8. PERJUANGAN TAKKAN MENGHIANATI HASIL

"Seperti kemarau bertahun-tahun, terguyur hujan semalam."

"Sejuk nian!"

Tidak ada kepemimpinan yang tidak menimbang kebutuhan rakyatnya. Hanya saja setiap kebijakan menguntungkan untuk suatu pihak bisa jadi menyusahkan pihak lain. Apapun bentuk kebijakan tidak ada yang tidsak berdampak positif maupun negatif.

*

Cerah sekali hari ini. Seperti biasanya sebelum jam 7 matahari sudah teras hangat karena ini sudah memasuki bulan-bulan pada musim kemarau. Dimana hujan sudah jarang bahkan nyaris tidak ada hijan. Cuaca panas dan terasa kering.

Siswa sudah nyaris tidak ada yang terlambat.

Waktu masih tergolong pagi namun cuaca yang terang benderang menyebabkan seolah sudah sangat siang. Sehingga anak-anak akan bangun lebih awal dari jam sebelumnya.

Setelah membariskan 4 orang yang terlambat karena berbagai alas an. Banyak alas an dari siswa-siswa ini. Ada yang telat karena membeli dagangan untuk jual gorengan sore hari, ada yang nyadap karet dulu sebelum berangkat. Ada yang pecah ban, terpaksa cari tebengan, akhirnya telat.

Yakin memang siswa-siswa ini sebagian besar sudah bekerja entah itu hanya bantu orang tua atau memang cari duwit senriri.

Berbagai latar belakang kehidupan social maupun ekonomi siswa menyebabkan mereka begitu.

"Hendrik, kamu telat terus setiap belanja ke pasar. Harusnya sudah dipertimbangkan dong kalau mau belanja berangkat lebih pagi. Dan tidak boleh lama-lama nawar barangnya. Jadi jangan kebiasaan berangkat telat." Kata Joko menasehati.

"Kan kami tidak mungkin menspesialkan kamu untuk masuk kelas tanpa kesepakatan sanksi." Lanjut Joko.

Tatapan mata Joko teduh dan menyentuh. Sederhana namun mampu menembus relung hati yang kaku tanpa kesadaran.

Setiap siswa yang berhadapan dengan Joko akan luluh dan tunduk dengan penuh kesadaran. Dia adalah potrek kesederhanan dan kesahajaan yang peka akan zaman.

Joko adalah sosok guru yang benar-benar mampu menjadi teladan siswanya. Ketenangannya dalam menghadapi masalah. Kelapangdadaannya menyikapi tingkah siswa dan bijaksananya dalam mengambil keputusan sungguh membuat siswa enggan berbuat salah.

Dengan kesadarannya sendiri akan berbuat sesuai tanggung jawabnya sebagai seorang siswa. Mereka akan merasa malu untuk berbuat yang aneh-aneh. Justru akan berusaha untuk

Sedangkan Hendrik adalah anak pertama dari keluarga biasa. Bukan petani yang memiliki sawah maupun ladang karet. Mereka suku Jawa.

Orang tuanya berjualan gorengan setiap sore hari menjelang Ashar itu mulai menggoreng. Untuk membantu ekonomi kelurga Hendrik dibukakan cabang dengan gerobak kaki lima sebagaimana pedagang gorengan di tepi jalan. Lengkap dengan alat penggorenannya.

Jarak agak jauh dari tempat orang tuanya jualan. Sekitar 2-3 kilometer.

Jalan lintas Selatan Sumatra adalah jalan satu-satunya yang menghubungkan jalan antar pulau, antar profinsi, antar kota maupun antar desa. Karena jalan lainnya belum diaspal, sebagian macadam. Kalaupun sudah diaspal adalah yang jalur penghubung antar kota. Itupun bentuknya juga tidak karu-karuan. Dan lebih lagi rawan kejahatan. Sehinnga tidak terjamin keamanannya.

Hendrik malu. Binggung dan tertunduk. Dia tidak bisa menjawab. Dia tahu sesungguhnya Pak Joko menjebaknya. Dia tidak perlu bicara. Karena Pak Joko sesungguhnya sudah tahu kalau jawabannya Hendrik sedang malas. Meyepelekan waktu sekolah. Dia hanya membuat-buat alasan agar aman untuk terlambat.

Dalam hati Hendrik sudah paham kalau Pak Joko menggiringnya untuk menyadari kebohongannya itu.

Handrik anak yang baik. Walaupun masih sekolah bersedia membantu orang tuanya. Dia tidak malu dan mengeluh. Hanya saja mungkin dia merasa sedikit lelah karena sekolah dan bekerja pada sore harinya.

Ini mungkin menjadi alasannya untuk sering telat.

"Apakah kamu merasa lelah?" Tanya Joko menatap lekat-lekat mata Hendrik.

Tatapan yang seolah sedang menelusuri jalan panjang yang ada di lorong mata Hendrik hingga tembus ke hati yang paling dalam.

Pertanyaan yang mencari sendiri jawabannya.

Dan jawabannya itu akan mendekati kebenarnannya.

Hendrik sekali lagi terdiam.

Joko menghela nafas. Lalu berdiri. Mengitari Hendrik yang dari tadi tidak bergeming.

"Kalau aku diposisi kamu mungkin bapak juga akan mengalami hal yang sama."

"Mungkin kamu dapat ambil cuti. Atau dua hari sekali jualannya. Agar kamu dapat istirahat!"

Joko memegang pundak Hendrik. Seolah tidak mengizinkan Hendrik untuk menghindar ataupun menolak masukannya itu.

'Iya Pak!" kali ini Hendrik menjawab.

Jawaban yang lirih. Karena sadar tidak dapat menghindar ataupun menolak. Karena sadar dia memang melakukan modus. Berkedok belanja padahal karean ingin bermalas-malasan saja.

**

Ruang guru hari ini agak hingar. Suasana istirahat sebagai ajang kumpul, baik sekedar cerita maupun curhat. Baik urusan pribadi social maupun masalah di kelas. Sepertikeluarga sendiri. Karena sudah sekian lama berkumpul pada tempat yang sama.

Satu atap yaitu SMK PANCASILA.

"Pemerintah ini mengusik kita yang sudah berusaha ikhlas dengan keadaan." Kata salah satu guru.

SMK PANCASILA ini sebagian besar gurunya masih honorer. Meskipun kemarin ada beberapa yang masuk ikut tes CPNS terakhir untuk pendidikan. Namun masih banyak yang tertinggal.

Termasuk Joko sendiri.

"Joko, sudah dengarkan kalau tahun ini aka nada tes P3K?" Tanya seorang guru sambil mendekat pada Joko yang duduk diantara guru-guru lain di ruangan itu.

"Guru kontrak memangnya pemerintah tidak mau terbebani denganbiaya pensiunan ya!" ujar yang lain dengan nada sekan penuh kekecewaan.

"Iya ini cara pemerintah untuk menghindari biaya pensiunan. Mereka sungguh licik. Kalau yang meminta anggaran DPR pasti dimudahkan. Kebijakan yang menguntungkan pemerintah dimuluskan." Tandas yang lain.

"Benar, kan memang kebijakan yang buat DPR. Dia yang membuat kebijakan dia juga yang menikmatinya."

"Kalau DPR yang hanya 5 tahun dapat pensiunan alangkah buruknya keadilan di Negara kita ini. Rapat ditinggal tidur. Dapat uang aspirasi tanpa turun lapangan. Sungguh…..!"

Sudah menjadi obyek perdebatan kusir dimanapun kebijakan pemerintah ini banyak yang kurang menguntungkan rakyat. Cenderung menguntungkan kaum elit bahkan wakil rakyat sendiri.

Namun bagaimana lagi memang nasib wong cilik. Berbagai bentuk penindasan. Bagi masyarakat tanpa tameng penguasa seperti rumput yang mudah patah dihempas angina. Begitu pula penindasan bagi kaum miskin tak dapat dihindari.

Banyak bantuan bagi masyarakat, namun harga pangan naik. Kebutuhan dari suplay pemerintah seperti BBM dan listrik terus naik.

Naiknya diam-diam. Tepat tengah malam, tanpa pemebritaan.

Namun bantuan-bantuan ekonomi degembar-gemborkan. Walau kebijakan masing-masing desa adakalanya menimbang keluarga pejabat desa. Teruk!

***

Setelah lelah berjuang namun tetap dijalani honorer menemukan cahaya terang

Pernah lelah berharap hingga nikmatpun datang.

Yang bertahan tetap bertahan pada kesempatan dan kesempitan. Berjuang dalam kesederhanaan karena keterbatasan ekonomi maupun keterbatasan kebijakan.

Kini ada iming-iming dari kebijakan pemerintah.

Kebijakan pemerintah memang akan mendapat pro dan kontra, namun setidaknya ini adalah kebaikan yang dapat melepaskan dahaga pertahanan para honorer yang telah mengabdi sekian tahun.

Antara senang dan sedih. Kabar diberlakukannya PPPK atau perjanjian kontrak kerja bagi tenaga pendidik dan kependidikan ini.

Senang, karena kesempatan akan diakui pemerintah upaya pengabdian mendidik anak bangsa selama ini. Juga senang akan mendapat NIP. Senang akan adaanya kesamaan kesejahteraan dengan ASN yang berpangkat PNS.

Namun dibalik itu juga sedih. P3K ini tidak ada uang pensiunan. Maka tidak ada harapan kesejahteraan di hari tua. P3K juga hanya perjanjian kontrak dimana aka nada masa berlakunya. Bagaimana kalau 2 tahun, atau 3 tahun harus perpanjangan. Apalagi kalau tiap tahun perpanjangan? Alangkah susahnya. Itu semua pasti pakai biaya.

Masih bergelanyut dipikiran para guru ini akan kesulitan yang mereka hadapi. Namun kebijakan ini kian dekat.

Kabar gemnbira adalah banyak kesempatan bagi guru honorer yang sudah lama mengabdi. Ada tambahan poin bagi lama pengabdian dan usia. Lalu yang diutamanakn adalah yang mengajar diinduk tempat dia mengajar.

Peluang cukup besar bagi honorer yang sudah di atas usia 35 tahun.

Kebijakanpun bergulir kebawah.

Terealisasi.

Kebijakan ini kurang menguntungkan bagi pengabdian generasi sekarang. Padahal kemampuan dan perjiuangannya dilapangan bisa jadi sama atau malah lebih berat sekarang. Namun kebijakan tatap diikuti para honorer sebagai angin syurga.

Setetes air di guru sahara.