Tidak ada orang yang lebih dibenci oleh Andika Cyutabhawa selain Hans Lukas Atmajati. Sayangnya, dia juga tidak bisa berhenti mencintai orang itu dan terjebak hubungan toxic dengan Hans selama 15 tahun.
Hans adalah CEO dari Atmajati Group yang memiliki pembawaan tenang, bijaksana, dan kharismatik. Kehidupannya terlihat bersih tanpa cela dengan seorang istri dari keluarga terpandang dan dua orang anak. Namun di balik topeng sempurna itu, Hans adalah casanova yang mempermainkan hati begitu banyak orang, salah satunya Dika.
Hans tidak pernah tahu kapan berhenti mencari selir baru dan seringkali cepat melepaskan mereka karena bosan. Anehnya, meskipun seringkali dihinggapi kebosanan, ada satu orang yang tidak pernah dia lepaskan meskipun sudah 15 tahun bersama. Agar orang itu tidak bisa lari darinya, dia bahkan memastikan dengan tangannya sendiri kalau di hidup orang itu hanya ada dirinya. Dia tidak peduli untuk menggunakan cara adil maupun curang agar tujuannya tercapai. Semua yang mendekati orang itu disingkirkan dan dia menjaga agar orang itu selalu ada di jangkauannya. Orang itu adalah sahabatnya sejak SMP yang kemudian jatuh cinta padanya ketika SMA, Dika.
Karena itulah 15 tahun hidup Dika seperti kapal yang selalu diombang-ambing gelombang. Rasa cinta dan benci yang berdampingan di jiwanya membuat relung hatinya berubah menjadi medan pertempuran. Tekanan batin akibat perang emosi di dirinya itu lama-kelamaan menghancurkannya dari dalam dan membuatnya berubah menjadi pribadi yang membenci semua manusia.
Dengan stress yang selalu menumpuk, Dika mengungkapkan semua kepedihan yang dia alami dalam wujud lukisan abstrak yang dia buat. Begitu melihat lukisan Dika, penikmat lukisannya akan diserang oleh panasnya bara amarah, pilunya kesedihan, manisnya cinta, dan heningnya kesendirian. Tidak ada emosi biasa dalam lukisan itu. Karena itulah semua lukisan-lukisannya mengantarkan Dika menjadi pelukis muda berbakat yang menghasilkan limpahan penghargaan.
Karena prestasi yang dia raih, dia dihadiahi gelar doktor dan diminta menjadi profesor di Institute Seni H. Dia menerima tawaran itu dan menjadi dosen yang membawa depresi bagi semua mahasiswa di kelasnya. Kebencian Dika pada semua manusia selalu terpancar setiap dia mengajar. Hatinya sudah berubah menjadi es karena perlakuan Hans padanya. Karenanya, dia selalu membawa aura dingin yang menakutkan.
Semua gejolak emosi itu karena Hans mengubah dunianya menjadi sangkar emas raksasa. Dika selalu berusaha untuk terlepas dari cengkraman Hans namun tidak pernah berhasil. Semua usahanya gagal karena Hans bukanlah lawan yang mudah. Hans adalah salah satu orang paling berkuasa di Indonesia yang tidak mungkin bisa dikalahkan Dika. Dia mencoba mencari pacar lain namun mereka semua ditangkap Hans dan disiksa. Jalan melarikan diri ke luar negeri pun tertutup karena Hans selalu bisa menemukannya. Bahkan keluarganya yang sudah tahu hubungan gelapnya dengan Hans malah memanfaatkan itu untuk memperkuat bisnis mereka. Mereka tidak berpikir untuk menolongnya sama sekali.
Dika harus menghadapi semua ini seorang diri.
Setiap detik, Dia hanya bisa menyesali pernyataan cinta yang dia ungkapkan ketika SMA. Dia tidak pernah mengira Hans adalah psycho yang akan menyiksa hidupnya sampai segelap ini. Penampilan luar dan dalam Hans sangat kontras sehingga Dika berkali-kali merasa tertipu.
Sayangnya, dia selalu merindukan mata obsidian Hans yang terlihat setenang malam. Ketika Hans mendekapnya, dia bisa mencium segarnya aroma mata air. Berada di samping Hans membuat jiwa Dika yang goncang menjadi tenang. Padahal goncangan terbesar hidupnya selalu datang dari Hans yang tidak berhenti menjadikannya gundik rendahan yang harus menerima tuannya bertualang begitu liar mencari pasangan lain.
Sangkar yang mengekangnya begitu kokoh sehingga Dika hanya bisa menyerah.
***
Di ruang keluarga kediaman Atmajati, Hans duduk di depan istrinya yang terlihat seperti ingin meledak. Sikap tidak dewasa itu seringkali muncul dari istrinya meskipun semua kebutuhan dan keinginan sudah dipenuhi.
"Aku tidak tahu lagi bagaimana menjelaskannya padamu. Bisa ngga kamu menghargaiku sedikit?" Kata Selina geram.
"Apa yang kamu bicarakan? Aku sudah memberikan semua yang kamu minta. Kamu bebas melakukan apapun dan menghabiskan uang sebanyak apapun asalkan tetap menunjukkan diri menjadi istri yang baik. Belajarlah mengendalikan emosi. Apa kamu akan terus kekanakan seperti ini?" Kata Hans dengan pembawaan tenang. Dia bicara seperti ayah yang sabar yang menasehati anaknya. Mata obsidiannya terlihat seperti jurang yang dalam dan tanpa emosi.
"Gimana aku ngga emosi kalau suamiku terus-terusan berselingkuh!" Bentak Selina dengan seluruh emosi yang ada. Dia memelototi suaminya seperti melihat penjahat. Wajah Hans yang terlihat mulia seperti seorang bangsawan dan pembawaannya yang berkelas tidak mengurangi kebencian Selina sama sekali.
"Sel, ini sudah kita bicarakan sebelum menikah dan kamu sudah setuju menikah denganku dengan sifatku yang seperti ini. Kenapa sekarang protes?" Sahut Hans. Masih dengan nada tenang tanpa riak.
"Karena aku pikir kamu akan berubah setelah menikah. Bukannya biasanya gitu? Atau setidaknya kamu berubah karena sudah punya anak sekarang. Kalau kamu masih manusia, kamu pasti ngerti perasaan itu kan?" Kata Selina gusar. Dia memang tahu kelakuan Hans sejak awal. Namun, ketika dipilih menjadi istri, Selina mengira dia bisa mengubah suaminya ini.
"Aku tidak pernah mengatakan aku akan berubah. Kalau kamu marah karena asumsimu dan harapanmu sendiri, itu bukan salahku. Jangan buang-buang waktuku untuk hal-hal tidak berguna seperti ini." Kata Hans yang akhirnya berdiri. Dia merasa pertengkaran itu tidak ada gunanya.
"Aku mau minta cerai." Kata Selina kesal.
Mendengar itu, Hans yang berniat pergi akhirnya berhenti. "Kalau gitu, kamu tahu kan kalau ada kompensasi yang harus dibayar? Kamu perlu membayar semua kerugian akibat kerusakan reputasi yang terjadi karena perceraian termasuk kerugian emosional yang dialami anak-anak nanti." Kata Hans.
Penjelasan Hans itu membuat wajah Selina pucat. Sayangnya Hans masih belum selesai.
"Meskipun keluargamu menyerahkan semua aset, kamu mungkin tidak akan bisa membayarnya." Tambah Hans. Dia tidak mungkin membiarkan istrinya ini meminta cerai dengan mudah. Dia sengaja memilih wanita dari keluarga yang mudah dia kendalikan agar tidak sulit mengontrol kondisi rumah tangganya. Bagaimanapun Hans memang tidak berniat untuk setia sedari awal.
Setelah berhasil membuat Selina diam, Hans melangkah ke arah pintu dengan langkah santai. Ketika dia membuka pintu, Selina bicara lagi.
"Kamu mau kemana?" Tanya Selina.
"Ke tempatnya Dika." Jawab Hans seakan-akan tidak ada masalah dalam jawaban itu. Dia tidak menoleh sama sekali.
Wajah Selina terlihat menahan murka lagi. Di antara semua selingkuhan Hans, yang paling dibencinya adalah Dika yang sudah menjalin hubungan dengan Hans sebelum Selina dan Hans mengenal satu sama lain. Kalau Dika adalah perempuan, orang itu pasti adalah saingan utamanya.
Hans yang tidak peduli pada Selina yang dianggapnya selalu emosional dan tidak bisa berpikir rasional, keluar ruangan dan mengambil kunci mobil.
***
Di Varnaka, studio lukis pribadi milik Dika, Dika sedang berdiri di depan kanvas ukuran 4x4 meter dan mengoleskan warna hitam dengan kuas besar. Rambutnya yang kini berwarna pirang terlihat terkotori titik-titik cat berbagai warna di beberapa ujungnya. Di tengah konsentrasinya, suara dering ponsel tiba-tiba berbunyi nyaring.
"Ka, hape lu bunyi tuh." Kata Edi sambil menggoreskan warna kuning ke kanvas.
"Biarin aja. Palingan Si Bangsat itu yang nelfon. Nanti juga dia ke sini." Kata Dika dingin. Dia memang tidak pernah punya selera untuk mengangkat telefon Hans.
Gara-gara telefon itu, wajah Hans tiba-tiba muncul di pikirannya. Wajah itu dihiasi dengan bibir yang terlihat sedikit melengkung ketika diistirahatkan dan mata obsidian seperti malam. Senada dengan warna matanya, Hans memiliki rambut hitam berkilau sehalus sutra yang ditata rapi. Sampai sekarang, wajah mulia itu masih membuat Dika jatuh cinta meskipun lima belas tahun sudah berlalu. Sayangnya cinta itu bermetamorfosis menjadi neraka yang menyiksa. Karena itu, yang menyeruak di hatinya saat ini malah kebencian.
Setelah mengingat orang itu, mata coklat tua Dika tidak bisa menyembunyikan kilat amarah. Dia mulai menggores kuasnya dengan kasar. Tiba-tiba dia ingat lagi kesedihannya beberapa tahun terakhir.
"Kenapa sih lu masih sama dia?" Tanya Aris di sebelah Edi. Dia tidak paham kenapa setelah segitu benci, tetap saja Dika tidak putus dari Hans.
"Apa lu pikir dia bakal biarin gue putus sama dia? Apa lu pikir gue ngga mau putus?" Gerutu Dika jengkel. Hans seperti lintah yang sekali menggigit, tidak akan melepaskan korbannya sebelum kenyang. Masalahnya, dia tidak pernah kenyang menghisap darah Dika.
"Siapa yang mau putus?" Tanya sebuah suara rendah yang sulit ditolak telinga.
Mendengar suara familiar itu, Dika menurunkan tangannya yang sibuk melukis. Tanpa menolehpun dia tahu siapa yang datang. Dua lainnya yang tadi sempat bicara langsung menutup mulut rapat-rapat, terutama Aris.
Hans yang baru datang, melangkah tidak terlalu cepat menuju Dika yang belum mau berbalik. Karena tiba-tiba hening, suara langkah sepatu Hans menggema ke seluruh sudut ruangan. Setelah Dika ada di area jangkauannya, dia melingkarkan tangan di pinggang kekasihnya.
"Ayo pulang." Bisiknya di telinga Dika.
***
Catatan Author:
Novel ini adalah seri 2 tapi bisa dibaca secara independen tanpa baca seri 1 nya. Kalau ada yang penasaran dengan seri 1 novel ini, bisa baca di aplikasi Fizzo, judulnya Skandal Si Dosen Dingin.