BAB 14: DIAM SAJA, PORCHE

Pertemuan Porche dengan seluruh keluarga Theerapanyakul memang agak tak terduga. Porche tak menyangka akan disambut dengan baik, lebih-lebih dengan perlakuan khusus.

Vegas, sepupu Kinn yang dinas di luar Rusia dua tahun pun dipanggil untuk datang. Begitu pun Kim, adik bungsu calon suaminya yang semula menyibukkan diri sebagai musisi di kota Bangkok.

"Jadi, namamu Porche, huh? Tidak buruk. Kudengar racikan minuman kami malam ini ada campur tangan darimu, Mr. Bartender Kota Maunju," katanya dengan seringai tipis.

"Iya, terima kasih," kata Porche.

Kim, yang duduk tak jauh dari Vegas menyentakkan dagu padanya. "Aku setuju. Racikanmu sangat cocok di lidahku," katanya, lalu melirik ke arah sang kakak kedua. "Jadi, kapan-kapan boleh kupinjam calonmu ini, Phi? Dia cukup menarik untuk diajak pesta."

Kinn hanya mendengus pelan. "Terserah dirinya saja," katanya. "Asal tidak macam-macam di belakangku, ajak kemana pun terserah."

Namun, diantara semua kejutan yang ada, Porche malah gagal fokus kepada Porchay. Sang adik yang tadinya tampak murung saat memasuki rumah penuh bodyguard ini, sekarang malah senyum-senyum beberapa kali.

Hei, ada apa dengan adikku? Pikir Porche. Kupikir dia akan sedih, atau setidaknya histeris setelah terpisah lama dariku.

"Jangan khawatirkan adikmu," kata Kinn setelah mereka menyelesaikan pertemuan itu. "Dia pasti betah di sini untuk seterusnya juga."

Porche pun mengerutkan kening. "Kenapa kau seyakin itu?" tanyanya.

Di kamar, mereka baru saja mandi bersama dan Porche mengeringkan rambut Kinn dengan hair dryer. "Karena Big bilang dia mengidolakan seorang penyanyi. Tetapi aku sendiri tidak heran kalau idolanya merupakan Kim adikku."

Senyumnya bangga, tatapan matanya juga berbunga. Seolah-olah Porche yang akhirnya mau menetap di rumah ini adalah hadiah terbesar yang pernah dia impikan.

"Hei, apa sih yang sedang kau lihat?" tanya Porche, mulai risih karena Kinn seperti akan memakannya lagi. Bukankah tadi sudah servis cukup lama di kamar mandi?!

"Kau."

"Iya, terus?" kata Porche.

"Kau ini ternyata tampan dan manis," kata Kinn. "Tersenyum sedikit saja sudah mengagumkan, kecuali kalau marah-marah."

Bukannya tersanjung, Porche malah mendengus pelan. "Aku jadi ingin mencolok matamu."

"Hmph, aku tidak yakin kau serius," balas Kinn. Lalu memeluk pinggang Porche di depannya.

"Ei ... Kinn?" bingung Porche.

"Diam saja. Aku sedang sangat senang memilikimu mulai sekarang."

"Ha ha, memiliki ... memiliki ...." kata Porche dengan tawa yang gugup. "Siapa bilang sudah resmi? Kau kan belum menikahiku?"

"Hmmm ... kau sendiri yang tidak ingin kunikahi dengan cepat," gumam Kinn. Dia merasai detak jantung Porche yang begitu dekat dengan telinga. Deg ... deg ... deg ... deg ... deg .... Sangat lembut. Sangat stabil, tetapi mendadak cepat ketika dia mengecup di dada lelaki itu. Cup. "Tapi karena kau menanyakannya, baiklah akan kusiapkan segera."

"Ah, dia hidup," batin Kinn. "Dia benar-benar hidup. Aku tidak akan membiarkan detak bagus ini hilang.

"Ngomong-ngomong, Kinn," kata Porche tiba-tiba.

"Hm?"

"Boleh aku tanya apa hubungan Vegas dan Pete?" tanya Porche lagi. Suaranya kemudian memelan. "Ehm ... kalau tidak salah namanya Pete, sih. Kudengar, dia bodyguard-nya Phi Khun."

"Kenapa kau mendadak bertanya?" tanya Kinn sambil menatap Porche dengan kening mengernyit.

"Karena tadi sore mereka berjalan beriringan? Dan meskipun tidak sama, aku merasa baju mereka seperti pasangan," kata Porche dengan polosnya. "Oh, apa mereka baru menghadiri acara? Awalnya kupikir Vegas itu tamu penting, bukan sepupumu sendiri."

"Ha ha, mereka memang pasangan," kata Kinn. Ekspresi Porche langsung berubah karenanya. "Sudah sejak awal Pete jadi bodyguard di sini. Tapi dia lebih keras kepala darimu. Dinikahi dengan cepat tidak mau. Jadi, Vegas membiarkannya bekerja bersama keluarga kami selama beberapa tahun."

"Oh ... wow."

"Kenapa kaget?"

"Tidak-tidak, bukan apa-apa," kata Porche cepat. Dia menggeleng dan berusaha melupakan penampilan biasa Pete saat mengikuti Thankhun beberapa kali kemana pun.

"Tapi tadi sore memang hari terakhirnya bekerja," kata Kinn. "Vegas sudah mengambilnya dari kami. Jadi, mungkin pernikahan mereka depan belakang dengan kita."

Porche langsung nge-blank. Pasalnya Vegas tidak seperti mafia yang peduli cinta, apalagi tipikal wajahnya seseram itu. Tapi, kalau melihat kekasihnya sendiri, hmmm ...

"...."

"Ha ha ha! Ekspresimu!" tawa Kinn tanpa bisa dikontrolnya.

Porche segera mengusap wajahnya. "Baiklah, hm, aku tadi hanya bertanya kok."

"Huh? Tidak mungkin. Bilang saja padaku kenapa?" tanya Kinn dengan senyuman yang lebar.

"Aku hanya ... heran?" kata Porche. "Secara kau dan dia pewaris keluarga mayor dan minor. Dan meskipun kapan hari kau bilang tak peduli wanita, apa kalian tidak kepikiran ingin punya anak? Tentu saja tidak mungkin."

Kinn justru memeluk pinggang Porche sekali lagi. "Soal itu? Mudah saja. Kau atau aku jika ingin punya anak, bukankah bisa surrogacy? Jadi berhentilah mencemaskan hal-hal kurang penting mulai sekarang."

"Oh, shit."

"Ngomong-ngomong, aku jadi ingin melihat bocah kecil yang mirip denganmu," kata Kinn. Entah refleks, atau bagaimana. "Pasti sangat manis juga."

Tak tahu mengapa, tetapi malam itu adalah pertama kalinya Porche merona!

"Hei, apa maksudmu itu, hah?" kata Porche. "Aku tidak mau punya bocil. Maksudku, bayi yang benar-benar bayi. Sudah cukup dengan Porchay. Aku tidak ingin abai dengan dia cuma karena orang baru."

Kinn pun merasakan tarikan lembut di dada. "Oh ... tak masalah," katanya, tetap menutupi hal itu dengan senyuman. "Lagipula itu hal yang jauh. Anggap saja aku hanya bercanda, hm?"

Malam itu, Kinn pun mengakhiri percakapan sensitif tersebut. Dia sadar Porche masih terlalu dini diajak membicarakan anak atau semacamnya. Mau bersamanya saja sudah bagus. Kinn tak mau berharap lebih dan mengecup kening Porche sebelum ikut terlelap.

"Tidurlah, Porche," kata Kinn. "Tidur dan mimpikan aku."

Namun, Porche tak menyahut sedikit pun. Dia benar-benar tenggelam dalam alam bawah sadar, sangat damai, dan katanya tidak pernah menemukan kenyamanan lebih dari ini.

Menemukan keluarga baru, berpasangan, diterima Korn dan anak serta kerabatnya ... sesungguhnya Kinn telah memberi terlalu banyak, meski pria itu tidak pernah menyadari.

"Pagi, Kucing Manis," sapa Kinn pada keesokannya. Sungguh beda dari yang dulu, dimana Porche emosi melihat senyum pria itu. Kini, di justru langsung berlari turun untuk sekedar bercanda dengan Kinn.

"Pagi, tapi tidak ada susu bagianku," kata Porche. Dia merebut gelas di tangan Kinn, lalu menyesap sisanya dengan lidah bergeliat. "Itu keterlaluan, Kinn. Kau bahkan sudah wangi juga. Kenapa tidak membangunkanku?"

Bukannya menjawab, Kinn justru menarik pinggang Porche mendekat. "Well, bukankah milikku itu milikmu juga?" balasnya. Lalu melirik bibir Porche yang lembab karena lelehan susu.

Porche menyeringai karena tahu isi pikiran kekasihnya. "Benar. Jadi, ambil sendiri kalau masih mau lagi," katanya dengan raut yang usil.

Kinn pun berdesis kesal. "Diam saja, Porche," katanya lalu menarik tengkuk lelaki itu agar bisa melumat bibirnya. Dia rasai kekenyalan kulit tipis di sana dengan putaran lidah yang lembut. Aroma keringat pagi, susu, dan napas hangat Porche menjadi satu di wajah Kinn. Namun, meski Porche sudah sempat meremas tengkuknya, Kinn justru menjambak rambut kekasihnya agar mau membuka mulut lebih lagi.

"Hrrrmnh ... mnn ...." lenguh Porche.

Hei, ini bahkan masih pagi! Kenapa mendadak gerah sekali?

Kinn pun dia dorong sekuat tenaga agar segera lepas. "Minggir dulu, Kinn."

"Hei ...." protes Kinn.

"Semalam kau bilang akan mengajakku bertemu dengan teman-temanmu?" tanya Porche. "Kesimpulannya jadi atau tidak?"

Kinn pun menyeringai kecil. "Tentu saja jadi," katanya. "Kau akan senang kalau bertemu dengan mereka."

"Kenapa aku tidak yakin?"

Kinn justru menarik pinggang Porche mendekat padanya. "Sudah kau harus ikut saja," katanya. "Nanti mereka lah yang akan mengatur pre-wedding dan

sebagainya."

"Ha ha ... seriusan? Temanmu mau kau perbudak begitu?"

Kinn pun mengadu hidung mereka sayang. "Percayalah mereka juga pebisnis," katanya. "Tapi meski tidak gratis, menghabiskan uang untuk orang-orang tersayangku tak akan merugi."

Porche hanya menggelengkan kepala pada kekasihnya ini.

.

.

.

Sejak hari itu, Kinn membawa Porche untuk menghadiri beberapa tempat. Kata Kinn, itu untuk persiapan pernikahan mereka. Keduanya pun selalu berjalan beriringan dengan senyum di wajah, tampak mengobrol santai seolah hanya berdua, dan membuat Pete kebingungan dalam hati.

"Astaga! Mereka bahkan mengenakan baju sewarna! Aku sebenarnya baru melakukan apa?" batin Pete. Meneguk ludah, dia menoleh ke belakang dan siap dibenci belasan bodyguard yang dulunya merangkap jadi pria simpanan seorang Kinn Anakin Theerapanyakul. "Untung Vegas sudah melamarku kapan hari. Jadi, meski sudah dibenci, aku akan segera keluar dari keluarga mayor. Baguslah." Dia lantas melihat Porche yang sibuk diperkenalkan ke orang-orang penting di sekitar sang bos besar. Ke sahabatnya Time dan Tay, juga masih banyak lainnya.

"Yo, Kinn ...." sapa Time dan Tay bersamaan. Keduanya adalah yang terdepan menyapa Kinn sebelum teman-teman mereka yang lain. "Jadi, dia kekasih tampan yang kau bicarakan?"

Bersambung ...

Adegan lamaran Vegas-Pete di "Side Story: Vegas and Pete's Corner."