KITTY PO 61

Lima bulan yang menyakitkan.

Sedetik pun Apo tak pernah menyangka akan menghadapi fase itu, karena Mile yang dihiasi senyum merupakan tempat paling teduh untuknya. Apo akan berlari kepada Mile saat butuh perlindungan dan cinta. Namun, dia kehausan karena tidak mendapatkannya begitu lama. Apo memupuk harapan dalam angan-angan bocahnya, dia sudah layu saat ditepuk lembut sang ibu mertua. Nee membisiki kata-kata yang sempat tak Apo pahami. Pandangannya buram. Rasa kantuk menyerang hebat karena kelelahan jiwa dan raga. Apo berkedip-kedip dengan mata berbayang. Bibirnya pucat. Begitu pun sang suami yang baru bangun.

Mile menatap langit-langit dengan pandangan yang kosong, tubuhnya lemas, menggerakkan jari saja hampir tak bisa. Lelaki itu dibebaskan dari selang dan ventilator. Infusnya masih. Namun wajah Mile kotor karena kumis dan jenggot yang tumbuh lebat. Kini Mile lebih seperti Hagrid dalam Harry Potter daripada CEO novel, tetapi versi kurusnya. Otot-otot Mile terkuras karena lara tak manusiawi. Begitu pun dengan si manis. Keduanya bingung dalam beberapa detik. Berusaha sadar. Kemudian saling menatap.

Mile menoleh, Apo mengangkat wajahnya. Pasangan itu seperti melihat orang asing karena belum pernah tampak seburuk itu.

"Mnn, nngh ... mnn, nn! Nn!"

"Oeeee! Oeeeeee! Oeeeeeeeee!"

Keduanya disentakkan ocehan Sammy di ranjang bayi, atau Katty yang mengompol dalam gendongan babysitter-nya. Sammy berusaha tengkurap, sementara Katty  menjerit histeris. Rupanya dia eek lagi, padahal belum lewat 5 menit. Baby prematur itu baru melewati usia koreksi. Mile pun pindah-pindah fokus karena hatinya memberat. Mulai Apo, Sammy, dan Katty. Lelaki itu meneteskan air mata bertepatan Apo nyaris terjungkal dari kursi rodanya.

"Phi Mile--"

"Apo--"

Suara siku terhantam pondasi ranjang.

"Awassss!!"

"Tuan Natta, tolong pelan-pelan--!"

Kaki fraktur Apo sulit diajak kompromi. Namun si manis bangkit lagi untuk menabrak peluk orang yang paling dia rindukan. Pasangan itu menangis bersama raungan bayi-bayi yang menghiasi kamar. Mile dan Apo mencengkeram satu sama lain dengan raut paling ketakutan dalam seumur kehidupan mereka. Ruangan itu pecah oleh berbagai suara luka. Apo berteriak. Mile berteriak. Kulit Sammy dan Katty berubah merah karena lengkingan yang makin tinggi. "Phi Mile-- hiks ... hiks, hiks, hiks ... P-Phi Mile, ini benar Phi kan? Phi jangan pernah pergi lagi, Phi---ugh, uhuk-uhuk--sayangnya Apo ... hiks, hiks ... Phi Mile ...."

"Apo, bagaimana kondisi kalian semua? S-Selamat? Ya Tuhan ... Ya Tuhan ... Aku ini--hksss--aku benar-benar brengsek tidak berada di sana. Sayang, benar kan kalian baik-baik saja?"

Mile mencakar baju Apo karena otaknya masih di lorong rumah sakit waktu itu.

Nee pun bingung menghadapi situasi ruangan. Dia menggendong Sammy dari ranjang bayi, tapi wajahnya justru dipukul tinjuan-tinjuan kecil sang cucu. "Oeeeeee!! Oeee!! Oeeeeeeee!! Oeeee!! Oeeeeeeeeee!!"

Katty mengamuk saat popoknya diodel lagi. Baby itu menendang-nendang dan menampik sarung tangannya sebelum diganti. Sarung tersebut terlempar jauh padahal menempel di jemari mungilnya. Katty marah hingga didekatkan kepada orangtuanya yang masih berpeluk. Sammy pun digendong Apo, sementara Mile menerima sang adik jelita. Keluarga kecil itu secara resmi berkumpul untuk pertama kalinya.

"Oeeeeeee!! Oeeeee!! Oeeeee!! Oeeee!!"

"Oeeeeeee!! Oeeeee!! Oeeeee!! Oeeee!!"

Bayi-bayi drama itu menggeliat heboh dalam pelukan yang aman. Apo menunjukkan senyum bahagia kepada Mile setelah berjuang begitu keras. "Selamat, Phi. Selamat--hiks ... ya ampun, lihat, Sammy-nya gendut sekali. Ha ha ha ha ha ha ...." tawanya dengan raut tak karu-karuan. Mata Apo berair, hidung meler, bibir merah nan membengkak karena emosional--Mile sendiri langsung menciumi Katty, Sammy, dan Apo gantian.

"Oh, ya ampun. Sayangnya Daddy ... Sayangnya Daddy ...." Romsaithong itu mengulanginya berkali-kali. Siapa pun yang di dalam kamar tertular haru karenanya. Baik Nee, babysitter, dan pelayan bingung berekspresi. Mereka menangis, tapi mengucapkan syukur atas kejadian ini.

"Selamat, Tuan Mile."

"Selamat, Tuan Natta."

"Selamat, Sayang ...."

"Astaga, selamat ....!!!"

"Eh! Eh! Ada apa itu?"

"Tuan Mile betulan bangun?"

"Mau lihat! Mau lihat!"

"Mau lihat juga! Minggir!"

"Aku! Aku!"

"Aku juga minta ruangan sedikit!"

"Sesak, dasar gila!"

"Rasanya seperti keajaiban!"

"Pintu ini tidak muat untuk kita semua!"

Sepenjuru Kediaman Romsaithong pun ricuh oleh kabar baik hari itu. Sebab Nee sigap menghubungkan Songkit yang terjebak meeting dalam kantor. Man dan May juga berangkat kilat dari Huahin menuju Kalasin. Newyear bahkan melepaskan ponsel di tengah push-rank padahal sempat menikmati masa tidak menyopir seperti dulu. Mereka menjenguk yang bersangkutan hingga jam 10 malam, bercipika-cipiki, lalu merencanakan acara makan dengan mengundang keluarga besar Romsaithong dan Wattanagitiphat.

Keinginan Apo tidur seranjang dengan Mile, juga bayi-bayi mereka yang belajar mengoceh kini terlaksana. Mereka seperti saling jatuh cinta untuk ketiga kalinya setelah memiliki waktu berempat. Dalam piama biru yang sama, cengiran serupa, dan Mile versi cukuran kembali lagi (Apo belum pernah sebahagia itu saat mengelus bekas bersih-bersih Mile pada dagunya). "Phi Mile masih ... umn, m-masih yang paling ganteng kok. Ha ha ha ha," pujinya malu. "Mulai besok aku akan masak banyak-banyak lagi biar kita semangat makannya."

"No, Apo. Tidak perlu, bagaimana dengan kondisi kakimu? Phi tidak mau kalau kau--"

"Ihhh, Phi Mile! Aku bisa! Buat Phi bisa!" kata Apo berapi-api.

Mile tak bisa tak meneteskan air mata lagi, padahal bibirnya tersenyum karena yang Apo lakukan telah membuktikannya. Si manis pasti melalui hal gila selama dirinya tidur, tapi waktu perpisahan itu telah menghapus memori dan menyembuhkan di saat yang sama. Mile senang dinyatakan Dokter Karn stabil tadi sore. Infusnya boleh dilepas, tapi masih dilarang bekerja hingga nyaris sebulan. Dia menyesali momen Sammy dan Katty bertumbuh selama ini. Mile melihat album-album foto bayi yang disiapkan Nee sambil ditemani sang istri.

"Ini waktu Katty masih di dalam inkubator. Xixixi ... kicik kali ya, Phi? Dia bisa kugenggam awhh, waktu baru keluar! Jarinya, jarinya ... lihat! Phi ... ugh ... Phi harusnya ikut pegang waktu itu. Katty seperti jelly loh walau bentuknya sudah manusia. Mmmh ... hiks ...." Dari bahagia, Apo jadi sering berkaca-kaca dan mengucek mata kala bercerita.

Mile pun juga begitu. Sang suami mengabaikan air matanya sendiri demi mengusap pipi basah Apo terlebih dahulu. "I don't know how grateful I am, Apo--ya Tuhan ... Sayang, aku ternyata masih bisa melihatmu lagi. Hhhh, Phi minta maaf pun rasanya tak cukup. Besok-besok mau apa buat kita? Kalau sembuh semua ayo liburan bersama."

"Hiks, iya ...."

Apo pun mengangguk kala keningnya dikecup.

"Phi benar-benar minta maaf, ya--s-soal yang di ruang senam. Phi tidak akan membentakmu lagi di depan umum. Phi waktu itu--"

"A-Aku pokoknya aku sayang sama Phi Mile. Nak pergi ke Sammycat's besok ... hiks ... besok, ya Phi ... hiks ... Phi harus kuat pergi sama aku ...." rengek Apo diantara bayi-bayi mereka yang aktif bergerak. Tangan dan kaki si kembar mengayun heboh di tengah ranjang. Mata-mata kecil itu berkelap-kelip, persis seperti bintang dan tak rewel sama sekali. Tampaknya Sammy dan Katty mengenali aroma orangtua mereka versi setelah mandi, anteng sekali. Mile seperti melihat berkah meski ukuran tubuh keduanya sangat berbeda. Lelaki itu senang menggelitiki perut anak-anaknya yang gembul. Dia keranjingan mengesun, bahkan meski Sammy ngiler dengan mulut nyumik-nyumik tetap diciumnya juga.

"Kena kau, kena kau, kena kau sama serangan Daddy."

"Aaaarrrkh!! Rrrkkk!! Ennng! Engg!" pekik Sammy sambil memukul-mukul udara.

"Ha ha ha ha ha!"

Meski sisa kelelahan masih terlihat di tubuh dan wajah Apo, si manis tetap tertawa cerah karena Mile bercanda dengan bayi-bayi mereka. Pemandangan itu seperti tak pernah nyata karena lima bulan jeda berarti masa nifasnya habis, begitu pula jahitan Mile yang di perut mengering sempurna. Cawan-cawan kosong dalam dada mereka terisi kembali (demi sembuh). Tingkat frustasi Apo turun drastis begitu pun duka Mile terhadap anxiety yang sempat dirinya rasa.

Tidak ada lagi darah rahim berceceran yang membayanginya di wastafel. Tidak ada lagi bayang-bayang pelaku penusukan yang sudah membusuk dalam penjara. Juga tidak ada kesalahan yang mereka sisakan di masa lalu. Apo memaafkan sebelum sang suami meminta. Mile pun sudah melupakan sisi menyebalkan Apo ketika merajuk padanya di saat yang salah.

Apo meminta Mile untuk transparan kepadanya di lain hari dengan membagi beban apapun. Mile pun mengakui telah keliru karena dulu memandang Apo tak mampu memahami kesusahannya.

Mata-mata meremehkan kini disingkirkan ke luar planet. Sejak Mile bersedia cerita di lain hari, begitu pun Apo mau mendengar apapun permasalahan sang suami. Beda dari dulu, mereka telah melewati hidup dan mati bersama. Kini masa depan harusnya bisa disusun lebih tertata. Tangan mereka saling menjalin untuk kuat melalui rintangan, termasuk dalam hal remeh seperti sikat gigi bersama.

Mile turun ranjang dan berjalan pelan karena perutnya ngilu. Dia memegangi Apo yang tertatih-tatih tapi keukeuh ikut dengannya ke kamar mandi. Sambil senyum si manis pun berusaha melangkah dengannya. Remaja itu menampakkan barisan gigi rapi yang membuat Mile ingin mengecup-- "Dasar kau keras kepala." dan dia benar-benar melakukannya.

Apo justru memamerkan mata kero andalannya. "Xixixixi, memang," katanya. "Kalau tidak, aku pasti sudah bunuh diri dari lama, Phi. Wle ...."

"Apa? Siapa bilang kau boleh melakukannya?"

"Ya kan Phi-nya tidak bangun-bangun."

"Hei, aku bangun kok menyusulmu ke Sammycat's waktu itu."

"Eh? Phi ingat?"

"Ingat! Ingat! Rasanya seperti aku sudah lari dan menyetir mobil, tapi ternyata tetap tak bisa bergerak. Sial."

"Ha ha ha ha ha. Jadi, Phi betulan datang?"

"Kau pikir aku tidak berusaha bangun, huh? Aku dengar segala obrolan di kamar, cuma bingung mau apa, Sayang. Berat. Badanku seperti bukan badanku sendiri."

"Phiiii, kangen ... nak di-sikat gigi sama suamiku. Xixixixixi, boleh?"

Mile geleng-geleng dan mendudukkan Apo di atas kloset. Dia menyiapkan odol untuk si manis, tapi sebelum memberi servis manja-manja matanya malah terpaku. Hatinya lemah melihat sikat giginya ikut diganti baru. Rupanya sang istri tidak melupakan detail tentang dirinya, meski hanya hal kecil.

"Kenapa Phi?"

Odol di sikat Apo jatuh ke lantai sangking lamanya menunggu Mile.

"Huh?"

"Phi kok melihat sana begitu banget?" tanya Apo. "Apa sih? Cermin? Kamar mandinya seperti dulu kok. Tidak diubah seperti punya baby-baby."

"Tidak."

Mile menoleh sambil tersenyum.

"Eh?"

Aku tak tahu kau mencintaiku sebegitunya, Apo. Terima kasih.

"Coba buka mulutmu sekarang. Aaa."

"Aaa."

"Benar begitu. Phi akan jangkau gigi gerahammu dulu."

"He he he he."

Apo pun memejamkan mata selama disikat. Dia sempat terbatuk, tapi tetap tertawa lepas. Remaja itu berbunga-bunga hanya karena disodori cangkir air kumur dan mouthwash. Dia dilayani Mile hingga selesai, tapi masih ingin membalas dengan semangat. "Sekarang aku! Sekarang aku! Phi Mile, iiii ...."

"Ah, tidak usah. Phi senang melakukannya sendiri."

"Phi Mile ...."

"Apo, aku ini--"

"Mauuuu ...."

Apo menarik-narik piama Mile agar mendekat padanya. Dia mendongak dengan raut lucu hingga Mile tak bisa menolak lagi. Lelaki itu mengikuti permainan Apo yang berbasis quality time--tapi tak ada rasa sebal sedikit pun saat dirinya dibuat tersedak juga.

"Uhuk! Uhuk! Apoooo."

"Ha ha ha ha ha ha."

"Ya ampun perihnya. Ini sih sampai ke dalam-dalam."

"Sakit?"

"Tidak sih, tapi aduh ... odolnya memasuki tenggorokanku."

"Minum-minum! Minum air keran saja biar dekat!"

"Astaga ...."

"Ha ha ha ha ha, sorry."

Apo menyodorkan gelas kumur Mile dengan muka tanpa dosa. Senyum manisnya membuat Mile tidak bisa emosi lagi. Remaja itu menyaksikan suaminya kumur dengan hidung merah. Sisi jahilnya tetap ada saat Mile minum air mentah sungguhan. Suara kikikannya betul-betul puas hingga Mile balas dendam dengan menggelitiknya.

"Sengaja yaaa! Sengajaaaa!"

"Awwh! Ha ha ha ha ha! Geliii!"

"Baru bangun sudah kau siksa begini! Dasar hmmph! Hmph!"

"Aduh, jangan di situ Phi! Geli! Ha ha ha ha ha ha!"

"Rasakan! Rasakan! Kau tak bisa jalan kan? Aku akan menelanmu sekarang!"

"Ha ha ha ha! Ampuuuun! Ha ha ha ... geliii, Phii. Aduh, ha ha ha ha ha!"

Apo berakhir tergelak sambil memeluk Mile Phakphum. Dia meraih leher itu seolah takut ditinggal lagi. Si manis menangis sambil menuntaskan rasa gundah. Usut punya usut Apo sengaja mengajak bercanda demi memastikan Mile betul-betul hadir untuknya. Hidup, bernapas, penuh semangat, dan hasrat menjalani jalan rumah tangga dengannya. Si manis terisak karena bersyukur dan ketar-ketir sekaligus. Dia bilang, "KESALL! KESAAALLL!! KESAAAAAAAAALLLLL!!" sambil memukul punggung Mile. Suaranya pun berubah lirih seperti jeritan kitten. "Hiks, hiks, hiks ... benci, kok lama sekali ya Phi-nya pulang, hiks ... t-tapi tidak apa-apa sih ... hiks ... Sayang Phi Mile ...." katanya dengan pelukan mengerat. "Aku cinta sama Phi-nya. Hiks ... tidak boleh begitu lagi ya! Lebih hati-hati atau aku marah!"

Mile pun membelai surai Apo dan meraihnya mendekat. "Iya, Sayang. Phi lebih hati-hati kedepannya. Cinta juga," katanya sembari mengecup ubun. "Aku benar-benar beruntung bisa menikahimu pada hari itu."

Bersambung ....