KITTY PO 12

Karena ponsel baru mahal, mood Apo pun naik bahkan saat diajar materi fisika Hukum Kirchhoff. Otaknya mendadak encer hingga sering senyum, lalu dia ikut maju saat ada challenge menjawab soal di papan tulis. Dia dapat poin tambahan untuk ulangan harian, Apo bangga. Lalu pulangnya foto LJK dengan nilai 89 kepada Mile.

[Apo: PHI MILEEEEEEEEEEE! LIHAT! HAMPIR 90! SEDIKIT LAGI! Ueueue! *sounds of crying* Tinggal kimia saja yang masih jongkok! Semangat akuu! Aku hebat!]

Apo gelimbungan di atas kasur dan menendang-nendang selimut. Dia juga pamer LJK tersebut ke guru privat fisika-nya tadi jam 7. Apo pun diberi stiker Mile untuk pertama kalinya, si manis sampai melongo melihat gerakan mochi gembul warna abu itu.

[Phi Mile: So proud to my babe ]

[Phi Mile: Kan Phi bilang juga apa. Kau bisa

Yang semangat lagi pasti dapat rangking 3]

Mile sendiri tak bosan bertanya saran kepada sepupu kecilnya, Lulu. Karena Lulu juga 17 tahun dan punya pacar yang sudah kuliah. Mile dapat jawaban dari kegelisahanya sejak diberitahu: "Aku tidak suka disuruh atau digurui, Kak. Yang seumuranku ini maunya bebas, tapi dikasih arahan. Terus kalau Phi chat dia jangan menakutkan. Pakai emot! Sekali-kali pakai stiker. Nanti aku kirimi banyak yang lucu-lucu, download saja masukan semua ke favorit WhatsApp." Mile terus menerus berupaya paham dunia muda Apo, sampai-sampai si manis lupa umurnya sudah 32.

[Apo: Aw. Makasiiiiiiiiiihhhh BESOK MAU ULANGAN LAGI! DADAH! BYE DULU! MAU LATIHAN SOAL LAGI BIAR MAKIN HAPAL RUMUS!]

[Phi Mile: Good luck. Phi kasih hadiah lagi kalau dapat 3 besar]

Namun chat terakhir Mile tidak terbaca, malahan centang satu tanda Apo sudah kembali ke meja belajar. Remaja itu lupa PAP ponsel barunya, tapi Mile tak masalah karena dia sudah tahu. Buktinya kualitas foto LJK lebih bagus daripada yang dulu. Kamera yang dipakai pasti sudah upgrade, Mile pin ikut semangat saat mengerjakan tugas kantor.

"I'm sorry? Mommy ganggu tidak sekarang?"

Namun baru sejam Mile sudah didatangi sang ibu. Wanita itu mengetuk pintu yang sejak awal terbuka lebar.

"Ya, Mom?"

"Mommy mau bicara sesuatu denganmu."

Alis tebal Mile naik sekilas. "Silahkan?"

Nee pun duduk di kursi depan meja Mile. Wanita itu mengeluarkan ponselnya sendiri. Lalu menunjukkan foto beberapa tempat. "Menurutmu ini bagaimana? Cocok tidak untuk hadiah calon menantuku?"

"Hadiah?"

Mile melongok ke bagian layarnya.

"Iya, buat kelulusan. Habis ujian pasti ingin menghirup udara segar, kan? Apalagi liburan kelas XII itu paling panjang lho. Bisa sampai beberapa bulan. Mommy pikir ini waktu paling cocok untuk mengajaknya deep-talk. Kapan hari H-nya, gedungnya, dan lain-lain. Mommy harap kalian menikah dulu lah, baru nanti dia lanjut kuliah," kata Nee. "Mommy ketar-ketir kalau anak manis ini langsung dibiarkan ke kampus yang jauh. Dia terlalu inosen."

"Hmm ...." Sebenarnya ini juga yang Mile pikirkan, tapi langkahnya belum bergerak jauh. Mile terlalu menikmati keceriaan Apo saat meraih prestasi yang diinginkan, dia sangat mengapresiasi betapa si manis punya potensi yang besar. "Oke, Mom. Kirim saja dulu semuanya. Biar kupikirkan lagi nanti."

"Oke."

"Dia akhir-akhir ini sangat bersemangat. Aku jadi mengingat masa remajaku."

"Oh, ya?"

"Lihat nilainya tinggi sekali. Aku jadi ingin tahu apa cita-citanya ingin menjadi apa."

"Wah ...." Mata Nee berkilat karena ditunjukkan foto tadi. "Apo ini jurusan IPA, kan? Jago ilmu alam dong."

"Iya? Sangat. Dia memang berbakat nalar dan hitung-hitungan. Sejauh ini biologi dan fisikanya yang paling bagus. Menurutku bisa jadi apa saja, Mom. Toh kita bergerak di bidang medis juga. Mungkin dokter, teknisi, arsitek, dan profesi yang sejenisnya. Apo ini cukup pintar."

"Hohoho, menantuku ...."

Melihat Nee zoom LJK itu berkali-kali, Mile pun mengulum senyum dengan gelengan. "Belum, Mom. Baru calon."

"Iya, calon. Ish," geram Nee, lalu mengembalikan ponsel ke Mile. "Makanya cepat di-sahkan saja, Sayang. Kau pikir Mommy sabar menunggu sampai tua? Mommy juga kepingin menimang cucu."

"Ha ha ha ha. Iya, kemungkinan dia setuju untuk menikahnya," kata Mile. "Soalnya aku sudah menyinggung itu berkali-kali, Apo oke. Reaksi ortunya juga bagus. Cuman, kalau buat bayi pertama, tidak tahu. Apo bagiku pun saja masih bayi, masak mau hamil bayi juga?"

Air muka Nee makin keruh saja. "Hmmmh, kau juga sih memilih calon kecil sangat," keluhnya tiba-tiba. "Mommy jadi lama punya cucu kalau begini. Keburu lapuk."

"Mommy ...."

"Mile ... ya?"

"Mommy ...."

Nada Mile berubah-ubah. Ibunya sampai meremat tangannya biar mengusahakan. Bagaimana pun lelaki itu anak tunggal di keluarga ini. "Kalau bisa diusahakan, oke? Bujuk dia. Andai mau pasti ku-puk-puk bokongnya dari sejak hamil sampai 10 cucuku lahir ke dunia. Bagaimana?"

"Apa? Gila."

Ekspresi setan Nee langsung muncul ke permukaan. "Apa katamu barusan?"

"Ha, maaf ralat," kata Mile yang keceplosan. "10 itu apaan lah Mom. Banyak sekali. Dua saja cukup, lagian Apo juga harus kuliah."

"10 atau menikah lagi 3 istri."

"What?!"

Nee sepertinya sedang log-in mode pelawak malam ini. "Ya biar cepat. Setahun dapat 4, dua tahun dapat 8, kan? Apo habis melahirkan yang sulung nanti dia bisa kuliah."

.... oke, pembicaraan ini rasanya makin melantur. Mile pun mendorong ibunya keluar work-desk karena kesal. Biar dia bisa fokus menyelesaikan pekerjaan lagi seperti tadi. Namun meski tangannya sibuk beraksi, kadang suka keliru karena otaknya kemana-mana. Serius. Dia memang mesum, tapi makin menjadi-jadi karena obrolan barusan. Mile sampai pergi ke apartemen Apo malam itu juga. Dia tak betah, mau ketemu. Toh tempat itu hadiah darinya juga. Mile tahu berapa password-nya, walau Apo kaget sekali saat melihatnya berdiri di atas keset.

"AAAAAA!! YA AMPUN!"

BRAKHHH!

"Apo!"

Apo yang sedang maskeran pun jatuh terduduk. Untung teksturnya masih basah jadi tidak retak. Botol lip cream juga melompat dari tangannya. Bokong si manis pun beringsut mundur sangking dikira yang datang pencuri.

"P-Phi Mile--sejak kapan?"

Satu telapak Apo merentang ke depan karena refleks ingin melindungi diri.

"Barusan kok, barusan," kata Mile, yang langsung melepas sepatu dan datang ke Apo. "Aku kepikiran kau jadi akhirnya datang kemari. Boleh?"

Apo pun memeluk diri sendiri seolah akan diperkosa. "Y-Ya, boleh. Kan sudah sampai sini juga. Tapi Phi mengejutkan sekali. Kenapa tidak bilang dulu? I-Ini pukul 10 lebih ...." Wajahnya tertekuk karena malu. Pasalnya Mile belum pernah masuk ke sini, dulu habis lamaran pun hanya mengantarknnya sampai ke pintu depan.

"Apa kau baru selesai latihan soal?"

"Umn."

Apo pun mengangguk pelan.

"Bagus. Phi ingin bicara denganmu."

"Eeeeeehhh?"

Mile meraih tangan Apo dan menyeretnya masuk ke kamar, tapi si manis pun jongkok-jongkok karena takut. Langkahnya terseok-seok dan sebelah sandal lantainya lepas. Jemarinya berkepalan sangking paniknya di genggaman Mile.

"Phiiiii ... ugh. K-Kita mau apa ya? Phiiii ... stop--a-aku tidak mau melakukan itu sebelum menikah. P-Phi--"

"Sssssh, diam dulu. Ini topik yang penting sekali."

Apo didudukkan di tepi ranjang. Mile sengaja membuatnya merasa aman dengan bersila di atas lantai, lalu mengambil jemarinya untuk dikecup.

"Ugh, ada apa ...." tanyanya sedikit risih. Dia bingung dengan situasi ini, sebab rupanya pasti mirip hantu topeng di hadapan si calon suami. Mile juga kenapa tanpa aba-aba?! Apo kan jadi berdebar karena mikir hal mesum.

"Nilai-nilai sekolahmu keren sekali. Memang hebat," puji Mile dengan mata teduhnya. "Tapi Phi belum pernah tahu cita-citamu. Memang mau jadi apa? Setelah kelulusan masih ada lagi lho masa ujian masuk ke universitas. Apo kecilku harus memanfaatkan momen untuk mencapai masa depannya, oke? Phi akan mempersiapkan jalan untukmu kalau ada target khusus."

Apo pun celingak-celinguk karena rasanya ingin kabur cuci muka dulu. Namun tangannya diremas Mile sangat hangat. Begitu pun kaki-kakinya yang didempat erat. Dia sampai tidak bisa bergerak banyak dari sana, malu-malu remaja itu curhat soal angan-angannya. "Pilot."

"Hah?"

"Serius, Phi. Aku ingin jadi pilot," tegas Apo dengan intonasi yang minder. "Aku senang karena jam kerjanya tak lama, ditemani sama co-pilot juga, gajinya besar, dan bisa terbang kemana saja."

Bersambung ....