KITTY PO 38

1 Minggu Kemudian ....

Apo Nattawin melingkari tanggal 12 Oktober 2010 sebagai USG pertama. Remaja itu akan melakukannya di rumah sakit milik Romsaithong sendiri. Si manis diantar Mile untuk mengecek baby mereka, meskipun kenyataannya hamil sebulan belum kelihatan nyata. Namun Apo sudah sangat penasaran, walau hasilnya hanya kantung janin di dalam sana. Bagian itu terbentuk bagus di dalam tulang pinggul Apo. Isinya merupakan sejumput darah berukuran 2 milimeter yang menempel pada dinding rahim. Benar-benar imut si mini Kitty.

"Anda bisa lihat itu, Tuan Natta? Bayi kalian sedang berpegangan erat. Dia berjuang di dalam sana. Ingin hidup," kata Dr. Napvtik sambil tersenyum.

Di sisi Apo ada Mile yang duduk memegang tangannya. Mereka menatap layar ultrasonografi dengan penuh antusias. Apo sendiri harus membuka kausnya sejenak, perut rata si manis dipindai dengan alat khusus yang mendeteksi keberadaan sang calon pewaris.

"Uu, kecil ...." gumam Apo dengan mata berkaca-kaca. "Ha ha ... itu betulan bayi tidak sih, Phi? Dia bahkan tidak ada 1 senti."

Mile dan Napvtik pun hanya tertawa.

Napvtik bilang satu bulan bisa dideteksi saja sudah bagus. Karena di beberapa kasus kehamilan hanya tampak rahim kosong. Apo akhirnya mengangguk pelan, dia coba duduk usai prosesnya selesai. Remaja itu dibantu Mile untuk turun dari ranjang, hasil foto bayinya diberikan dengan data 30 menit kemudian.

"Selamat," kata Dokter Napvtik. "Saya turut berbahagia untuk Anda berdua."

"Thank you," kata Apo, yang tidak tahan untuk tak menyengir. "Kami pulang ya, Dokter. Dah ...."

Napvtik hanya mengangguk saat Mile merangkul istrinya pergi. Dia bisa melihat Mile dan Apo diberi hormat oleh dokter, suster, karyawan, bahkan OB yang berada di lorong. Keduanya mungkin belum serasi dari segi visual, tapi tiga tahun lagi Apo pasti sudah setinggi Mile. Hebatnya remaja itu tampak senang akan punya bayi, dia memeluk file hasil USG dengan sinar kebanggaan di wajah.

"Sudah puas? Kau betulan hamil di dalam sini."

Di mobil Apo terpejam ketika dikecup. Perutnya dielus Mile sejenak, tapi si manis justru menggeleng saat membuka hasil USG-nya ulang.

"Kenapa?" tanya Mile.

"Masih penasaran dia cewek atau cowok Phi."

"Bukankah kau pernah bilang ingin adik perempuan?"

"Iya, tapi kan yang terakhir aku berubah pikiran ...."

"Ha ha ha, tapi jika yang pertama perempuan, kan berikutnya bisa laki-laki, Po, " kata Mile kalem. "Tidak perlu memikirkan itu, oke? Get it easy. Phi yang penting kalian selamat semua saat kelahiran."

"Ummnn."

"Kupikir jadi ayah saja sudah luar biasa, Sayang. Kecuali benci dan malas mengurus bayi sendiri. Wah, kita jadi orangtua yang buruk nantinya." Pelan-pelan dia pun memundurkan mobil keluar gerbang, jeleknya parkiran RS waktu itu padat sekali. Apo bisa melihat seberapa serius raut Mile Phakphum. Sang suami tampak siap dengan apapun yang terjadi di masa depan.

"Tapi aku kan maunya cowok ...." bantah Apo sepelan bisikan. Sisi egoisnya benar-benar bad-mood, tapi Apo tak berani melawan Mile secara jelas. Dia pura-pura senang saat disambut pulang Nee, Rom, May, dan Man. Bahkan menikmati makan malam bersama. Namun, saat Mile sudah kerja dia overthinking sendirian. Di kamar Apo mulai punya hobi mencermini perutnya sendiri. Si manis menyentuh bagian pusar dan pinggul. Lantas memijitnya perlahan. Rasanya masih sulit percaya di sana ada isinya. Apo pun memutuskan untuk memotret perubahan bentuk perutnya setiap bulan. "Hmm, harus dipajang biar kelihatan bedanya ...." gumamnya.

Apo tidak mau susah-susah mencetak semua fotonya di luar, dia cukup menyelinap ke ruang kerja pribadi Mile untuk meminjam mesin print sebentar. Kebetulan Mile punya kertas tebal untuk cover dokumen. Si manis pun menggunting keempatnya sebelum ditempel ke dinding kamar.

Ada tulisan "Welcome to us, Mini Kitty," di sana, lengkap keterangan waktu menggunakan spidol hitam. Apo juga menghiasinya dengan origami karya, ada banyak double-tip yang dipakai dalam proses penempelan tersebut. Sangat bocah, memang. Namun Apo tak memungkiri dia suka melakukan ini. Mile pun gagal fokus ke dinding kamar pas pulang kerja malamnya. Dia heran karena sisi nakas jadi mirip kelas anak TK. Untung dasarannya memakai kertas dulu. Setidaknya Mile tahu kerjaan Apo bisa dibersihkan nantinya.

"Ya ampun, Sayang. Kenapa tidak bilang mau ditempel begini?" tanya Mile. "Kan bisa Phi belikan rak kolase dulu? Bukannya langsung ke dinding ...." Dia masih berkeringat dan badannya capek sekali.

Apo yang kembali main game pun terkejut, dia refleks meletakkan ponsel karena takut dimarahi. "Ah! Phi Mile sudah melihatnya ya?" Remaja itu segera turun dari sofa bulat. "Bagus tidak? Aku hanya merasa cocok kalau dipakai pajangan ...." Dia menunjuk satu foto. "Lihat, Phi. Yang ini perutku sudah kehilangan otot tipisnya. Pasti baby kita

makin bertumbuh."

"Apo ...." tegur Mile, karena sang istri pura-pura tak peka. "Kau tahu bukan itu maksud Phi."

Si manis pun berjengit kecil. "Ugh, terus apa ya?" Dia lanjut bersandiwara. "Phi tidak suka kalau dindingnya kuhias? Atau ... atau marah karena kotor kena double-tip?" tanyanya langsung sensitif. Oh, tolonglah. Apo sudah berusaha tidak overthinking soal jenis kelamin si bayi, tapi kenapa Mile tidak mengerti? Apo benar-benar tersinggung.

"Bukan tidak suka, Sayang. Hanya saja--"

"Phi Mile bohong," sela Apo sambil menampik tangan Mile. "Sayang, sayang. Phi Mile kenyataannya lebih sayang dinding daripada aku. Hiks ...." isaknya langsung mengagetkan Mile Phakphum. ".... akunya dimarahi, tapi dindingnya tidak. Malas!! Phi Mile nanti tidurnya di luar saja!"

"Ha?"

"Mingggiiiiiiiiirrrrr ...." kata Apo yang mendorong Mile sekuat tenaga keluar pintu.

"Tunggu, tunggu. Apo? Sayang ...? Bukan begini caranya--"

"Pokoknya aku tidak mau sama Phi sekarang!!!" bentak Apo dengan suara jengkelnya. "Aku marah! Pergi!"

Mile bukannya lemah, hanya saja terlalu kaget. Dia bingung karena Apo marah untuk pertama kalinya malam ini. Mile pun berhasil didorong Apo keluar, ekspresinya baru dihiasi kedipan lucu saat Apo menguncinya dari dalam. "Ha? Wait--Apo?! Kau ini sebenarnya kenapa?"

Padahal tadi si manis menyambutnya seperti biasa. Ada donat bikinan Apo juga yang disajikan (walau bagian dalamnya masih mentah) namun dunia Mile sekarang jadi jungkir balik, makin random lagi karena Nee baru pulang juga dari kerja. "Sayang, Mile? Lagi apa? Kok malah ada di sini?"

"Mom ...."

Mile pun langsung menoleh.

"Apo-nya marah padamu?"

"Ya, bagaimana ya." Mile ingin tertawa sangking sepelenya masalah tadi, tapi anehnya tak bisa. ".... begitulah, Mom? Dia mengunciku barusan." Lelaki itu mengendikkan bahu, lalu menjawab sebabnya berhubung Nee penasaran. Mile kira Nee akan menertawakannya, tapi sang ibu justru---

.... ya memang tertawa kencang.

"HA HA HA HA HA HA HA!!"

Bahkan Nee menggebuk bahu Mile juga. Usut punya usut wanitu ingat pernah melakukan hal yang sama pada sang suami, tapi jelas bukan karena hal kekanakan seperti Apo. Dia turut prihatin, tapi banyak gemasnya. Karena bagaimana pun si manis hanyalah remaja puber.

"Mom ...."

"Ha ha ha ha ha, iya. Sorry, Sayang. Mommy hanya---ha ha ha ha ha ...."

Mile pun semakin kesal, dia meminta seorang pelayan mengambilkan kunci serep, tapi Nee tidak lupa memberinya nasihat sebelum masuk.

Nee bilang, "Kau ini harus banyak mengalah, Mile. Kalau bisa jangan hakimi dia semudah itu. Orang dinding saja lho. Ish, ish. Suami macam apa kau ini."

"Sudah, Mom. Tapi kan ada caranya ...." bantah Mile.

"Em, em. Bukan begitu saat menghadapi remaja. Harus beda," tegas Nee. "Mommy yang menikah 25 tahun saja butuh dimanja, apalagi Apo yang usia 17? Kau tak pernah membayangkan ya bagaimana sedihnya dia? Pasti takut karena perutnya lama-lama semakin melar. Wajar dong Apo main foto-foto? Bagi remaja fisik itu segalanya, Sayang. Jadi saran Mommy kau harus tetap memujinya, walau nanti Apo-nya berubah gendut."

Mile pun diam sejenak, dadanya panas. Sampai-sampai meremas kenop pintu sebelum masuk. "Oke, Mom. Thanks," katanya sambil mengangguk. "Aku mau bicara dengannya dulu."

"Oke ...." Nee pun tersenyum tipis. "....

good luck, Sayang. Have a nice night untuk kalian," katanya menyemangati. Padahal dalam hati ingin geleng-geleng, tapi Nee malah lanjut tertawa sepanjang jalan.

Sementara itu, di kamar Apo pun mencopoti foto-fotonya lagi sambil menangis. Dia mengikir double-tip sisa yang merekat kuat dengan gunting tape agar mengelupas semakin mudah (tapi ya tidak susah-susah amat, sih) Namanya baru ditempel. Hiasan Apo mungkin hanya berusia 5 jam sejak jadinya, tapi kini sudah robek tidak karuan. "Hiks, Phi Mile jahat. Aku tidak akan memaafkanmu," katanya, sudah seperti diselingkuhi saja.

Bagimu aneh, tapi remaja seperti Apo sering membesar-besarkan masalah, untung Mile sudah masuk sebelum mood-nya makin memburuk.

"Apo, Sayang? Phi minta maaf ya ...."

Gunting Apo langsung jatuh sangking kagetnya. Padahal selain mengunci pintu si manis juga memblokade dengan soda tunggal. Remaja itu pun mundur dengan bokong bulat ngesot di lantai. "Ah! P-Phi Mile kok bisa ke sini?"

".... ha ha, super hero?"

Mile merentangkan tangannya seolah ingin dipeluk.

"Ugh, masih marah!" Apo segera membuang muka. Lalu meletakkan hasil robekan dan meninggalkan Mile ke kamar mandi. Remaja itu pasti ingin cuci muka, sementara Mile mendekati bekas hiasannya di lantai.

Hmm, sudah bersih rupanya.

Mile pun mengangkat salah satu foto, tapi kini ada coretan tambahan di sana. Seperti "Phi Mile bodoh" - "Phi Mile iblis" - "Phi Mile menyebalkan" - "Phi Mile sok ganteng", tapi yang terakhir bertuliskan "Tapi memang ganteng sih suamiku." (Membuat Mile tidak tahan senyum). Mile yakin Apo tidak serius marah padanya, sang istri hanya perlu dibujuk sedikit.

"Phi Mile--"

"Hm?"

Apo kaget karena Mile di pintu kamar mandi ketika dia keluar. Si manis mundur lagi daripada terbentur dada, Mile langsung sigap menarik pinggangnya yang indah.

"Phi ingin bicara denganmu, sekarang."

"Tidak mau-"

"Eits."

Mile tidak membiarkan Apo lewat.

"Phiii ...."

"Kau menuduh aku marah, Sayang? Padahal siapa yang marah di sini? Hm?"

"...."

"Tapi jangan menatapku begitu. Yang ada kau makin imut di mataku. Stop it."

Apo menarik dagunya yang tiba-tiba diangkat. Dia geleng-geleng agar dilepaskan. Dia mendorong Mile yang ada malah dipeluk.

Pemberontakan yang sia-sia.

Mile mengangkat Apo paksa untuk digendong. Lalu didekap ke dalam bopongan. Remaja itu pun memukuli punggung Mile, separuh tubuhnya hilang di balik lebarnya bahu itu.

"MMMM! MMMMMM!! TURUUUUNNN! TURUUUUUUUUN!" protes Apo tidak karuan. Mile pun mengabulkan ketika sampai di ranjang, lalu membungkus Apo dengan selimut. Dia membuat Apo seperti risoles, si manis pun melotot ingin protes tapi diduduki. "PHI MILE!!"

"Apa, cantik?"

".... m-m, AKU INI MAU TIDUR!"

Mile pun menyeringai tipis. "Tidur saja, kalau bisa?" tantangnya. "Memang nyaman begini? Nakal ya mengabaikan suamimu sepulang bekerja, padahal aku mengharapkan istri cantik dan senyum manisnya di rumah."

Apo Nattawin terdiam. Dia memandang Mile dan wajah tengilnya, antara kesal tapi juga terpesona.

Hei, bagaimana bisa aroma Mile tetap enak meskipun campur keringat?

Karena parfumnya sering berganti, Apo jadi termanjakan.

Plis, Nattawin. Yang kuat! Baru diterpa bau badan saja lemas! Cih!

"P-Phi Mile tidur sama dinding saja kalau sayang dinding ...." kata Apo, mulai mengajukan pembelaan. "Kalian cepatlah menikah, tukar cincin, kasih bunga, hamili dindingnya--ugh ... pokoknya aku tadi tidak salah!!"

Mile pun terkekeh-kekeh. "Iyaaa, memang istri mana di dunia ini yang mengaku salah?" katanya. "Cuma kurang tepat saja, Po. Soooo, nanti kirimkan fotonya pada Phi. Biar dicetak. Phi punya kenalan yang ahli dalam bidang ini."

Dada Apo langsung berdebar hebat. "Eh? P-Perutku dicetak?"

"Ya? Kalau perlu kita maternity photoshoot setiap bulan. Di studio. Biar bagus, aku ingin ikut foto juga. Sounds good?" tawar Mile. "Kehamilan istriku harus berhasil. Aku tidak merestui kegagalan si kecil ini, kita kawal dia sampai bulan ke sembilan nanti."

Seketika otak Apo membayangkan foto memakai baju kehamilan. Biasanya shoot ini menampakkan sisi samping perut ibu, sementara si ayah memeluk dari belakang. Tangan mereka akan melingkari pinggang ibu bersamaan. Angle samping. Malahan ada juga yang memakai dalaman saja, lingerie, atau telanjang bulat dengan bagian intim yang ditutup dengan buket--ish! GILA YA?! Apo tidak bermaksud sejauh itu!!!

"Tapi Phi--apa itu tidak berlebihan? Aku tadi kan cuma main-main. Mau lihat perkembangan baby saja ...."

"Yea, tapi bayi ini bukan sembarang bayi. Kau pikir sedang mengandung siapa?"

"...."

"Sekarang jangan marah, ya. Lusa pagi Phi Mile ada cuti. Kita foto-foto bersama mumpung ini bulan yang pertama."

"Serius Phi?"

"Ya, tentu. Kita beli album khusus juga untuk dia, Sayang. Biar dewasa nanti dia paham kalau disayangi." Mile pun menunduk untuk mengecup kening istrinya. Dia terlalu lelah berdebat, kalau pun iya, maka Mile harusnya hanya butuh waktu sebentar. ".... setuju kan?"

Apo pun mengangguk pelan. "Umn." Dia meremas bagian dalam selimut. "Kalau begitu maafkan aku juga Phi," pintanya. "Aku sering ngambek cuma karena hal-hal kecil. Aku hanya--"

".... hanya sedang haus perhatianku, Phi tahu," sela Mile. "Aku juga minta maaf sering terbagi fokus dengan banyak hal di luar sana, Sayang. Misal pekerjaan, masalah teman, hal-hal di luar rencana ...."

"...."

Kecupan Mile turun ke bibir istrinya perlahan-lahan. "Terima kasih telah mengingatkanku bahwa kalian berdua tetap yang terpenting ...."

Bersambung ....