Bab 37-Lembah Mandalawangi Gempar!

Tak perlu irisan tajam guilotine

atau sayatan pedang El Fatih

untuk memenggal cinta

cukup dengan tatap mata

dan sepotong kata-kata

maka berakhirlah dunia!

Pakaian prajurit yang dikenakan Ario Langit terasa sangat gerah. Keringat pemuda itu mengucur deras. Bagaimana dia tidak menjadi panik melihat Galuh Lalita dan Sekar Wangi kini ditawan musuh? Sehebat-hebatnya siluman yang berada dalam tubuhnya, tidaklah mungkin untuk menaklukkan sekian banyak lawan sakti di pihak Lawa Agung. Belum lagi ribuan prajurit yang berada dalam benteng kokoh ini?

Kepala Ario Langit semakin pusing. Dia tidak mungkin berlama-lama di sini hingga berhari-hari. Penyamarannya bisa dengan cepat terbongkar. Satu-satunya pilihan adalah membebaskan dua gadis itu terlebih dahulu malam ini. Urusan Ayu Kinasih dan Arya Batara bisa belakangan nanti.

Ario Langit memutuskan untuk menyelidiki di mana nantinya Galuh Lalita dan Sekar Wangi ditawan. Saat keadaan memungkinkan, dia akan menyerbu masuk dan membebaskan mereka. Secepat mungkin dan sesunyi mungkin. Batas antara hidup dan mati misi ini setipis kulit ari. Ario Langit menghela nafas dalam-dalam.

Hari berlari cepat dan malam pun datang menjelang. Ario Langit sudah mengetahui di mana kedua gadis itu ditahan. Mereka berada di sebuah ruangan dalam bangunan istana kecil di sebelah istana utama tempat Panglima Amranutta, Putri Anila, dan Putri Aruna tinggal. Istana kecil itu rupanya istana tamu karena Ario Langit melihat Ayu Kinasih, Matamaha Mada, Dewi Lastri, dan Nyai Sembilang, semuanya masuk di istana itu untuk beristirahat.

Penjagaan di istana kecil itu tidak ketat. Hanya ada beberapa penjaga saja yang berdiri di sudut-sudutnya dengan sikap santai dan tidak tegang. Tentu saja, tanpa perlu penjagaan sekalipun, siapa yang berani menerobos masuk di istana kecil tanpa diketahui oleh 4 orang berkepandaian tinggi dan sakti di dalamnya. Ario Langit tidak takut. Hanya sedikit bergidik membayangkan bertempur melawan Ayu Kinasih yang marah kepadanya. Dia tidak mungkin menjatuhkan tangan maut ke gadis yang pernah mencintainya lalu sangat membencinya dan sekarang mengandung garis darahnya.

Sebuah pemikiran melintas cepat di benak Ario Langit. Pemuda ini diam-diam menyelinap di keremangan cahaya saat terjadi pergantian penjaga. Ario Langit dengan cepat menyambar seperti burung hantu berburu mangsa dan merobohkan seorang penjaga pengganti lalu menyeretnya ke tengah semak bunga yang ada di taman belakang istana kecil.

Buru-buru pemuda itu melucuti pakaian penjaga pengganti itu dan mengenakannya dengan cepat. Setelah itu Ario Langit melangkah dengan pasti menuju tempat jaga di samping istana kecil menggantikan penjaga sebelumnya yang menatap dengan sedikit terheran-heran. Ario Langit bersikap seolah biasa saja. Namun setelah penjaga itu pergi ke barak belakang, barulah dia menyadari bahwa pakaian prajurit yang dikenakannya terbalik!

Pantas saja penjaga itu tadi menatap heran dan pergi dengan menggeleng-gelengkan kepala. Ario Langit terkikik geli dalam hati. Setidaknya ini bisa mengendorkan urat syarafnya yang luar biasa tegang.

Pemuda itu sudah bertekad untuk sedari awal memunculkan ruh Siluman Masalembu yang ada dalam dirinya. Dia harus bertindak sangat cepat. Dia sudah tahu bagaimana membangkitkan Siluman Masalembu. Ario Langit pernah berlatih beberapa kali mengendalikan kemunculan siluman hitam yang sakti itu saat melakukan perjalanan ke pantai selatan dalam rangka mengejar Sekar Wangi yang menawan Galuh Lalita dengan sihir.

Setelah beberapa kali gagal dan pernah sekali nyaris dirinya dikuasai oleh Siluman Masalembu sepenuhnya, Ario Langit baru menyadari bahwa cincin yang diberikan oleh Siluman Karimun Jawa ternyata tidak hanya untuk menahan racun, tapi juga berfungsi untuk mengendalikan siluman yang ada dalam dirinya. Selain itu, cincin aneh berwarna hitam dari kayu itu juga bisa dipergunakan untuk melakukan tiwikrama dengan cepat menjadi Siluman Masalembu.

Ario Langit bersiap-siap. Tak lama lagi waktunya akan tiba. Dia menunggu hingga malam mulai tergelincir dari puncaknya.

Dan tibalah saat berbahaya yang paling menegangkan bagi Ario Langit. Pemuda itu memejamkan mata. Memusatkan perhatian pada cincinnya sambil memanggil Siluman Masalembu dalam hati berulang-ulang. Perlahan-lahan tubuh Ario Langit membesar. Rambut panjangnya yang dikucir rapi berubah riap-riapan. Pemuda itu menjadi dua kali lipat besar tubuhnya dari biasanya.

Tiwikrama itu mencapai tahapan sempurna! Sosok hitam tinggi besar mengerikan berdiri di samping Istana kecil dan bersiap menerjang ke dalam. Namun sebelum tubuh raksasa itu bergerak, terdengar lengking nyaring dari dalam istana kecil lalu disusul dengan kesiur angin dahsyat menghantam Siluman Masalembu.

Wuuussss! Dukkkk!

Adu tenaga itu membuat tubuh Siluman Masalembu bergetar namun penyerangnya terjajar mundur ke belakang. Terdengar lengkingan yang lebih nyaring lagi sehingga terdengar hingga seantero Lembah Mandalawangi saat Matamaha Mada menerjang kembali ke depan dengan pukulan-pukulan berhawa sangat panas yang lebih dahsyat lagi.

Meskipun bertubuh Siluman Masalembu namun isi kepala makhluk itu tetap Ario Langit. Pemuda itu tidak mau beradu pukulan untuk menghemat tenaga. Dia sadar bahwa situasi ini sangat tidak menguntungkan baginya. Nenek gila yang sakti ini rupanya mempunyai pendengaran yang tajam sehingga mengetahui keberadaan dirinya dengan begitu cepat.

Sebetulnya bukan pendengaran Matamaha Mada yang tajam, namun nenek ini mempunyai kelebihan untuk membaui hal-hal yang bersifat gaib dan hawa siluman. Tiwikrama tadi langsung diketahui oleh si nenek gila meskipun dia sedang tertidur lelap.

Suara lengkingan yang sangat keras itu membangunkan seisi Lembah Mandalawangi! Ario Langit mengeluh dalam hati. Nenek sialan! Berduyun-duyun para prajurit bersenjata lengkap mendatangi asal lengkingan. Sebentar saja Ario langit sudah terkepung rapat. Bahkan Ayu Kinasih, Nyai Sembilang, dan Dewi Lastri juga ikut mengepung meskipun belum ikut menyerang karena mereka terheran-heran dengan lawan Matamaha Mada yang wujudnya sama sekali tidak lumrah manusia.

Namun Nyai Sembilang dan Dewi Lastri segera mengenali sosok Siluman Masalembu dan sama-sama berteriak lalu maju menerjang membantu Matamaha Mada. Mereka berdua tahu betapa hebatnya siluman hitam besar itu.

"Kau! Siluman keparat!"

Hanya Ayu Kedasih yang masih bengong. Tapi melihat gurunya terlihat kesetanan menyerang dengan sekuat tenaga, wanita yang sedang hamil ini akhirnya ikut menerjang ke depan membantu menyerang Ario Langit.

Kontan saja Ario Langit menjadi kelabakan. Bukan saja kewalahan menghadapi serangan bertubi-tubi Nyai Sembilang, Dewi Lastri dan Matamaha Mada, namun juga karena hatinya dikacaukan oleh kedatangan Ayu Kinasih yang juga ikut menyerangnya. Ario Langit sedikit bersyukur Ayu Kinasih tidak mengenalinya dalam wujud Siluman Masalembu. Jika tidak, bisa gadis itu akan mati-matian mengadu nyawa dengannya tanpa menimbang apa-apa sama sekali. Termasuk keselamatan bayi yang ada dalam kandungannya.

Beberapa kali mau tidak mau Siluman Masalembu menerima pukulan dan tendangan dari keempat pengeroyoknya. Di sinilah letak kehebatan Siluman Masalembu. Pukulan sehebat apapun masih bisa ditahannya. Tubuh siluman ini sekuat baja. Namun tetap saja Ario Langit nantinya yang akan terkena akibatnya saat tiwikrama sudah usai. Tubuh pemuda itulah yang remuk redam.

---*******