.

[Tring! Tring! Tring! Tuan Nattarylie terlibat gelisah? Kenapa?]

Sistem mendadak menginterupsi.

Tak!

Apo justru fokus menembak bola golf-nya ke awang-awang agar mentalnya siap karena skill Nattarylie di bidang ini terlalu buruk. Sudah 7 bola dia layangkan sedari tadi. Sayang tidak satu pun masuk ke lubang di halaman belakang.

[Tuan? Anda tidak ingin cerita ke saya, begitu? Siapa tahu saya bisa membantu?]

Tak!

Apo menembak bola yang ke-8.

"Tidak tahulah, sistem. Entah kenapa aku jadi takut sekali," katanya, lalu menutupkan telapak tangan di atas kening. Apo ingin mengukur seberapa jauh hasilnya makin presisi. Dia tak menunggu berganti baju olahraga untuk melakukan semua itu.

Kelamaan! Bodo amat lah! Nanti bisa kehabisan waktu!

[Apakah karena Tuan Nicholas menangis?]

Tebak sistem.

"Tidak! Eh ... maksudku iya. Bisa juga. Mana dia kalau menangis " kata Apo gelagapan. "Cuma, apa ya. Bingung ...." Lelaki carrier itu mengacak-acak rambut sebelum memasang bola kembali.

[Tapi poin Anda kan termasuk banyak, Tuan? Masih ada kemungkinan menang juga. Lagipula saingan berkurang malah lebih baik]

"Iya sih. Aku tahu. Cuma ... kali ini sedikit mengganggu," kata Apo. "Karena jika dipikir ulang, cuma Yang Mulia Raja yang berpihak padaku. Lainnya mah tai anjing, serius. Terus aku sekarang tidak siap menunjukkan muka asliku ke dia. Hei, bagaimana kalau dia kecewa dan langsung kabur menjauh? Sudah mah reputasiku jelek. Masih pula ada resiko dirinya pergi. Tidak mau."

Tak!

Apo mencak-mencak setelah bola ke 10 melesat. Jantungnya berdebar kencang akan suatu hal yang tidak dia mengerti.

"ARRGHHHHHHH! BUKAN! BUKAN! BUKAN BEGITU! AKU CUMA TAKUT KEHILANGAN DUKUNGANNYA! IYA BENAR! INI BUKAN SOAL HATI! CUMA DUKUNGAN! Ugh ...." keluhnya nyaris menangis. Mata Apo memerah dan berkaca-kaca. Sistem auto mengeluarkan emotikon yang amat sedih.

[ Uu, Tuan Nattarylie ....]

[Saya ingin menghibur tapi waktunya terlalu mepet]

[Jadi, tinggal bagaimana Anda sekarang. Apa mau benar-benar balik? Sejam lagi harus berada di arena pertandingan--]

"Jelas balik lah! AYO!" kata Apo sambil mengusap genangan air matanya. "PAKE NANYA LAGI! BEDEBAH! Aku sudah tidak sabar untuk membantai siapa pun yang masih bertahan! Persetan dengan Gavin, Magnolia, atau mereka semua!"