KITTY PO 19

Sejak saat itu, hari-hari yang Apo lewati pun makin terasa indah. Dia lebih ceria dan lincah sekali, bahkan ketika diajak belanja ke supermarket tidak sesegan dahulu. Apo menarik-narik tangan Mile dan mengajaknya berkeliling, dia membeli barang-barang yang disukai tanpa malu atau takut. Apo berputar-putar di depan Mile setiap kali fitting baju yang mau dibawa pulang. "Phi Mile! Ini cocok untukku tidak? Aku tampan?" katanya sambil bertelakan pinggang. Si manis mengenakan sweater motif kucing yang berlengan panjang, warnanya kuning, tapi celananya sangat pendek kira-kira 12 cm di atas lutut. Sepatu yang dia pakai putih ala-ala Korea, dan topinya dihiasi telinga kucing sekalian.

"Kau imut, mungkin sebutan 'tampan'-nya nanti-nanti kalau kau sudah dewasa."

"Xixi, iyakah?" kikik Apo. Dia puas dengan jawaban Mile Phakphum, lalu berkeliling ke barisan manequin untuk memilih yang lain. "Kalau yang ini, Phi?" tunjuknya ke celana pendek lain. "Uwu! Warna-nya merah jambu dan ada motif bintang-nya. Lucu. Boleh kubawa sekalian kan?"

"Ambil saja."

Apo pun langsung menjerit. "Yay! Tunggu sebentar ...." Dia lari ke dalam ruangan ganti lagi, lalu mencoba setelan barusan. Atasnya berupa kaus lengan pendek yang sangat oversize, membuat badan kecil Apo tenggelam tapi jadi bagus. Apo ternyata paham style dan memasukkan sebagian kecilnya ke dalam celana. Sabuk hitam tipis dia pakai, dan cukup mencolok mata. Lagi-lagi celana pendek itu menampakkan kejenjangan kakinya. Sepatu Apo sudah berganti baru yang motifnya makin lucu. "Phi Mile suka?"

"Suka."

"Yang begini-begini sedang trend loh Phi diantara fanboy NCT. Aku jadi ingin menonton konsernya suatu hari."

"Iya, kapan-kapan ...."

"Itu serius atau tidak?"

"Serius, tentu saja. Tinggal diatur waktunya nanti."

"Owkay."

Apo pun mengadopsi kitten sungguhan sebelum pulang, tapi kucing itu malas sekali dan suka tidur. Dia menenteng kandang mungilnya ke dalam mobil, lalu membungkus kado pertunangan untuk Bright-Win di rumah Mile.

Namun jika boleh jujur, Mile sering gagal fokus ke kaki Apo sejak pulang siang itu. Padahal Apo dulu tak seberani ini (paling pendek celananya selutut), tapi sekarang si manis mengoleksi setelan fashion yang amat beragam. Lebih-lebih sepatu dan kaos yang warna-warni. Untung Apo patuh soal dekorasi wedding, dia tidak ikut mengatur pemilihan warna setelah Mile menasihati. "Jika untuk resepsi, bagus yang soft, Po. Lebih resmi," katanya. "Warnanya juga jangan banyak-banyak nanti dikira tamu undangan kita pesta pora."

"Ha ha ha ha ha, iya Phi. Aku ikut."

Setelah acara Bright-Win ternyata Apo diajak diskusi lagi, sebab Mommy Nee ingin pernikahan Mile amat meriah. Bagaimana lelaki itu putera tunggal di Keluarga Romsaithong, maka harus ada pesta lepas bujang juga untuk Mile Phakphum. Jujur Apo takut karena akan dipertemukan rekan-rekan bisnis kekasihnya, mereka pasti 'besar-besar' semua. Baik lelaki atau perempuan sudah umur 30 ke atas. Bahkan ada yang 50 tahun juga. Dia benar-benar paling ranum di venue itu, lokasinya ada di tepi tebing dekat pantai.

"Ya ampun Phi ... ini belum resepsi kita loh. Apa harus didekorasi sebegininya?" tanya Apo saat didandani para make-up artist yang sudah cantik seperti peri.

"Kenapa? Kau gugup?"

"Iya ...."

Apo disuruh rileks karena tegang saat dipasangi tiara.

"Tapi aku ingin memamerkanmu. Tidak sabar," kata Mile dengan senyuman kecil. "Teman-temanku juga sangat penasaran padamu, Po. Mereka ingin berkenalan denganmu agar saat resepsi semakin nyaman. Kan jika tidak kenal mereka hanya orang asing bagimu."

"Ugh, takut ...."

Mile justru bersemangat saat Apo zoom-in lokasi pesta bujangnya di iPad. Untung jerawat Apo sudah memudar semua. Dengan foundation tipis wajah si manis pun jadi amat flawless. Seperti kata Mile Phakphum, jika resepsi utama mungkin baru mulus sempurna. Tapi Apo puas dengan hasil make-up dia.

"Di cermin betul-betul aku?" tanya Apo.

"Ya."

Seorang penata rias permisi sebentar diantara mereka. "Anu, Tuan Natta. Coba buka sedikit bibirnya? Saya tambah dulu shade lip-gloss Anda biar lebih nude dan kelihatan natural."

"Oke."

"Aa."

"Aaa."

Jantung Apo berdebar kencang karena baru kali ini didandani, padahal saat tunangan dulu tidak begitu. Dia hanya diberi selebrasi privat setelah lamaran di pusat kota. Itu pun hanya diantara keluarga. Ada calon mertua, orangtua, Mile sendiri, juga beberapa kerabat yang jumlahnya tak lebih dari tiga puluh.

Apo kini sudah siap dengan setelan putih yang amat tipis, bahan kainnya jatuh tapi anehnya tidak menerawang. Bagian atas dan bawahnya bisa berkibar diterpa angin. Itu didesain serasi dengan milik Mile yang punya aksen tali pada dadanya.

Mile pun menggandeng Apo yang malu-malu, tapi remaja itu dilarang menunduk karena tiaranya bisa jatuh. Apo didoktrin untuk senyum, tapi matanya menatap rumput. Dia tak kuasa dikerubuti semua orang dewasa itu yang eskpresinya seperti serigala. "Selamat sore, semuanya. Ini Apo, calon istriku. Perkenalkan tapi tolong lembut padanya, ya. Dia memang masih menggemaskan."

"Ha ha ha ha ha ha ...."

"Ha ha ha ha ha ha ...."

Tawa orang-orang ber-dresscode putih itu.

"Ugh, Phi ...."

Apo makin bersembunyi di balik punggung Mile.

"Ayo Sayang, tunjukkan dirimu sebentar," kata Mile sambil menoleh ke belakang. "Disapa dulu kakak-kakaknya. Mereka baik kok. Sudah kupilih mana saja yang boleh berkenalan secara pribadi."

"Iyakah, Phi?"

"Iyaaa ...."

"Mereka benar-benar tidak jahat kan?"

"Ckckck, tidak kok. Siapa yang berani padaku?"

"Umn ...."

Pelan-pelan Apo pun mengintip dari balik bahu Mile, lalu si manis itu keluar dengan senyum kikuk. Kentara sekali bahwa dia masih perjaka, bertatapan saja tak berani lama.

"Wah manisnya ...."

"Cantik."

"Ha ha ha ha, Mile. Boleh kurebut tidak yang satu ini?"

"Benar-benar jelita. Sial, kau pintar sekali memilih tunas yang bagus."

"Kudengar dia juga sangat pintar. Calon pilot! Istriku sudah cerita-cerita dengan Nyonya Nee waktu arisan. Dia juara satu di sekolah. Iri sekali dapat daun berkualitas."

"Halo, sweetie ...."

Apo pun mundur lagi karena cringe, tapi Mile sengaja memperlihatkannya. "Astaga, Phi ...."

"Jangan takut, ayolah. Mereka semua sudah menikah. Anaknya banyak, tapi aku saja yang masih tertinggal. Ha ha ha ...." tawa Mile lalu mengecup pipinya. "C'mon, semua akan baik-baik saja."

Apo pun berjalan pelan di sebelah Mile, dia mulai tersenyum kecil sambil menatap mereka satu per satu. Namun memang tidak lama, itu pun sudah bagus dan kemajuan yang besar. Keduanya melewati dekorasi jalan dari mawar putih dengan trek yang memanjang diantara seluruh tamu. "Halo, sawadde khab ...." sapanya sambil mengangguk. Tangan kanan Apo membawa buket mungil berpita, lalu dia berkenalan dengan mereka satu per satu.

Semuanya makan-makan ditemani alunan musik klasik dari grup cello profesional. Lalu sahabat Mile yang dari Spanyol ikut andil berpiano. Namanya adalah Michele Morrone dengan wajah tampan dan tinggi besar. Dia datang bersama istrinya Anna Sieklucka yang kemudian duet dengan biola.

"This is for our cutest baby kit yang sudah ditunggu-tunggu ...." kata Michele lewat microphone mungil.

Ucapan itu lantas disahuti sang istri yang cantik."Terima kasih juga, Apo sayang. Karena kau sudah membuat sahabat kami melepas lajang."

"That's right," kata Michele sambil mengerling kepada Apo.

"Kami harap Mile dan kamu bahagia terus di masa depan, dan kalian memberiku banyak keponakan yang lucu-lucu. Love you ...." kata Anna sebelum mereka beraksi.

Apo pun merona parah karena disambut sebegininya, dia bahkan punya julukan 'Anak kucing' atau 'Baby Kit' diantara mereka. Dia bertepuk tangan dengan anggun, tak tahu kenapa. Mungkin karena suasana yang elegan, Apo jadi ketularan. Dia tidak bar-bar seperti saat bersama anak-anak BT. Luar biasanya pesta ini menghasilkan banyak sekali kado untuknya.

SERIUS UNTUKNYA!!

SEMUA HANYA UNTUKNYA!!

Padahal kata Bibi Nee itu pesta bujang Mile, tapi usut punya usut ternyata Mile sudah memberikan aturan kepada semua temannya. Jika membungkus hadiah mereka harus membeli kado untuk calon istrinya saja, baik acara ini atau saat resepsi semuanya sama.

Apo betul-betul terharu karena merasa punya banyak kakak dadakan. Dia diemong bersama-sama oleh mereka layaknya adik yang paling muda. Semuanya berlaku seperti sugar Daddy dan Mommy. Bukan cuma Mile saja yang sekarang ingin royal kepadanya.

"Terima kasih, Kakak-kakaknya ...." kata Apo dengan nada gugup. Di depan panggung kecil dia berdiri untuk menyambut, meski merona hebat dia tetap menghadapi mereka. "Ah, m-maksudku kakak-kakak semua--xixi ... aku senang sekali bisa mengenal kalian. Terutama buat Kak Michele dan Kak Anna yang di ujung sana."

"Ur welcome, Baby Kitt ...."

"Yeah ...."

Sahut pasangan suami istri tersebut.

Apo pun tersenyum simpul, lalu dia bernyanyi ditemani perias make-up yang tadi berdandan peri. Untung lagu karaokenya adalah favorit di dalam ponsel. Judulnya 'Yellow' dan Apo rasa dia tahu kenapa itu yang Mile pilih. Mile pasti peka dia sangat suka 'Yellow', sebab nada deringnya saja memakai lagu tersebut.

"Selamat menempuh hidup baruuuu!!"

"Happy bujaaaang!"

"Selamat, Mile."

"Aku juga ikut bahagia untuk kalian."

"Kau imut sekali, Apo. Gemas. Kau sudah seumuran anakku. Ya ampun ...."

"Baby Kitt ingin sekali kutelan. Ha ha ha ... sini Sayang, peluk aunty."

"Ulululu, manis sekali Baby Kitt ini. Selamat ya gemes ...."

"Hebat sudah berani menikah. Tapi jangan takut kok, sahabatku Mile sangat baik. Kau sudah berada di tangan yang tepat."

Apo pun memeluk mereka satu per satu. "Iya, Phi. Makasih ...."

Acara itu pun selesai pukul 9 malam, sementara Apo langsung mabuk setelah ditantang minum wine diantara kelompok orang dewasa itu. Dia awalnya tidak berani, tapi karena tantangannya di akhir acara akhirnya mau. Reaksinya pun membuat semua orang tertawa, karena si manis itu langsung jatuh digendong Mile ke dadanya.

"Ha ha ha ha ha ... my god. Benar-benar masih kecil ya ternyata. Anakku saja tahan banting loh, seumurannya."

Mile memperbaiki posisi tubuh Apo di dadanya. "Sudah kuduga dia punya toleransi alkohol yang rendah. Hmmh, dasar ...." katanya, lalu mengesun pipi Apo di depan mereka. "Ya sudah, kuantar dulu dia ke kamar. Setelah itu kita mulai adu panco-nya. Michelle, ingat aku taruhan 400.000 dolar kali ini."

"Oke, Man. I'm waiting ...." kata Michelle sembari tersenyum.

Sampai kamar Apo pun diselimuti hingga sebatas dada, si manis benar-benar pulas hingga pagi tiba.

Bersambung ....