BAB 94

Lovely Review:

😹 Sudah menjadi tugas author untuk membuat reader-nya roaller coaster 👉👈

"Apa kau tahu alasan aku mudah kehilangan rasa percaya?" kata Kim.

Porshce pun memutuskan untuk mendengarkan saja.

".... ke keluarga yang kau sebut-sebut, ke rumah yang kau tempati sekarang, atau semua orang-orang yang ada di dalam ...." lanjut Kim dengan dengusan pelan. "Karena aku tidak pernah tahu kapan mereka berubah. Bagaimana isi pikiran mereka berbalik, lalu membawaku ke orang yang salah."

Mungkin Porche tidak benar-benar paham, tetapi ingatan Kim kembali kala dulu, sopir pribadinya menghentikan mobil tiba-tiba.  Waktu itu sore mendekati malam, di luar hutan yang daerahnya tak Kim kenali, sementara dia baru bangun dengan kondisi tubuh bersimbah berdarah.

DEG

Untuk bocah usia sebelia itu, Kim tidak memungkiri jika dia kaget. Meski darah itu milik Nanny pelayan yang menjaga dia, tetap saja senyum si sopir terlalu ngeri. Bagaimana caranya memegang pistol. Puas setelah menghabisi si Nanny cepat. Lalu menyeret Kim turun ke mobil lain yang telah menunggu.

"Ini, bocah cantik yang kujanjikan. Dia milikmu sekarang. Toh, misal hilang keluarganya butuh waktu untuk benar-benar menyadari."

"Heee ... benarkah?"

"Ya, mereka mafia tapi bocah ini urusan lain. Dia sepertinya tidak masuk dalam daftar penting samasekali."

Dengan lengan mungil yang dicengkeram sopirnya, Kim melihat ada pertukaran uang yang cukup banyak. Dari si sopir kepada pria dewasa yang mengincarnya, lalu Kim dibawa pergi.

"Uphhhh!!!"

Dengan mulut yang dilakban berlapis-lapis. Dengan kaki yang diikat tali, barulah dilempar untuk menjadi objek, sementara si sopir segera pergi.

BRRRRMMMMMMMMM!!

"Aku tidak memintamu untuk memahami aku," kata Kim. "Tapi sejauh ini, memang klona yang menurutku lebih baik. Mereka bisa kukendalikan sesuai keinginanku. Berkhianat pun bukan kemauan sendiri, dan tak akan berpaling meski ada banyak hal yang telah keliru."

Lidah Porche pun kelu mendengar pernyataan Kim. "Aku tidak memintamu untuk percaya kepada kami," katanya. "Hanya saja, Kim. Jangan sendirian seperti ini. Aku bisa menjamin Kinn yang sekarang memikirkanmu--"

"Oh, ya?" sela Kim. "Tapi kemana dia selama aku butuh banyak orang di sekitar?" Ada banyak luka di dalam kata-katanya. "Aku mungkin tidak sampai menunjukkannya, atau sakit seperti kakak sulungku, tapi jangan pernah berpikir itu bisa menjadi alasan."

"Kim ...."

PLAKH!

"Pulang, Porche," kata Kim. Dia menampik tangan sang kakak ipar yang seperti ingin meraihnya. "Lakukan peranmu jadi pasangan yang baik untuk Kinn. Liburan kemana saja. Bawa suamimu itu untuk menjauh dari urusanku."

"...."

"Karena jika kau merasa bukan lagi musuhku, berarti masalah selesai," tegas Kim. "Kau, dia, Vegas, dan Mossimo ... jangan coba-coba untuk ikut campur lagi, karena aku takkan pernah mengizinkannya."

Seketika, tangan Porche pun mengepal perlahan. Sebab dia tidak sendirian. Di belakang daun pintu, sebenarnya Kinn ikut mendengarkan percakapan. Lelaki itu duduk untuk mengetahui isi hati sang adik, sementara tangannya mengetuk-ngetuk ponsel untuk menanti kabar yang Naphat berikan.

"Lalu apa rencanamu selanjutnya?" tanya Porche. Dia memandang Tawan yang punya beberapa luka tembak serius. "Kau bilang masih ingin menghukum kami. Atau banyak hal lainnya. Kenapa tidak lakukan sekarang? Kami pasti meladeni apapun yang ingin kau berikan."

Kali ini, gantian tangan Kim yang mengepal perlahan. Sang adik ipar tampak sangat marah, tetapi pembicaraan mereka harus diinterupsi oleh seorang pelayan klona.

"Maaf, Tuan Kim," kata si pelayan dengan hormat. "Saya hanya ingin mengingatkan ... sore ini Anda ada jadwal di acara ulang tahun puteri Lucy Watson di Bulgari Hotel, Milan." (*)

"Oh, aku memang hampir lupa," kata Kim. Dia memandang si pelayan lurus-lurus. "Kalau begitu persiapkan saja semuanya. Aku akan mengecek beberapa hal dahulu sebelum hadir."

"Baik."

Setelah pelayan berlalu, Porche pun tidak tahan lagi. Dia mencekal lengan Kim, dan sengaja meremas bagian sisa tembakannya. "Tunggu."

Pakh!

Namun, Kim tidak protes kesakitan sedikit pun. Dia hanya menghempas Porche, lalu menatapnya sangat tajam. "Kau ini sebenarnya ada masalah apa?"

"Kau yang sebenarnya punya masalah apa?" tanya Porche. "Tidakkah kekacauan ini membuatmu kepikiran? Ada banyak polisi mengejar! Klonamu sedang tak aman. Dan Tawan--"

"Jangan bawa-bawa namanya di depanku," kata Kim tegas. "Karena dia hanya di dalam ranahku." Lelaki itu benar-benar tak bisa dibantah, sementara Porche tidak berkomentar setelah lengannya menunjuk ke pintu. "Sekarang keluar ...."

"Kim ...."

"Keluar, Porche," ulang Kim. Hal yang membuat Porche menyerah menangani hal ini secara langsung, kemudian hanya tertunduk setelah Kinn menemuinya di balik pintu.

"Tak masalah. Aku sendiri mengira Kim akan bilang begitu," kata Kinn. "Dia sudah bukan yang dulu, Porche. Dan jangan paksa adikku untuk menjadi palsu kembali."

"Aku tahu," kata Porche.

Kinn pun mengelus bahu lelaki tercintanya perlahan. "It's okay. Tapi aku tetap akan di sisinya apapun yang terjadi," katanya.

"Aku juga, dengan semampuku," katanya lalu mendongak untuk menatap kedua mata sang suami. "Jadi, sekarang harus bagaimana? Pasukanmu tinggal sedikit. Yakin bisa menyelesaikan soal aparatnya?"

Tanpa sadar, rahang Kinn pun mengeras. "Aku sendiri tidak bisa bilang pasti. Karena hal ini bisa kita pandang seperti judi. Sekitar 50 banding 50. Jika berhasil pun berarti hanya keberuntungan yang memihak kita."

"Bagaimana dengan gadis kecil itu?"

"Belum dapat. Mereka masih berusaha menggiringnya ke tempat yang tidak ramai," kata Kinn. "Bagaimana pun, jam seperti ini dia sedang area sekolah."

"Aku tahu. Tapi apakah para polisi bisa menunggu selama itu?"

"Paling lambat nanti malam," kata Kinn. "Kupastikan semua sudah selesai saat Kim pergi ke Milan."

Porche pun mengangguk meski dalam hati menyimpan kegelisahan. Dia menghela napas panjang untuk membuang segala pikiran rumit, tanpa sadar sejak tadi Mossimo berdiri di ujung tangga.

"Kalian sudah selesai bicara?" tanya sang mafia Sisilia. "Jika iya, Porche. Istriku bangun dan ingin bertemu denganmu."

Di sebuah bar yang agak chaos, Domenico menyeret sebuah gelas bir dengan jemari. Dia duduk di sofa panjang untuk eksekutif khusus, kemudian tersenyum tipis kepada Sam Webster yang baru muncul dari balik pintu.

"Hai, Sam."

Sam melepaskan topinya sebelum duduk. "Hei, Dom. Bagaimana kabarmu sekarang? Sudah dapat peluang yang lebih luas?" tanyanya.

"Yeah, tentu. Beberapa koloni yang kubentuk sudah menetap di Sisilia," kata Domenico. "Mereka menyatu dengan milik sepupuku. Jadi, semuanya tidak masalah. Kau ada perlu apa bilang saja. Kita harus terus saling menguatkan diri."

Sam pun meniup cerutunya dengan kekehan pelan. "Ya, ya.  Aku paham," katanya. "Ngomong-ngomong, aku dengar kau baru dapat mangsa menarik. Apa benar ada pria bernama Wik yang terlibat dalam projek klona?"

Mendengarnya, Domenico tanpa sadar memandang asbak di meja terlalu lama. "Ah, ya. Ada. Kemarin nyawa Wik baru melayang," katanya dengan seringai kecil. "Karena aku dan Allard berencana melakukan sesuatu dengan akses sistem yang dia miliki."

"Wow, Really?"

"Benar. Soal itu juga sempat kami uji coba," kata Domenico bangga. "Namun, entahlah. Keberhasilannya hanya sebentar, walau hampir membunuh dua pemilik akses intinya. Tapi, yeah ... masih sulit karena kami belum sepenuhnya tahu cara kendalikan mereka."

"Ha ha. Aku sedang menantikan keseruan yang kalian bawa," kata Sam sambil menenggak segelas bir di tangan. "Karena aku yakin Allard tidak akan melakukannya dengan belas kasihan."

Domenico pun menyeringai dengan raut bangga. "Benar," katanya. "Dan kemungkinan sekarang kekasihku sedang menemui koleganya."

"Ha ha ha. Apa dua bandar baru itu juga diajak?" tanya Sam Webster.

"Maksudmu Mike dan Luke Bryan?" kata Domenico. "Tentu saja. Siapapun yang pro dengan kami akan diundang ke pesta."

Sam Webster pun tertawa tanpa suara. "Good," pujinya. "Rasanya sudah benar-benar tidak sabar untuk memberikan pelajaran kepada Korn Theerapanyakul semua yang pernah mengganggu keluarga kita di masa lalu."

Ting!

Sambil melempar senyum, Domenico dan Sam Webster pun mengadu gelas bir dengan rencana penyerangan yang sudah bulat dalam kepala.

Bersambung ....

Laura bangun uwu! 🤣 Dan langsung nyariin Porche. 👀  Btw, ternyata si Nosa Costra palsu cuma sedang mengumpulkan kekuatan untuk membalas keluarga Theerapanyakul. Hmm ... hmm ... menurut kalian kenapa harus lewat memanfaatkan Mossimo dulu?