Cleavage Fanfiction: Dua Perempuan Yang Berbagi Cinta Di Ruang Kesenian

Ichinose-sensei merupakan Guru terseksi dan tercantik di sekolah. Selain memiliki paras rupawan yang begitu ayu lagi mempesona. Ichinose Sayaka-sensei juga memiliki payudara yang begitu besar dan menggoda. Dengan parasnya yang begitu mendekati sempurna. Dia bagaikan seperti seorang dewi. Walaupun aku seorang perempuan, tetapi aku jatuh hati pada Ichinose-sensei. Karena bagiku, cinta itu tidak memandang kelamin. Tidak ada yang salah jika seorang perempuan saling mencintai satu sama lain.

Aku berjalan memasuki ruangan seni, di mana Ichinose-sensei berada.

“Ichinose-sensei,” kataku sambil menatap Guru perempuan yang tengah melukis di kanvasnya.

“Ah, Morikawa. Ada apa?” tanya Ichinose Sayaka kepada muridnya.

“Ada hal yang ingin aku katakana kepadamu,” ungkap Morikawa Yuki.

“Katakan saja, Morikawa. Lagian di sini hanya ada kita berdua,” jawab Ichinose-sensei dengan begitu santainya.

Morikawa Yuki berusaha mengumpulkan tenaganya dan mengatur hembusan nafasnya. Agar bibirnya yang indah, bisa bergerak dengan lancar untuk menyampaikan kalimat penuh cinta kepada Guru yang dia cintai.

“Aku mencintaimu, Ichinose-sensei,” ungkap Morikawa Yuki kepada Ichinose Sayaka yang memberhentikan kegiatan melukisnya.

“Aku sangat senang mendengar ungkapan rasa cinta dari murid perempuanku. Ini pertama kalinya seorang murid perempuan mengungkapkan rasa cintanya,” balas Ichinose Sayaka. “Mengingat aku adalah seorang bisexual.”

“Apakah kita bias bercinta dan memadu kasih layaknya orang yang saling mencintai. Mengingat aku sangat mencintaimu, Ichinose-sensei,” ungkap Morikawa Yuki.

Ichinose Sayaka berjalan perlahan menghampiti muridnya yang berbadan seksi, berambut pendek berwarna biru tersebut. Perempuan dewasa berambut panjang berwarna merah tersebut membelai lembut wajah cantik Morikawa. Tangan kanannya mengganggam dagu dari gadis tomboy tersebut, sementara tangan kirinya menyentuh dengan lembut payudara Morikawa Yuki yang berukuran besar.

“Meskipun kau tomboy. Dadamu besar juga, yah.” Ichinose Sayaka segera mencium bibir Morikawa Yuki. Dia mencium bibir muridnya sambil meremas-remas gunung kembar milik Morikawa Yuki yang berukuran besar.

Morikawa Yuki benar-benar tenggelam dalam nikmatnya ciuman dari sang Guru. Dia menutup kedua matanya untuk menikmati ciuman penuh nafsu tersebut. Morikawa Yuki tidak menyangka bahwa dia akan berada dalam dominasi cinta dari sang Guru. Padahal, awalnya dia berpikir bahwa dia yang akan mendominasi dalam mencintai sang Guru Kesenian tersebut.

Ichinose Sayaka mendominasi. Dia menunjukkan kekuatannya dan hasratnya yang begitu besar. Meskipun Morikawa Yuki itu adalah seorang gadis tomboy dan lesbian butch. Ichinose Sayaka yang terlihat bagaikan lesbian femme, ingin menunjukkan kepada Morikawa Yuki bahwa dia juga bisa bermain layaknya pria dalam hubungan lesbian di antara mereka.

Secara perlahan, kedua tangan Morikawa Yuki melucuti kancing yang dari pakaian Ichinose Sayaka. Dia melepaskan kancing-kancing tersebut dan kedua tangannya mulai meremas-remas gunung kembar milik Ichinose Sayaka.

Kedua perempuan lesbian berdada besar itu saling berciuman seraya meremas-remas gunung kembar mereka yang begitu besar. Mereka berdua saling berbagi cinta dan melampiaskan hasrat liar mereka. Walaupun mereka berdua sama-sama perempuan yang cantik, anggun, lagi mempesona. Tapi mereka ingin melampiaskan nafsu mereka yang liar.

Ichinose Sayaka melapaskan ciumannya. Akan tetapi, Morikawa Yuki segera menyosor bibir seksi sang Guru. Kedua Perempuan lesbian itu berciuman dengan penuh nafsu dan Hasrat di ruang kesenian.

Morikawa Yuki menghentikkan ciumannya dengan posisi kedua tangannya yang masih menempel pada gunung kembar milik sang Guru.

“Aku mencintaimu, Ichinose-sensei,” ujar Morikawa Yuki.

“Kalau kau ingin kita bercinta dengan lebih liar. Kau bisa mampir ke rumahku,” kata Ichinose Sayaka sambil menyerahkan kartu identitas miliknya.

Morikawa Yuki segera memeluk Ichinose Sayaka dengan penuh kasih sayang.

“Terima kasih, Ichinose-sensei. Kau memang Guru terbaik yang pernah ada.”

Ichinose Saya membelai lembut kepala muridnya yang lesbi tapi cantik tersebut.