Apo baru sadar setelah tangannya terluka karena pecahan kaca aquarium. Dia duduk di sebelah sofa yang miring dan basah. Lalu memandang ikan-ikan yang kehilangan napas dengan tawa sinting.
"Ha ha ha ha ha ha. Bagus.... Kau pun harus merasakan hidup tidak adil juga, oke? Biar bukan hanya aku yang seperti ini."
Apo bahkan meremas salah satu ikan mas hingga mati di kepalan. Dia tidak menangis, tapi dadanya terasa sakit sekali. Ah, padahal dia sudah bersiap sedari lama untuk momen ini. Tapi, ketika sebuah fakta terjadi, semuanya jelas beda dari bayangan saja.
Apo juga ingin memeluk Mew, tolong. Dia ingin mengobrak-abrik setelan armani pria Alpha itu, lalu menungganginya sambil tersenyum. Tidakkah seksi jika penis Mew masuk ke dalam bokongnya? Apo juga tak menolak kalau dia harus menusuk pria itu di lain hari.
"Aku pasti sudah gila. Aku memang sudah gila," kata Apo. Dia lalu duduk di kursi kerja untuk membuat surat pengunduran diri dari kantor, lalu memberikan alasan pindah keluar negeri dan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik.
Masa bodoh esok hari Mew bertanya-tanya kenapa. Toh, palingan pria itu hanya menganggapnya baik-baik saja. Sang Omega jelas berharga daripada partner kerja yang ada di kantor.
BRAKH!!!
Sayang, rencana kadang hanya tinggal rencana. Apo ditabrak seseorang saat dia akan masuk ke lift, dan itu membuat kopi yang dia pegangi tumpah ke seluruh outfit mahal yang dipakainya.
"Astaga-FUCK!!" teriak Apo refleks. Lebih sial lagi karena di belakang pria itu ada dua puluh orang lebih, jadi konyol kalau dia tidak bertanggung jawab.
... yah, walau pun kesalahan sebenarnya tidak murni punya dia.
"Hei, are you ok?" tanya pria Alpha itu.
Apo pun membuang gelas kopi yang sisa separuh ke tempat sampah. "Aku baik. Sangat baik. Kau lah yang justru bagaimana?" katanya. Agak kasar, tapi ya sudahlah jika jiwa dominannya tidak bisa ditahan.
Apo saja masih sempat melirik benci ke siapapun yang menatapnya dengan mata merendahkan. Membuat mereka menyingkir, toh dari baunya semua adalah Omega.
Palingan mereka akan bergosip tentangnya di belakang. Mana berani membalas Apo secara langsung.
"Oh, ya sudah. Kalau begitu permisi," kata pria Alpha tampan itu. Wajahnya asing. Tingginya asing. Apo sampai heran melihatnya tidak marah sedikit pun dan hanya menuju ke kamar mandi.
"Hei, TUNGGU!" kata Apo yang penasaran. Jujur, itu lebih tinggi dari rasa bersalahnya, apalagi setelah melihat si pria asing melepas long coat luar berikut jas mewahnya lengkap dasi.
Dia berdiri di depan cermin. Seksi. Kedua matanya hanya melirik Apo sekilas, lalu tertawa pelan. "Hei, kenapa? Mau membantuku bersih-bersih? Tidak perlu kok. Aku bisa sendiri," katanya lalu cuci muka dengan air.
Apo pun melepaskan long coat-nya sebagai sikap gentleman. "Bukan ingin membantumu. Lagipula siapa yang mau mengurus bayi besar berjakun," katanya. "Tapi ini. Pakai saja untuk luaranmu. Dan kusarankan pulang dulu untuk ganti baju. Kau pun tidak perlu ragu kalau punya pesan untuk seseorang. Pasti kusampaikan karena aku kerja di sini. Maaf sudah mengganggu urusanmu."
Pria itu menerima long coat Apo. "Oh, thanks. Tapi tidak perlu sampai begitu. Santai saja. Lagipula yang mau kutemui kakakku," katanya.
"Kakakmu?"
"Sebenarnya kakak angkatku. Namanya Mew. Apa kau kenal dia juga?" kata pria itu. "Aku kemari hanya mau memberikan hadiah dan selamat secara langsung. Karena besok sudah harus pulang lagi ke Sydney." (*)
(*) Sydney adalah kota terbesar di Australia. Ibu kotanya New South Wales.
Diam sejenak, Apo memandangi pria itu dari cermin. "Oh... Aku tidak tahu dia punya adik angkat."
"Ha ha ha, Cuma kisah klise masa kecil," kata pria itu. "Kita kan sudah hampir kepala tiga. Wajar lah kalau hidup jauh karena pekerjaan."
"Memangnya kau-"
"Ah, kekecilan," kata pria itu karena long coat Apo tersangkut di tubuhnya. Padahal, dia sudah buka baju, dan tidak ada satu pun garmen yang menutup tubuh atasnya. Namun, benda itu tetap saja sesak dan tidak sesuai.
"Oh, shit," maki Apo yang serasa berhasrat tiba-tiba. Namun, dia menyembunyikan gejolaknya dengan baik, lalu merebut kembali long coat-nya yang diusulkan. "Sudahlah. Kemarikan. Tubuhku ini ukuran normal. Dadamu saja yang terlalu bidang. Dan ototmu-hei, kau ini binaragawan atau apa?"
"Bukan, ha ha. Aku hanya altlet renang," kata pria Alpha itu, lalu menjabat tangan Apo. "Namaku Mile Phakphum Romsaithong. Hanya jika kau menggemari dunia olahraga, wajahku sering tampil di televisi saat turnamen dunia."
BRENGSEK! SEKARANG SALAH SIAPA DADANYA BERDEBAR KENCANG!
"Cih, sayangnya tidak," kata Apo. Lalu mengambil kemeja basah Mile. "Ya sudah. Kau diam di sini sebentar. Biar kubelikan gantinya untukmu. Ini kubawa ya, sebagai contoh ukuran."
"Hei, tidak perlu."
"Kau menghinaku atau apa? Aku hanya ingin bertanggung jawab!" kata Apo. "Lagipula kulihat-lihat kau lebih muda dariku. Jadi jangan coba-coba kurang ajar."
Meski Mile yakin dia yang lebih tua, dia pun mengizinkan saja. "Fine, take it easy, darn...." katanya. Bahkan mengangkat kedua tangan berototnya. Oh, bisep dan trisep luar biasa. Apo ingin menjilatnya sekarang dalam gigitan, lalu mencakarnya sampai berdarah andaikan bisa.
"Nah, just wait," kata Apo puas. Namun, bukannya langsung ke toko, Apo justru masuk ke mobilnya di parkiran bawah gedung. Tempat yang amat tersembunyi, apalagi kaca mobilnya gelap di luar.
Apo tidak perlu menunggu lama. Dia menurunkan restleting, solo, lalu menghirupi aroma Mile yang tentunya parfum berkelas.
Hei, yang benar saja, Apo! Tapi Apo tertawa-tawa karena kelakuannya sendiri. Dia mencium kemeja Mile seperti pecandu narkoba. Dia muncrat beberapa kali tanpa kontrol dan baru keluar ke toko setelah lega.
"Ini, buatmu. Kupastikan cocok sekarang," kata Apo begitu kembali. Dia mengulurkan dua paper-bag kepada Mile, yang isinya suit lengkap long coat sebagai pancingan.
Ha ha. Siapa tahu kan kailnya cocok? Lagipula Apo baru melihat ada Alpha yang tidak pemarah seperti ini. Apalagi saat ada orang membuat kesalahan padanya. Toh balas budi dan tanggung jawab apanya? Apo paling anti dengan hal sok suci seperti itu. Dan dia puas menatap kernyitan di alis Mile, lebih-lebih pria itu tengah merokok di sisi wastafel untuk menunggu.
"Hm, tapi ini agak berlebihan. Padahal aku hanya akan bertemu Kakak sebentar, lalu pulang," kata Mile. Pria itu membuang puntung rokoknya ke tempat sampah, lalu meletakkan kedua paper bag ke sisi tubuh. "Well, not bad. Sekarang aku mau ganti baju."
"Hm, bilang saja kalau masih kurang nyaman."
"Hmph."
Seperti sebelumnya, Mile dengan santai berganti di depan Apo, lalu mengacingkan bajunya satu per satu. Dia juga menata rambut hanya dengan jari. Tapi, BRENGSEK!! Seperti itu saja bisa membuat penis Apo kembali membara.
Apo ingin membawa Mile ke ranjang sekarang juga! Sumpah!
"Mind to kiss me, buddy?" kata Mile tiba-tiba. Lelaki Alpha itu melirik Apo dari cermin, lalu mereka bertatap mata.
"Kenapa tiba-tiba bertanya begitu? Kau Omega?"
"Jangan mengajakku bercanda,"kata Mile yang mendadak berbalik. "Dari awal aku tahu kau terbakar dengan fiturku. Tapi aku ini Alpha. Jadi kau salah satu spesies yang menarik rupanya."
Apo pun tidak berpindah meski Mile sudah menatapnya menjulang sama tinggi sekarang. "Hmph, bagaimana jika iya?" katanya. Dia menyeringai, lalu meraba perut Mile dengan jarinya. "Tapi asal kau tahu, bernafsu beda dengan suka. Kau bukan tipeku samasekali, jika untuk romantisme dua pria Alpha."
Mile ikut menyeringai. "Memang tipemu seperti apa? Kakakku?" katanya dengan nada mengejek. "Alpha flamboyan takkan memuaskan bokongmu di belakang sana."
DEG
Apo tahu, Mile mungkin hanya bertujuan menghina. Memang begitulah kodrat para Alpha jika mereka belum terikat dengan Omega mana pun. Suka menampakkan dominasi pada siapa saja, terutama sesama Alpha. Namun, kali ini menurutnya keterlaluan. Karena Mew memang pemilik hatinya. Memang ada yang salah dengan semua itu?
JDUAKHHH!
BRAKHH!!
"BANGSAT!" maki Mile untuk pertama kalinya. Dia tergebrak ke pintu kamar mandi, bahkan mimisan sedikit karena tinju mematikan Apo.
"JAGA MULUT KOTORMU TENTANG DIRINYA!"