KITTY PO 47

Sebagai Gen-Z, Apo mengenal banyak istilah sosmed seperti insecure, love bomb, green flag, red flag, possesive, gaslighting, insulting, bellitling, abusive, manipulative, guilt tripping, bullying, age gap, dan lain-lain. Dia aktif stalking akun idol seperti umumnya remaja, walau tidak bisa disebut keranjingan juga. Apo lebih suka menikmati karya, daripada kabar berita sang idol. Maka jika kau bertanya apakah dia fans garis keras, mungkin 50:50. Si manis tidak bodoh, dan jangan lupakan dialah sang juara 1 saat kelulusan. Namun kadang, semakin cerdas seseorang semakin mudah overthinking juga (benar tidak?).

Apakah Mile tidak sayang kepadanya lagi? Apakah Mile kecantol janda seksi ketika bekerja? Apakah bobotnya yang naik mengurangi tingkat kecantikan paripurna? Daripada malu, Apo lebih menyebut dirinya insecure dengan saingan yang tak pernah ada jelasnya. Sang ibu benar soal Mile itu lelaki yang langka, Apo pun merasa tak boleh melepaskannya sampai kapan pun. (Jadi tak tak masalah kan sesekali menggoda dengan pakaian haram? Tapi lihat, faktanya kemarin Apo tertolak secara mentah-mentah.

Apo jadi makin tak percaya diri. Dia benci dengan segala hal tentang kejadian dalam villa. Si manis malu berat karena sudah "jual" badan, tapi berakhir tidur tanpa seks. Dia pun menghindari Mile sejak pagi itu, bukannya tidak cinta, tapi takut Mile sebal kalau melihat mukanya.

Umn, semalam dicium saja Apo tak berani membalas. Dia hanya diam di pelukan Mile, tak bergerak. Sampai-sampai dapat keram leher ringan, tapi bagi Apo itu lebih baik. Dia hanya tidak ingin dimarahi lagi. Itu sakit. Apapun akan dia lakukan asal emosi Mile mereda.

"Selamat pagi, Tuan Natta," sapa seorang pelayan. "Wah, tumben sekali sudah bangun. Habis mandi lagi. Mau jalan-jalan ya dengan Tuan Mile?"

"Tidak kok." Apo duduk di kursi makan sambil menyeret kotakan susu. "Cuma lagi lapar saja. Baby mau. Oh, iya Masu dan Jeff masih tidur?" tanyanya.

"Masih, Tuan Natta. Ini kan baru jam 6."

Apo pun menikmati susunya. Baru kali ini dia melihat para pelayan aktif dan ribut bekerja. Mereka pasti bangun lebih pagi lagi, mungkin jam 4. Karena harus mandi bersih, ganti seragam khusus, baru mulai bersih-bersih heboh. Kediaman Keluarga Romsaithong memang sangat besar. Wajar bila mereka harus rajin setiap hari. Ada yang sedang menyapu, mengepel, membuang sampah, membuka tirai balkon, menata sandal dan sepatu, mencuci piring, menjemur baju, memasak, menyetrika, merapikan isi lemari, menyiram bunga, mematikan semua lampu karena matahari mulai terbit, dan masih banyak lainnya. Sebagai istri cilik dan tunggal, hanya dengan melihat pun Apo sudah pusing sendiri. Dia kepikiran bagaimana pendapat Masu dan Jeff nanti. Kalau mereka marah juga siap-siap tisu saja.

"Apo," panggil Masu. Di sebelahnya ada Jeff yang mukanya begitu syok. Dari ponsel Masu, kekasihnya Jirayu pasti sudah titip pesan. Oh, berarti apa yang terjadi kemarin pun sampai ke telinga mereka.

"Iya?"

"Kami boleh ikutan duduk di sana?" tanya Masu. "Maksudku, setelah menginap dan dipinjami bajumu begini."

Mereka berdua juga tampak sudah mandi.

"Oh, tentu. Sini, sini ...." kata Apo, walau dalam hati sudah deg-degan tidak karuan.

Apo pun memainkan kotak tisu dengan jemarinya, dia tidak sadar terkena anxiety meski golongannya masih ringan.

"Sebenarnya aku dan Jeff sangat marah. Kami kesal," kata Masu. "Kami ingin memaki dirimu untuk melampiaskan banyak hal. Tapi mungkin itu agak keterlaluan. Ya, tidak ada yang tahu juga kenapa ada jambret tiba-tiba."

"Dan dariku sebenarnya iri juga dengan Masu. Ponselnya aman karena kau bawa di dalam villa. Punyaku yang hilang semua. Aku butuh korban untuk dimarahi," sahut Jeff. "Aku di sini pun takut Phi Jirayu kecewa. Baru dikasih mobil, tapi ternyata belum bisa jaga. Mungkin lain kali aku harus belajar bela diri bukannya amukan."

"Tadi pagi Phi Jirayu video call kami, dia agak marah," timpal Masu menjelaskan situasi bersamaan. "Ini apa adanya lho, Apo. Kami hanya ingi bicara denganmu biar sama-sama tahu."

"Ya, karena dia menabung dulu untuk memberiku hadiah. Tidak lama sih, tapi cukup effort juga. Phi kan kaya, walau belum selevel dengan suamimu," sahut Jeff. "Aku minta maaf padanya berkali-kali."

"Yups, dan untungnya Phi Mile membantu kita semalam. Sangat cepat. Phi Jirayu juga  tidak tidur karena dalam perjalanan. Dia menuju kemari untuk menjemput, sambil memantau situasi penyelidikan langsung," kata Masu. "Dengar-dengar sih si pelaku sudah mulai kelihatan jejaknya, Po. Cuman belum ketemu betulan. Dia ilang-ilangan karena kata polisi mobil Jeff sudah dijual. Ponselnya juga. Itu jenis kejahatan terencana sih. Mereka sudah punya calon pembeli sebelum mulai menjambret. Apa mungkin berupa calo atau apa. Tapi intinya kami kemari bukan karena itu. Kami minta maaf."

"Eh?" kaget Apo, yang perutnya sudah tegang, tapi kini jadi bingung. "Maksudnya apa, ya, Su? Kok malah meminta maaf?" Ekspresi si manis terlihat lucu sekali.

"Ya, pokoknya begitu karena kami semalam menggosipkanmu," jelas Jeff. "Cukup kasar, Po. Aku bilang kau sangat kekanakan dan kenapa tidak kuliah. Aku jujur heran apa juara 1-mu dulu itu gimmick, karena selevelmu harusnya tidak tertinggal seperti Nodt dan yang lain. I mean, aku saja berani kuliah, walaupun mau menikah. So, kenapa kau tidak begitu? Apa kau sudah terlalu nyaman di sini? Jadi istri orang? Oh, benar juga Phi Mile sudah konglomerat."

"So do I'm, yang sebenarnya iri padamu. Apologize, Po," kata Masu. "Aku kadang jengkel kenapa harus kuliah untuk dapat kerjaan bagus di masa depan. Sementara kau enak-enak duduk cantik sudah mendapatkan uang. Tinggal menadah uang ke suami, kan? Bahkan bisa bagi-bagi juga. Aku kesal karena kita selalu menjadi sahabat baik, tapi nasib kita ternyata beda jauh sekali. Oh, kau tahu? Sejak wisuda anak-anak BT sebenarnya ada yang iri juga denganmu, bahkan ada yang merasa tersaingi seperti Iwin. Tapi karena kau teman kami sedari dulu, ya sudah. Kami tetap merangkulmu sebagai teman karena tidak punya pilihan untuk menyakiti (ya jangan sampai lah) Apalagi kalau di depan matamu. Paling tidak julid ya tetap harus di belakang biar kau kau tak sakit hati. Jadi, ya ... pokoknya sorry belum jadi sahabat yang baik. Kami salah, padahal kau sebaik ini."

"Aku juga benar-benar minta maaf, Po. Ternyata kami belum bisa jadi circle yang 100% support padamu. Kami hanya kesal," tambah Jeff. "Karena di saat kami capek memikirkan tugas kampus, kau justru merengek minta ditemani main cuma karena kesepian. Well, maksudku menurut kami (yang kuliah) itu sepele. Kami juga dibebani banyak project dari pak dekan. Dibebani target saingan fakultas di sana-sini. Tapi kau malah masih bisa manja dan bertingkah seperti bocah. Hm, inner child kami pun meronta-ronta--kalau kata komen netizen di TikTok. Kau pasti paham apa maksudku, kan? Apo, aku benar-benar salah."

Si manis pun tidak menyangka. Namun Apo kaget bukan karena kecewa. Lebih karena heran, sih. Serius. Padahal circle kelihatan baik-baik saja. Tapi kalau sudah jauh begini rasanya wajar. Mana sudah pencar-pencar pula. Yang lain mungkin sudah lupa pernah julid karena jarak mereka cukup jauh, beda dengan Masu dan Jeff selaku pihak yang sering Apo repoti.

Perjalanan Bangkok ke Kalasin habis 7 jam-an pula, plus Apo yang minta dijemput dengan alasan tak boleh terlalu capek. Ah, Masu dan Jeff pasti sudah memendam ini sedari lama.

"Oww, kalau begitu aku juga minta maaf," kata Apo, meski mentalnya agak terguncang. "Aku tidak bermaksud flexing kepada kalian kok, sumpah. Aku hanya ... umn ...  aku benar-benar tidak tahu mau main dengan siapa," jelasnya. "Phi Mile melarangku melakukan pekerjaan, karena setelah menikah aku langsung hamil. Dan di sini juga orangnya dewasa semua, Jeff, Su. Semuanya sibuk kerja termasuk pelayan. Mengganggu mereka terus juga membuat semua sebal padaku. Ugh ... aku harap cuma begini sampai baby-baby lahir. Aku mau melakukan sesuatu juga ...." Bola mata Apo mulai berkaca-kaca. "Tapi kok lama sekali, ya. Aku menunggu. Padahal 9 bulan harusnya tidak begininya. Ini malah baru 4 bulan. Nak teman ...." Si manis mengusap matanya yang mulai basah.  "Sorry juga kalau kesepianku merepotkan kalian. Aku janji tidak begini kalau Dede-dede Ayi sudah lahir. Aku akan melipat waktunya kalau pun bisa. Aku kangen kepada semua orang ...."

Masu pun segera beranjak untuk memeluk si manis. "Apo ...."

Jeff malah ikut-ikutan meneteskan air mata. Duh dasar aku ternyata cengeng juga. "Apo, bilangnya jangan begitu. Kami tidak bermaksud emosi padamu." Dia lantas memeluk di sisi yang kiri.

"Huhu ... hiks ...." Apo meremas baju Masu dan Jeff dengan jari-jemarinya. "Aku sudah memaafkan kalian kok--hiks ... t-tapi bisa tidak maafkan aku juga? Hiks, hiks ... tolong maaf, aku jangan dimarahi lagi, hiks ... aku masih takut sama Phi Mile ... hiks ... Phi Mile seram kalau marah, tahu. Sudah seperti Papa dan Mama. Hiks ... bagaimana kalau Papa sama Mama tahu soal ini---umm ... Mama pasti lebih marah daripada pas kena begal dulu. Ndak mau diteriaki lagi. Kepingin sembunyi ...."

Pelukan Masu dan Jeff pun semakin erat. Mereka mengelus-elus Apo agar tenang, tanpa tahu adegan itu dilihat Mile sedari tadi. Si tunggal Romsaithong sempat hendak turun tangga (tapi tidak jadi). Dia justru hanya menyimak agar deep-talk ketiganya tidak terganggu. "Astaga, Pooo ... jadi karena itu kau menghilang tadi pagi?" batinnya. "Aku harus apa agar tidak ditakuti olehmu lagi?"

Setelah sarapan dalam kecanggungan, Masu dan Jeff pun dijemput Jirayu pulang. Meski penampilannya segar, tapi kentara semalaman Jirayu tak tidur. Calon suami Jeff itu menyapa Mile singkat.

"Halo, Phi. Trims ya, sudah mengurus Jeff tadi malam. Mulai dari sini kuambil alih urusan dia. Masu juga."

"Sama-sama." Mile menepuki bahu Jirayu.

"Namanya insiden siapa yang tahu. Kabari aku kalau ada kelanjutan kabar. So, kalau mobilnya kenapa-napa, aku masih punya kenalan baik untuk jadi pengacara kalian. Minimal pelakunya bisa ketemu."

"Oke."

"Soal denda, pikirkan belakangan saja. Optimis."

"Hm," angguk Jirayu. Dia pun merangkul sang calon istri masuk ke mobil. Masu sendiri memeluk Apo sebelum pamitan. "Ayo, Su. Kau juga."

"Ya, tunggu sebentar ....!" kata Masu, lalu membisiki Apo agar tetap curhat padanya, kalau sedang sedih. Setidaknya bisa dibalas kalau sudah ada waktu, mereka sama-sama bersyukur masalah di balik punggung sudah selesai dengan saling memaafkan. "Terus soal Phi Mile jangan patah semangat. Tendang saja titidnya kalau marah lagi, oke?"

"Umn."

Apo pun tertawa kecil, tapi malu lagi saat dilirik Mile Phakphum. Ketegangannya datang saat Masu dan Jeff sudah hilang di balik gerbang. Dia mau pergi tapi tangannya ditangkap Mile.

"Mau kemana, Sayang?"

"Ahh ... a-anu aku mau main sama Snowwy?"

"Snowwy kan berangkat grooming pas kita sarapan. Lupa, ya?"

"Umm ...."

"Atau mau kabur dari Phi Mile? Kenapa?" tanya Mile pura-pura tidak peka. Apo pun melotot karena Mile memutar badannya. Dia mundur, tapi Mile menariknya agar dekat. Lelaki itu meremas jemari Apo sambil berjongkok. Bibirnya mengecup di sana demi merasakan getaran dingin pada bagian telapak--the hell! Apo tremor, damn it! Batinnya langsung ketar-ketir. "Phi memang semenakutkan itu, ya? Pardon me? Semalam memang agak di luar kendali."

Hati mungil Apo langsung tersentil sensitif.

"Phi Mile ...." desahnya dengan suara yang goyang. "Phi Mile kayak monster kalau lagi marah. Hiks ... Phi Mile jahat ...." Si manis pun membuat Mile tertegun. Dia tampak mau kabur terus. Apalagi Rom dan Nee tadi malam pergi mengunjungi acara di Chiangmai, belum pulang. Apo merasa sama sekali tidak punya pembelaan. Habis sudah dia kalau Mile masih jengkel. "Phi aku nak pulang ke Huahin saja kalau Phi-nya masih marah. Di sini angker kayak rumah hantu ...." Dialek khas-nya mulai keluar lagi.

"Ya ampun sampai sebegitunya ... no, no, no!" batin Mile. "Ini tidak bisa dibiarkan."

"Bukan kok, Sayang. Phi Mile tidak marah lagi. Jangan pulang ya?" pinta Mile dengan tatapan melembut. Dia mendongak demi melihat ekspresi Apo lebih jelas. Hanya dengan begitu hati terkerasnya bisa makin cair. "Enak di sini kita main-main. Phi kan lagi libur kerja masak malah ditinggal. Ini juga ulang tahunku."

"Umm, nda mau ...."

"Apo, Sayang ...." Mile meraih pipi mulus Apo untuk mengusap air matanya. "Jangan nakal, ah. Ngambek-nya bikin Phi Mile sedih. Bagaimana kalau kita jalan-jalan? Terus belanja?"

Itu terus, Apo kan sudah biasa ....

"Hiks, nda mau ....."

Si manis tetap menggeleng. Perasaannya sudah terlanjur terluka. Mile pun memutar otak kembali agar dapat jalan keluar yang bagus.

"Hmm, atau pesta yang semalam Phi ganti sekarang? Soalnya itu memang sangat indah, Phi akui. Tapi situasinya saja yang tidak mendukung," kata Mike. "Bisa kok kalau mau dekorasi ulang. Cuma buat kita berdua kan? Phi akan tiup balonnya sendiri, bungkus kadonya sendiri, atau bikin kue-nya sendiri--sepertimu. Walau hasilnya tak akan bagus. Mungkin juga tidak layak makan. Tapi Phi Mile kan bisa berusaha juga. Bagaimana?"

"Unnggg ... tapi kan kita kenyang habis makan. Tidak enak ...." kata Apo, sangat realistis. "Lagipula kurang seru kalau sudah ketahuan. Kesaaaaallll ...."

Oke?

Tiga jenis love language sudah tertolak. Word of affirmation gagal, act of service gagal, gift gagal--kini tinggal quality time dan physical touch. Mile rasa belajar bahasa cinta ternyata ada untungnya. Dia menebak Apo butuh perhatian, tapi jarang mendapatkannya akhir-akhir ini. Ya Tuhan, gemasnya. Si manis pasti rindu sekali padanya--sampai bertingkah. Kejutan pesta ulang tahun pun hanya skenario belaka. Mile melihatnya dengan jelas karena pakaian Apo terbuka. Dia ingin sentuhan dan waktu berdua, tapi kesalahan Mile tidak memberikan semua itu semalam.

"Sayang, dengar ...." kata Mile sambil menahan senyum. "Bagaimana kalau kugendong ke kamar saja? Paling dekat."

"E-Eh?" kaget Apo, yang langsung berdebar di tengah isakan.

"Phi pun kangen sekali padamu, Cantik. Same here. Bukankah semalam di telepon mau digendong?" ungkit Mile sambil menyeringai. "Tapi maaf lho otak tua-ku kadang pikun kalau ada banyak urusan. Aku bukan tipe yang bisa mengerjakan banyak tugas di waktu yang sama, Po.  Kalau pun task menumpuk, maka harus selesai satu per satu. Serius jangan pulang ya hari ini ...." rayunya. "Nanti tidak jadi lovey-dovey."

Tangisan Apo pun semakin kencang. Si manis malu berat, tapi menyeruduk Mile dengan pelukan. Dia menjambaki baju sang suami seperti kucing yang mencakar tidak betulan. "Kesalll, kesalll, kesallll ...." protesnya, yang membuat Mile tertawa. Lelaki itu pun membopong Apo segera. Naik tangga. Dia menendang pintu kamar ke belakang, sebelum mencium si manis hingga tangisnya berhenti.

Bersambung ....