Bab 4-Pertarungan Mati-matian

Pesisir tempat membangun istana pasir

dengan daun pintu menghadap lautan

dan jendela yang saling bertautan

sesungguhnya adalah asa yang dibangun

dari angan-angan yang kebanyakan akan dilanun

oleh pikiran-pikiran majnun

Dewi Mulia kaget bukan main ketika Nyai Sembilang dan Dewi Lastri menyerangnya dengan pukulan-pukulan luar biasa dahsyat yang sangat mematikan. Pendekar wanita yang sakti ini tahu dua orang yang baru datang mengincar nyawanya tanpa basa basi lagi. Dewi Mulia Ratri tak mau setengah-setengah dan segera memainkan ilmu Pukulan Gempa Pralaya yang diisi dengan kekuatan Sihir Ranu Kumbolo.

Gempuran empat orang pengeroyok Dewi Mulia Ratri memang sangat berbahaya. Apalagi Nyai Sembilang yang sudah pula mengerahkan kekuatan sepenuhnya melalui Kawah Kerinci dan Kabut Sembilang sekaligus. Dewi Lastri tak mau kalah dengan gurunya. Gadis berjuluk Gadis Penebar Maut ini juga memainkan dua ilmunya yang sangat dahsyat sekaligus, yaitu Puncak Prahara dan Gora Waja. Hantu Lautan dan Wida Segara kembali mengerahkan jurus-jurus Badai Laut Selatan. Manusia setengah siluman ini tidak berani mengeluarkan sihir. Dewi Mulia Ratri bahkan punya kemampuan untuk membalik sihirnya dengan mudah menggunakan Sihir Ranu Kumbolo.

Raden Soca berdecak kagum. Meskipun terdesak hebat, namun Dewi Mulia Ratri yang merupakan salah satu musuh besar yang membunuh ayahnya, bisa bertahan dengan baik. Gempa Pralaya yang sudah mencapai taraf sempurna memang sangat luar biasa. Beberapa kali pendekar wanita itu menghantamkan telapak tangannya ke tanah untuk menahan serangan empat orang lawannya. Mereka berempat harus berlompatan mundur saking dahsyatnya pukulan yang bisa menimbulkan gempa itu.

Puluhan jurus berlalu. Dewi Mulia Ratri masih bisa bertahan juga karena Sihir Ranu Kumbolo yang sudah dikuasainya hingga tingkat tertinggi membantu pukulan Gempa Pralayanya semakin dahsyat. Namun, Nyai Sembilang yang ilmunya tidak berselisih jauh dengannya merupakan datuk sakti yang luar biasa. Dewi Lastri juga sudah mendekati tingkatan gurunya. Hantu Lautan meskipun kalah tingkat dari Nyai Sembilang tapi memiliki gerakan-gerakan aneh yang membingungkan. Dewi Mulia Ratri semakin terdesak.

Kebo Pandutan yang hendak turun tangan membantu Dewi Mulia Ratri terpaksa membatalkan niatnya karena sudah disambut serangan dua Panglima Malaikat Darah. Sedangkan Handika Serayu dan Rara Manis masih dalam keadaan pusing akibat Sihir Laut Selatan dan belum mampu ikut terjun dalam pertempuran. Dua kakak beradik cucu Ki Ageng Jatmiko ini mencoba mengusir pengaruh sihir itu dengan bersila dan menyalurkan hawa murni di tubuh mereka.

Terdengar teriakan kaget Dewi Mulia Ratri yang nyaris terkena pukulan Nyai Sembilang. Untunglah pendekar wanita ini masih sempat melenting tinggi menghindar. Namun pukulan berikutnya yang dilancarkan Dewi Lastri saat posisi tubuhnya masih belum seimbang tak sanggup lagi dielakkannya. Pukulan Gora Waja mendarat telak di bahunya. Disusul pukulan Hantu Lautan yang mengenai pahanya. Dewi Mulia Ratri terpental bergulingan dalam keadaan terluka. Namun dengan cepat bangkit kembali karena serangan bertubi-tubi Nyai Sembilang dan Dewi Lastri terus dilancarkan. Guru dan murid itu rupanya tidak puas jika belum menewaskan pendekar wanita itu.

Raden Soca menggerakkan tubuhnya dengan cepat dan di waktu yang tepat ketika pukulan Nyai Sembilang berhasil ditangkis oleh Dewi Mulia Ratri namun pukulan Dewi Lastri yang mengarah kepala dan hantaman Hantu Lautan yang mengincar lehernya berhasil ditahan oleh Raden Soca yang beradu pukulan dengan keduanya untuk menyelamatkan nyawa Dewi Mulia Ratri yang terlihat tak bisa menghindar lagi.

Dukk! Dukk! Dess!

Hantu Lautan terpental jauh ke belakang, sedangkan Dewi Lastri terlempar bergulingan akibat kerasnya benturan dengan Raden Soca yang terhuyung-huyung nyaris jatuh. Pemuda ini menyeimbangkan tubuhnya dan kembali bersiaga di depan Dewi Mulia Ratri yang langsung duduk bersila untuk mengobati luka dalamnya yang cukup parah.

"Keparat kau anak Panglima Kelelawar! Minggir! Aku akan membunuh istri dari pembunuh adikku!" Nyai Sembilang menjerit marah. Dewi Lastri juga melotot marah sambil berusaha berdiri kembali. Dadanya sedikit sesak. Tenaga pemuda itu sangat luar biasa. Demikian pula Hantu Lautan yang juga sudah bangkit dan bersiap melanjutkan serangan. Hantu ini juga terluka namun masih sanggup bertempur.

Wida Segara yang tidak terluka karena lebih banyak memerankan diri sebagai pengganggu saja dalam pertarungan dahsyat tadi menggeram marah. Wanita cantik berwajah pucat ini meluncurkan serangan dari belakang mengarah tengkuk Dewi Mulia Ratri. Raden Soca berdehem pendek. Wanita curang! Tangannya diayunkan menahan pukulan mematikan itu.

Dukk! Bresss!

Tanpa bisa dicegah lagi tubuh Wida Segara ambruk dalam keadaan pingsan dan terluka. Tenaga tangkisan dari Raden Soca terlalu kuat baginya.

Jeritan marah melengking tinggi keluar dari mulut nenek sakti Nyai Sembilang. Disusul teriakan dahsyat Dewi Lastri yang bersama gurunya memanfaatkan kesempatan Raden Soca menahan serangan Wida Segara. Menghantam dengan kekuatan penuh Dewi Mulia Ratri yang sedang bersila mencoba memulihkan diri.

Raden Soca berteriak keras. Membuang tubuhnya ke depan Dewi Mulia Ratri sambil mengerahkan semua hawa murni ke bagian depan tubuhnya.

Dess! Dess! Brukk!

Tubuh Raden Soca terpelanting keras terkena hantaman Nyai Sembilang dan Dewi Lastri. Untunglah hawa sakti yang diwarisinya dari Ki Ageng Waskita memang luar biasa tinggi. Jika tidak, tak ayal lagi dia pasti sudah kehilangan nyawanya. Meskipun bisa menahan namun kekuatan pukulan dari Nyai Sembilang dan Dewi Lastri adalah pukulan sakti Kawah Kerinci dan Gora Waja yang langka. Raden Soca terhuyung-huyung dan berusaha berdiri tegak kembali di depan Dewi Mulia Ratri yang membuka matanya dengan sorot mata penuh amarah kepada Nyai Sembilang dan Dewi Lastri. Ingin rasanya dia menghajar guru murid yang telengas itu. Tapi kondisi tubuhnya yang terluka tak memungkinkan melakukan itu. Dilihatnya pemuda penolongnya itu juga terluka demi melindungi dirinya. Hal yang membuat takjub Dewi Mulia Ratri adalah ketika pemuda itu dengan mulut mengalirkan darah tetap berdiri melindunginya dengan sikap gagah dan tak kenal takut.

Keadaan sangat berbahaya bagi Dewi Mulia Ratri. Meski Raden Soca sudah bersiap melakukan perlawanan namun jika pemuda itu disibukkan dengan pertarungan, salah satu dari ketiga orang lihai itu bisa saja menyelinap dan membunuhnya dari belakang. Sedangkan Kebo Pandutan juga sudah terluka terkena pukulan demi pukulan yang dilancarkan oleh dua Panglima Malaikat Darah. Murid Padepokan Pringgondani ini tetap melawan dengan hebat. Tubuhnya yang kebal membuatnya tidak terluka parah dan masih sanggup terus melanjutkan pertempuran.

Seperti yang sudah diduga Dewi Mulia Ratri. Nyai Sembilang dan Dewi Lastri melancarkan serangan bersama-sama kepada Raden Soca. Sedangkan Hantu Lautan yang sebelumnya sudah dibisiki oleh Nyai Sembilang langsung melompat dan melancarkan pukulan mematikan ke kepala Dewi Mulia Ratri.

Raden Soca terkejut. Dia tidak akan bisa menahan serangan guru dan murid yang kejam ini serta sekaligus menyelamatkan Dewi Mulia Ratri dari serangan mematikan Hantu Lautan. Pemuda ini membuat keputusan cepat.

Sekali lagi pemuda ini melesat seperti kilat menahan pukulan Badai Laut Selatan Hantu Lautan, namun berakibat pertahanannya terbuka lebar sehingga hampir bersamaan pukulan Kawah Kerinci dan Gora Wajah mendarat telak di punggungnya.

Raden Soca memuntahkan darah segar beberapa kali. Hantu Lautan sendiri telah jatuh pingsan menyusul muridnya akibat hebatnya tangkisan Raden Soca yang menggunakan tenaga sakti sepenuhnya.

****