Dua Minggu lebih menjaga kondisi Porchay selama kakaknya diculik sang boss, Big pun mulai mengetahui kebiasaan anak ini.
Makan, tidur, belajar, makan, tidur, dan kembali ke rutinitas. Big menyadari Porchay tipe anak baik. Namun, dia kadang menyayangkan kenapa Kinn masuk ke kehidupannya.
"Aku benci sekali ke Tuan Kinn," kata Porchay beberapa hari lalu. Anak itu menangis dan tidak mau makan seharian setelah Kinn membuatnya sakit hati. "Kenapa Phi mau dengannya? Phi pasti diancam ini dan itu. Iya kan?"
Big sebenarnya malas sekali mengurusi anak-anak, tetapi Porchay ini agak menarik. Bila bukan kepada Porche, dia memang tak memiliki tempat bergantung lain. Wajar bila di umurnya yang sudah SMA, perilaku masih tetap kekanak-kanakan.
"Ya, tapi tidak lagi sekarang," kata Big. Lama kelamaan, dia menjelma jadi bapak-bapak sayang anak berkat situasi yang sering begitu. "Tuan Kinn merawat kakakmu dengan baik, dan kondisinya semakin hari semakin stabil." Dia meletakkan susu hangat dan kudapan manis di sebelah meja belajar Porchay.
"Benarkah? Aku tidak suka dibohongi!" kata Porchay kesal, tapi sesaat kemudian dia meminta maaf dengan mulut manyun kepada Big. "Aku kaget sekali dengar Phi akan menikah dengannya."
"Ha ha. Mereka orang dewasa, Nak. Apapun bisa terjadi secara cepat," kata Big. Dia duduk di sebelah Porchay dan menepuki pucuk kepalanya.
Lupakan mode bodyguard!!
Big cukup menikmati kegiatan ini bila tidak ditugaskan di kediaman utama Theerapanyakul. Itu membuatnya berhenti memakai seragam, memegang senjata, tidak merindukan suasana rumah, atau membayangkan punya adik kecil lagi.
"Ugh, tapi kan ... tetap saja ini terlalu mendadak."
"Ha ha ha. Kau takut kakakmu direbut darimu, huh?"
Porchay refleks menjauh sebelum rambutnya diacak-acak lagi. "Kalau iya memang kenapa? Tanpa Phi, aku kesepian sekali di rumah!"
"Wah ... wah ... jadi selama ini kau menganggap diriku apa? Masih tidak cukup juga untuk mengawasimu?"
"Kau kan bukan kakakku!"
"Ho, kalau itu memang bukan," kata Big. Entah kenapa, dia jadi tertarik mengusili Porchay lebih jauh. "Memang maumu aku jadi apa? Pacar?"
DEG!
"A-Apa?! P-Phi Big ini sedang bicara apa?!" Wajah Porchay seketika langsung memerah. Di panik, tetapi Big justru tertawa keras.
"Bercandaaaaa, Bocah," kata Big. Lalu beranjak dari sofa yang dia duduki. "Sudah, ya. Belajar sana dengan benar. Aku tak akan menganggu lagi. Tapi, kalau ada apa-apa panggil saja namaku. Aku berjaga di ruang tamu."
Porchay pun menekan dadanya yang berdebar aneh. Dia ingin sekali memukul Big, tetapi senyum bodyguard itu benar-benar mematikan.
Hei, sejak kapan hubungan mereka berdua menjadi semakin dekat?
Mungkin sejak Big membayarkan uang sekolahnya? Porchay pikir pasti Kinn yang menyuruh. Jadi itu tidak keren lagi.
Atau mungkin sejak Big menjaganya dari anak-anak bully? Sudah pasti itu karena perintah Kinn juga. Jadi, mana mungkin Porchay peduli?
Pokoknya apapun yang Kinn lakukan untuknya, kalau sampai melukai Porche, Porchay tetap tidak mau mengakui pria itu lagi!
"Phi, pokoknya aku akan cari cara untuk bertemu denganmu lagi," kata Porchay sambil mengangkat figura kecil berisi fotonya dengan sang kakak. "Aku kangen, Phi. Aku janji tidak akan buat ulah kalau diberi kesempatan untuk ke sana."
Yang Porchay tidak sangka adalah, Big ternyata baru kembali dari dapur, lewat sambil membawa sekaleng minuman soda, lalu tersenyum padanya di ambang pintu.
"Oi, Bocah. Buat apa diam-diam berdoa? Kau kan memang akan kubawa ke sana lusa," kata Big dengan kekehan geli.
DEG!
"Ah? Yang benar?" kata Porchay. Wajahnya seketika sumeringah sekali. "Bukannya aku tidak boleh ketemu Phi kembali?"
"Ha ha, Bodoh," kata Big. Dia menggeleng-gelengkan kepala. "Tuan Kinn kan ingin menikahi kakakmu. Bukan memenjaranya di dalam sana. Dasar ...."
Begitu Big pergi, Porchay pun memeluk erat foto kecil itu di dadanya. "AAAAAAAAAAAAH! PHI TUNGGU AKU DI SANA!" cengirnya dengan senyuman lebar.
SIDE STORY 1 [END]