Bab 32-Ario Langit dan Rasa Sakit

Tersungkur di hadapan takdir

lalu bersimpuh dan berjanji

sekuat hati

akan berjuang hingga tetes airmata terakhir

agar bisa menemukan kembali letak bahagia

setelah dirajam paksa

keinginan yang ngayawara

Ario Langit menatap kedua gadis cantik yang bersimpuh lemah di hadapannya secara bergantian. Galuh Lalita masih terlihat bingung dengan apa yang terjadi. Seingatnya dia sedang berada di padepokan dan bersiap untuk disunting pemenang sayembara, yaitu Ario Langit. Lalu kekacauan terjadi akibat kedatangan tokoh-tokoh sesat. Setelah itu dia tidak ingat apa-apa lagi dan sekarang berada di sini. Di depan pemuda yang telah memenangkan sayembara sekaligus merebut hatinya.

Pengaruh mantra sihir Sekar Wangi memang seketika langsung buyar begitu terkena Lingsir Wengi. Galuh Lalita telah tersadar sepenuhnya namun masih merangkai tanya di benaknya apa yang sebenarnya telah terjadi sampai dia berada di tempat asing ini.

Sekar Wangi terlihat pias raut mukanya. Gadis ini paham bahwa Galuh Lalita tidak lagi berada dalam pengaruhnya. Gadis yang sedang kacau hatinya itu tertunduk lesu. Tidak sanggup melihat tatapan mata Ario Langit yang nampak sedikit geram. Menusuk tajam penuh kekecewaan.

Pemuda keturunan siluman itu menyadari bahwa Galuh Lalita selama beberapa hari ini, semenjak kekisruhan di Padepokan Maung Leuweung, berada dalam pengaruh mantra sihir Sekar Wangi. Ario Langit sangat kecewa. Sekar Wangi melakukan itu untuk memaksanya segera pergi dari padepokan dan menyusulnya ke pesisir selatan. Tapi cara yang dilakukannya sungguh berbahaya bagi Galuh Lalita. Orang yang terlalu lama berada dalam cengkeraman sihir, punya kemungkinan akan kehilangan ingatan.

"Kau tidak berhak melakukan perbuatan tidak baik ini, Sekar Wangi. Demi keinginanmu sendiri, orang lain kau seret dalam permainan berbahaya."

Ario Langit mendengus lirih.

"A…aku hanya ingin kau membantuku mencari Pangeran Arya Batara yang diculik dan kemungkinan berada di sekitar pesisir selatan, Pendekar. Aku sungguh tidak berniat mencelakai Galuh Lalita."

Terdengar jeritan lirih Galuh Lalita mendengar jawaban Sekar Wangi. Gadis itu terbelalak dan baru mengerti kenapa dia tidak ingat apa-apa hingga sampai berada di tempat ini. Hal terakhir yang tercatat dalam ingatannya adalah ketika dia menyaksikan bayangan mengerikan yang paling ditakuti selama ini dalam mimpi dan hidupnya, datang menghampiri. Itulah saat di mana Lingsir Wingi dilepaskan oleh Matamaha Mada.

Ario Langit menghela nafas panjang. Tatapannya sedikit cemas saat beralih ke Galuh Lalita.

"Kau tidak apa-apa, Galuh?"

Galuh Lalita menggeleng lemah. Dia baik-baik saja. Hanya pikirannya saja yang terasa kalang kabut tidak karuan. Namun gadis ini menguatkan diri lalu berdiri dan menghampiri Ario Langit.

"Aku merasa sehat, Pendekar Langit. Aku senang bisa berada di sini bersamamu. Lagipula aku sudah menjadi milikmu sejak kau memenangkan sayembara."

Wajah gadis jelita itu sedikit memerah. Bukan hanya karena jengah, namun juga lebih banyak oleh rasa bahagia. Ario Langit yang sekarang belingsatan. Urusan asmara ini begitu rumit menjebak tanpa dia bisa mengelak. Duh!

Untuk mengalihkan kebingungannya, Ario Langit menoleh ke arah Sekar Wangi dan berkata.

"Baiklah Sekar Wangi. Sekarang kita semua sudah terlanjur ke sini. Sekarang apa yang bisa kulakukan untuk membantumu?"

Sekar Wangi mengangkat mukanya. Sorot matanya seketika berubah berbinar-binar.

"Terimakasih! Terimakasih Pendekar! Bantulah aku menemukan keberadaan Pangeran Arya Batara dari Pajang. Kabar yang beredar mengatakan Pangeran Arya Batara dibawa paksa oleh rombongan petinggi Lawa Agung ke Pulau Kabut."

"Apakah kau yakin Sekar?" Ario Langit mengerutkan keningnya. Lawa Agung memang kerajaan kecil. Namun sangat kuat dan dihuni orang-orang hebat.

Sekar Wangi mengangguk yakin. Ario Langit saling berpandangan dengan Galuh Lalita. Meminta pendapatnya. Gadis itu memandangi Ario Langit dengan tatapan terpesona. Pendekar Langit menghela nafas. Percuma meminta pendapat Galuh Lalita. Gadis itu sedang dikuasai oleh perasaannya dan sama sekali tidak menyimak hal lain.

"Baiklah Sekar. Aku akan coba membantumu dengan mencari informasi bagaimana cara pergi ke Pulau Kabut. Ini perkara besar dan tidak main-main. Lawa Agung tidak bisa dianggap remeh. Kerajaan yang pernah membuat huru-hara dahulu saat memporak porandakan Galuh Pakuan."

Ario Langit memusatkan pendengarannya. Tidak terdengar lagi suara orang-orang saling bertempur atau desir angin orang-orang yang mengejarnya. Dia mengenal Raden Soca dan Ratri Geni tentu saja. Hatinya berdebar keras saat bayangan Ratri Geni tadi ikut mengejarnya. Untunglah kegelapan hutan sangat membantu. Jika tidak, dia tidak tahu bagaimana cara berhadapan dengan gadis yang telah merasuk dalam hatinya itu. Gadis yang telah bertunangan dengannya secara setengah. Setiap kali mengingat Setengah Pertunangan ini, Ario Langit selalu tersenyum kecut. Gadis lincah dan tengil itu pasti mempermainkannya saat berkata iya di Puncak Ciremai.

Setidaknya kelak bukan aku yang nantinya akan memutuskan atau membatalkan pertunangan aneh ini. Ario Langit membatin dengan perasaan pasrah. Membayangkan Ibunya mencak-mencak penuh kemarahan jika sampai pertunangan ini tidak berakhir dengan baik. Diam-diam Ario Langit bergidik. Ibunya kalau sudah marah bisa bertingkah sangat mengerikan. Ario Langit semakin bergidik saat membayangkan Ibunya dan Dewi Mulia Ratri saling serang dan hajar.

Ario Langit meminta Sekar Wangi dan Galuh Lalita untuk menunggunya di tengah hutan sementara dia melakukan penyelidikan diam-diam ke arena kekacauan yang ditimbulkan Ayu Kinasih dan gurunya. Dia tadi hanya melihat sekilas Ayu Kinasih. Sekilas yang penuh dengan kejutan dan kekagetan luar biasa. Ayu Kinasih sangat berubah! Baik secara fisik maupun tingkah laku.

Ario Langit tahu bahwa tidak mungkin dia tadi langsung menemui Ayu Kinasih dan menyampaikan niatnya. Selain situasi sedang tidak terkendali, juga karena terdapat banyak orang di sana. Terutama keberadaan Ratri Geni. Bisa runyam tujuh turunan jika sampai dia menemui Ayu Kinasih lalu Ratri Geni menyaksikan. Duh Gusti!

Pendekar muda yang sakti itu memegang kepalanya yang mendadak berputar tak karuan. Memikirkan jalan hidupnya yang banyak terlibat dengan perempuan cantik, lihai dan ganas.

Arena pertarungan dahsyat sudah sepi. Tidak ada siapa-siapa yang tertinggal. Hanya tanah berlubang, daun dan ranting berserakan, serta pasir berhamburan yang masih tersisa. Perahu-perahu di pantai juga tidak ada yang terlihat lagi. Rupanya semua orang sudah pergi. Entah kemana. Tapi Ario Langit menduga semuanya pasti berhubungan dengan Lawa Agung dan Pulau Kabut. Pemuda itu yakin semua orang pergi menuju Pulau Kabut.

Dia terlambat. Sekarang apa yang harus dilakukannya untuk membantu Sekar Wangi? Ario Langit memandang debur ombak di depannya. Hatinya berdebar keras. Dadanya tiba-tiba merasa sesak. Entah kenapa, Laut Selatan terasa begitu mengerikan baginya.

---**