KITTY PO 45

Sejak kejadian itu, Mile menemukan Apo Nattawin berubah lagi. Si manis berhenti menggunakan dialek Huahin, berhenti ngidam macam-macam, juga berhenti bicara padanya. Apo malu berat hingga tidak mau diganggu. Dia langsung baring usai mandi di hotel sewaan. Posisinya pun miring memunggungi Mile saat pura-pura tidur.

"Kau tahu itu tidak berpengaruh, Apo. Phi selalu tahu kau tersadar, atau benar-benar mimpi," bisik Mile dari belakang. Lelaki itu memeluk Apo sambil mengelus perutnya terus-menerus. Kadang dia menghidu tengkuk Apo hingga si empunya menepis risih.

"Ah, Phi Mile minggir," kata Apo tidak tahan. Mile sadar perbedaan reaksinya akhir-akhir ini. Mungkin satunya bawaan bayi "Kakak" dan satunya lagi bayi "adik."

"Kenapa? Kau mau kabur dari suamimu?"

"Bukan begitu."

"Lalu?"

"Kalau pun mau aku tidak pernah bisa, kan? Phi Mile jahat," kata Apo, mulai berani mengata sang suami. "Kalau bukan, terus apa namanya? Takut sekali waktu Phi masuk ke kandang singa. Benci ...." rewelnya mulai tidak ketulungan.

"Whyyy?" tanya Mile. "Kan kau sendiri yang mau. Phi Mile jadi serba salah."

"Tapi kalau kenapa-napa bagaimana," kata Apo. "Phi Mile bisa dimakan grawk-grawk terus tinggal tangan atau kepalanya. Aku lihat itu di film-film bioskop."

Mile Phakphum hanya tertawa. Dia pun bertanya apa mau Apo daripada makin pusing. Namun si manis justru bertanya padanya balik. Remaja itu bilang ingin menyiapkan hadiah pergantian tahun. Untuk momen istimewa dia harapkan ada selebrasi.

"Iya juga, lupa," kata Mile. "Sekarang Desember tanggal 31, huh? Berarti besok sudah tahun baru. Wah, jadi ramai dong bonbin-nya. Seru."

Apo justru menggeleng lalu menghadap dirinya. "Ini bukan soal bonbin, Phi. Liburnya selesai," katanya. "Tapi Phi Mile kerja tidak awal tahun baru? Jangan bilang iya lagi ...."

Mile pun langsung terpana. Sejujurnya dia belum mengecek bagaimana jadwal kerjanya yang baru, tapi Apo yang overthinking jelas membebani hati. Dia pun membelai lembut pipi ranum itu, mengecup keningnya. Namun Mile tidak ingin apa-apa lagi. "Kau, mini Kitty, dan adiknya sudah anugerah, Po. Hadiah paling hebat," katanya. "Tidak perlu persiapkan kado atau apapun untuk momen kali ini."

"Phi serius?"

"Ya."

"Tapi sebentar lagi ulang tahun Phi Mile juga. Banyak perayaan."

Mile terdiam sejenak. ".... sejujurnya aku versi dewasa hampir tidak pernah mengadakan pesta yang serius, kecuali makan-makan keluarga. That's enough."

"Tapi kan Phi Mile sekarang sudah punya aku, dulu tidak," kata Apo. "Sejak dua tahun lalu juga begitu, Phi selalu sibuk. Hanya saja waktu itu aku kan masih sekolah, punya kegiatan sendiri. Masak sih, sekali-kali tidak merayakan dengan benar, Phi? Aku ingin memberikan sesuatu untuk juga. Plis bilang ...." pintanya sambil menarik- baju depan Mile. "Aku kecil, tapi kan masih bisa berusaha." Apo Nattawin sungguh mendesak.

Ah, betapa menggemaskan istri remajanya ini.

"Oke, jadi jenis perayaan seperti apa yang kau mau?" tanya Mile. "Ala anak TK dengan potong kue? Mengudang circle-mu atau kerabat? Lalu aku yang setua ini ditepuki tangan?"

"Belum tahu ...."

"Ho ...." desah Mile. "Mengundang teman-temanku juga tak mungkin hanya untuk pesta ultah, Sayang. Kami terlalu sibuk dengan urusan yang lebih penting. It's take too much time. Orang dewasa seperti kami tidak butuh lagi hal-hal yang seperti itu."

"Jadi aku anak TK?" tanya Apo sedikit tersinggung. "Soalnya Phi Mile begitu terus waktu aku ultah. Phi-nya malah tidak pernah--"

"Shh, shh, shh, shh, shh, no problem," kata Mile sembari mengaruh telunjuk ke bibir Apo. "Kau kan memang masa-nya dapat perayaan, Sayang. Aku tidak. Umurku terlalu tua untuk huru-hara pesta. Nah, jadi jangan pernah kecil hati. Mau dapat hadiah, kado, pesta, jajan, menangis, menjerit, atau mengompol seperti tadi--upffff--!! Sempwhua itwhu awalah hakwhu."

"Phi Mile, diam!" Muka Apo langsung merah saat membekap mulut Mile. "Ish, sudah jangan bahas itu lagi. Tidak mau!"

"Hhh, hh, hhh, hh ...."

"Phi Mileeee!"

Mile Phakphum tetap terkekeh. Pada akhirnya malam itu ditutup dengan tidur panjang. Apo tidak mau mengganggu Mile lagi karena butuh istirahat sebelum menyetir lama. Si manis rupanya belajar dari kesalahan. Dia tidak ingin Mile terbenam dalam tidur seperti yang tadi pagi. Dia hanya lelap tenang seperti ketika berangkat.

Namun persoalan pesta ultah belum selesai. Diam-diam Apo masih berpikir soal itu bahkan saat tahun baru. Si manis boleh cipika-cipiki dengan keempat orangtuanya saat janji temu. Makan-makan. Buka kado tahun baru dan segala rangkaian acara keluarga sederhana. Bahkan Apo juga sering berfoto dengan koleksi rajutan Nee dan May untuk calon para bayinya. Dia tampak sangat bahagia, tidak lagi setelah tanggal 2 Mile berangkat kerja kembali.

[Apo: Masu, Masu. Aku ingin ngobrol sebentar padamu. Ini penting]

Karena itulah Apo memutuskan untuk mencari inspirasi. Dia rasa takkan bisa mendapatkan apapun hingga hari H-nya datang nanti. Hmm, tinggal 4 hari pula, tinggal hitung mundur.

[Masu: Apa, Po? Butuh bantuan ya?]

[Masu: Sebentar aku keluar GOR dulu biar tidak berisik. Kampus sedang latihan turnamen soalnya]

[Apo: Oke]

Sesaat kemudian Masu pun video call saja.

Sang sahabat lama duduk di bawah pohon dengan kursi panjang dari kayu. "Hai, calon Mama. Lagi sedih?" tanyanya, separuh menggoda. "Apa Phi Mile lagi mode jahat? Dia menusukmu sampai berdarah lagi atau bagaimana?"

Apo semakin murung mendengar hal itu. "Tidak sih, malahan Phi Mile belum itu sama aku sejak pulang dari dinas. Sudah lama ...." keluhnya. "Terus kemarin tidak mau merayakan ulang tahun. Mm, itu kira-kira kenapa, ya Masu? Phi Mile bosan sama aku kah? Kok menghindariku?Karena perutku jadi gendut, ya? Aku tidak cantik lagi?"

"Oh astaga, hei. Bukan begitu Apo Pottawin," kata Masu, secara ajaib sahabat Apo itu kedengaran lebih dewasa. Entah situasi macam apa yang membuat public speaking-nya berubah drastis. Dia bahkan tidak takut mengungkit nama kucing Apo di depan inkarnasinya. "Phi Mile pasti hanya sibuk. Ini new year, kan? Ngomong-ngomong selamat tahun 2021 untukmu. We've been through. All is well buatmu, Po. Sekarang bagaimana kita mendapat solusi. Kau butuh ide?"

"Umn, iya ...."

"Masu kok keren ya," batin Apo. Padahal perasaan mereka belum terpisah lama, hanya saja Masu sekarang sudah seperti manusia berbeda. "Aku jadi ketularan ingin cepat-cepat kuliah juga. Ah, maksudku sekolah naik pesawat. Tidak sabar ....!"

"Apa, ya ... hm, apa kau sudah pernah memancingnya? Kenapa tidak bungkus dirimu sendiri di dalam kardus saja? Kasih hiasan? Jangan lupa ada lubang ventilasi kecil untuk bernapas. Pakai baju seksi."

"Iiihhh, Masu ...." kata Apo langsung salah tingkah.

"Heee, serius. Ha ha ha ha!" tawa Masu. "Akhir-akhir ini aku sering nonton porno, Po. Kau tahu lah, yang belum menikah sepertiku tidak bisa sembarangan awikwik. Jadi, ya begitu. Beberapa dari mereka pakai kostum imut, dengan sex toys berbagai jenis dan penisnya dihiasi pita--kau tinggal online shop saja terus kirim ke rumahmu. Bagaimana?"

Muka Apo pun makin terbakar. "A-Apa-apaan sih, Masu. Ya ampun itu saran serius atau bukan?" tanyanya.

"Ya serius, lagipula suasananya masih natal. Pakai baju santa saja, tapi versi seksi yang pas badan. Kalau bisa perlihatkan kedua putingmu. Seperti bra wanita, tapi bagian itu malah dibuka. Don't struggle. Biar bisa langsung dihisap suami---"

"A-Astaga ...."

"Ha ha ha ha ha. Kan kau minta sendiri, barusan. Ya ku-request sekalian. Phi Mile pasti suka kok, Po. Semangat!" kata Masu, yang tampak menikmati obrolan di seberang sana.

Apo justru mengaku tak sanggup lagi. Dia masih takut membayangkan beli sex-toys karena bisa ketahuan. Percaya tak percaya si manis itu suka saran Masu, cukup masuk akal. Masu sendiri tidak segan menawarkan jasa pesan merchant.

"Ya sudah ku check-out-kan sekarang juga. Gampang Po. Aku kan di kosan sendiri. Nanti baru kukirim ke rumahmu semua. Jadi satu, bagaimana?" tawar Masu, mendadak setan, tapi Apo tidak kepikiran hal lain.

"U-Umn, boleh. Tapi yang memasukkan aku ke kardus siapa? Kau juga?" tanya Apo, dengan bola mata kesana kemari. Dia sungguh terlihat gelisah. Debar jantungnya gila tapi Masu tidak tahu itu.

"Ya boleh, tapi ultah Phi Mile-nya tanggal berapa dulu, coba?" tanya Masu sambil terkikik. "Kita bisa bikin drama kau diculik, tapi Phi Mile dapat kejutan di hari lahir. Seru kan?"

"Uuu, mau ...." kata Apo antusias. Dadanya sudah berdebar kencang sedari tadi. "Eh, tapi bungkusnya tidak di rumahku dong? Nanti ketahuan."

"Ho, kau benar."

"Bagaimana kalau aku pamit main saja? Nanti minta jemput Phi Mile kalau mau pulang," kata Apo, yang otaknya ikutan menjadi encer. "Mn, itu cuma pura-pura kan? Tidak betul-betul main? Aku bantu menempel kertas kadonya kalau ukuran kardus terlalu besar."

"Iyes. Mantap."

"Xixixixi," kikik Apo. "Kalau begitu 5 Januari pagi, bagaimana? Kau bisa?" tanyanya.

"Sebentar kulihat jadwalku dulu. Hm ..." gumam Masu.

Apo pun ketar-ketire menunggu jawaban. Perlahan Masu membuka PDF di dalam ponsel kecilnyaya, dia tersenyum karena tanggal itu kebetulan kosong. "Bagaimana, Masu? Jadi?" tanyanya.

"Hh, hh. Tentu saja, Po. This is Phi Mile's lucky day ....." kata Masu sambil menyeringai. "Tapi menurutku kau pamitnya tanggal 4 saja. Biar tidak curiga. Jadi menghilang 1 malam biar Phi Mile mencarimu."

"Eehhhhhh."

"Tinggalkan ponselmu di rumah saja, Po. Jangan mau dihubungi. Kau pakai punyaku kalau manti menelpon. Tinggal tuutss, halo?" kata Masu mencontohkan. "Lagipula kalau kau pakai baju seksi, bukannya Phi Mile langsung datang, ya? Ha ha ha," imbuh Masu sangat yakin. "Ya jelas unboxing kadonya jangan sampai di tempat umum, Po. Mungkin kita harus sewa villa atau apa. Biar enak. So, setelah tugasku selesai aku akan tinggalkan kalian. Wkwk."

Ini bener-bener skenario di luar semesta. Apo tidak habis pikir!! Tapi anehnya di saat yang sama Apo juga ingin rencana ini terealisasi.

"Siap!"

Remaja itu pun betul-betul pergi seperti alur, Mile tidak curiga. Toh lelaki itu ribut sendiri di kantor. Apo akan memukulnya kalau lupa janji meluangkan waktu untuk hari ultah, dia pun diantar Newyear yang diajak kongkalikong juga (pokoknya sopir itu tidak boleh membocorkan rahasia apapun!).

"Haaa, ya ampun banyak."

Sehari sebelum acara. Apo pun kaget di villa sewaan dia membuka paper bag hitam. Sebab isinya sex-toys betulan dan Masu tidak sendiri. Dia membawa Jeffsatur yang rupanya mengakui sebuah faktar besar.

"Keberatan aku membawa dia ke sini? Biar ada teman," tanya Masu.

"Tidak sih, hanya saja ... kok--"

"Aku pernah pakai begituan beberapa, ck. Jangan banyak tanya lah. Malu," sela Jeff langsung kelabakan. "Soalnya Phi Jirayu itu kalem, tapi suka aneh kalau hubungan di ranjang. Aku kan jadi--arrggggggghh! Stress."

Masu dan Apo malah saling berpandangan.

"A-Ahhh, serius?" tanya Apo.

Masu justru tertawa geli. Dia sadar di Apo ketinggalan tahu soal sisi gelap kehidupan kampus. Remaja itu memang perlu diajak kriminal lagi sekali-kali.

"Yea, tenang saja," kata Masu. "Biar Jeff beri kisi-kisi cara memakainya, tapi tidak harus dipakai yang penting kalian berdua senang. Good luck ya."

"U-Ugh, mm ...." gumam Apo agak gugup. Dia pun masuk ke kardus seukuran motor itu. Tentunya setelah memakai baju seksi seperti rencana. Masu dan Jeff tidak lupa memberikan lubang kecil agar si manis bisa bernapas. Itu adalah pukul 9 malam dimana Mile akan ditelpon untuk perjalanan menjemput. "Bilang ya kalau Phi Mile-nya sudah otiway," katanya sebelum dibungkus. "Xixixi, aku tetap bawa iPad kok biar tahu situasi di luar sana. Thank you, Masu, Jeff."

"It's okay. Sip," kata Masu sebelum menutup kado Apo dengan rapi.

"Iya tapi jangan lupa hadir di resepsiku loh, Po. Tinggal sebentar, jadi sempatkan," ancam Jeff, seolah-olah Apo tidak akan bisa melihatnya menikah.

"Okeeeeeee!!!" sahut si manis di dalam sana.

Masu dan Jeff pun sangat terhibur, pasalnya si manis masih amat inosen untuk dikerjai. Mereka pun tidak menyangka Apo mau-mau saja. Lalu keluar villa dengan untuk bersiap menonton drama--ehem, kan kalau Mile lama tidak keluar sudah bisa dibayangkan mereka bercinta.

"Ha ha ha ha ha! Seru sekali ternyata! Aku tidak menyangka Apo masih sepolos itu, padahal sudah hamil hampir 5 bulan lho. Tidak berubah, ya? Ya ampun. Agaknya aku khawatir kalau dia terlalu lama tidak bergaul," kata Jeff sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam saku. Dia melenggang bersama Masu keluar gerbang villa. Dengan santainya mereka berdua jogging singkat untuk menuju ke kafe terdekat.

"Ya, sedikit," kata Masu. "Apalagi sejak menikah dia satu-satunya yang masih muda. Pasti dimanjakan orangtuanya, dimanjakan lagi oleh suaminya, belum sama mertuanya. Terus uang tidak perlu banyak berpikir. Hello, guys. Sudah bisa kubayangkan dia akan lama tak berkembang dan susah dewasa."

"Setuju," timpal Jeff. "Tapi kan tak masalah kalau ide tadi mendekatkan hubungan mereka. Ha ha ha. Apo juga kelihatannya sangat senang. Kita sudah membantunya hari ini."

"Correct," timpal Masu sebelum menujuk kafe. "Oh iya, mau pesan kopi di depan sana?"

"Tentu," kata Jeff. ".... ehem, tapi kau betulan memberikan ponsel kepadanya?"

"Ya? Begitulah. Apo kan cuma meminjam sampai besok. Kan kalau iPad isinya masih WhatsApp web miliknya sendiri."

"Ha ha ha, oke paham," kata Jeff. "Pasti sekarang dia sedang telepon suaminya. Shit--sisi jeleknya aku pun tidak lama lagi menjadi istrinya orang, seperti Apo."

Masu pun mengeteki Jeffsatur yang gagal sok keren. Sambil membagi tawa kedua remaja itu bercanda sepanjang jalan.

Ah, benar-benar suasana yang ramah sekali. Tidak ada halangan.

Hanya saja keduanya tidak tahu diikuti tiga orang. Sibuk mengobrol. Mereka mengincar kunci mobil di saku Jeff yang gantungannya agak mencuat keluar.

"Satu, dua, tiga ....!" bisik mereka bertiga sebelum menyergap Masu dan Jeff dengan sapu tangan bius.

"MPFFFTT! MPFFT!! MPFFF!!"

"MPFFFTT! MPFFT!! MPFFF!!"

Kedua mahasiswa itu pun meraung-raung. Mereka perlahan pingsan. Lantas kunci mobil itu diambil begitu saja dengan tubuh yang dibiarkan teronggok di pinggir jalan.

"Sudah, ayo pergi!" ajak para pelaku perampokan itu.

"Ayo!"

"Mobil bocah ini memangnya yang mana? Yang merah?"

"Bukan, bukan ... yang putih. Aku yakin karena pagi ini cuma dia yang ikut masuk ke tempat parkir!"

"Oke."

"Tapi satunya lagi tidak bawa kendaraan?"

"Tidak deh, kelihatannya. Coba cek-cek dulu bagaimana dengan ponsel. Bawa sekalian! Kita akan pesta tahun baru!"

"Sip! Ketemu satu!"

"Bagus."

"Satunya lagi bagaimana?"

"Ck, yang satu ini kemungkinan miskin. Dari tadi tidak membawa apapun," sahut yang terakhir sambil menendangi kaki Masu.

Gerombolan itu pun akhirnya pergi. Mereka menjauh sambil menyetir mobil keluar. Merea sama sekali luput dengan Apo Nattawin yang sibuk terkikik di kotak kado. "Xixixixi, halo Phi Mile?" panggilnya.

"Iya, Sayang? Phi baru saja selesai kerja. Lagi dimana? Dekat atau jauh dari kantor? Kok pakai nomornya orang?"

Di tengah gelapnya ruang kado, wajah Apo pun tersoroti lampu layar iPad-nya. Dia siap-siap memutar lagu selamat ultah, sambil menggenggam ponsel Masu dia senyum-senyum untuk memberi kejutan.

"Dekat kok Phi. Dekat banget. Aku lagi di Grand City Locia Area. Villa mawar. He he. Tadi kan staycation bareng teman-teman. Batreiku habis, jadi pinjam punya Masu dulu," kata Apo mulai bersandiwara. "Umn, kalau begitu Phi Mile bisa tidak menjemputku sekarang? Sini, sini ...." pintanya dengan nada teramat manis.

Mile Phakphum pun tersenyum di seberang sana. Lelahnya terasa hilang. Padahal kakinya baru sampai di parkiran. "Tentu saja, Sayang. Tunggu ya," katanya sambil melonggarkan dasi. "Aku beli jajan dulu untukmu di toko. Dengar-dengar dari karyawan tadi ada varian baru untuk pancake hujan. Mau tidak?"

"Mau ....."

"Good wife, Phi Mile otw ke sana sekarang."

"Siaaaaaap!"

Sambungan telepon mereka pun putus. Apo tiduran di dalam kardus dengan main game masak memasak. Dia menghapalkan banyak resep baru selagi sang suami dalam perjalanan. "Uuu, selamat ulang tahun, Phi Mile," gumamnya. "Hati-hati selama di jalan ...."

Bersambung ....