Pada hari itu cuaca terasa lumayan hangat, aku memegang ujung jaket berwarna merah muda yang ku kenakan. Ayah mengantar ku di depan gerbang sekolah dan berpesan untuk memberitahukan guruku jika aku kembali demam, aku menganguk patuh.
aku berjalan kearah gerbang dan mendapati lapangan sudah kosong, semua siswa mungkin sudah berada dalam kelas, sekarang sudah jam setengah delapan, aku terlambat. aku berjalan kearah kelas ku, ruangan itu terdengar sangat riuh, maklum kami semua masihlah anak-anak yang berusia sepuluh tahun. berdiri di atas meja, kursi sembari melemparkan kertas pada satu sama lain adalah hiburan yang menyenangkan.
Beberapa temam kelas menyadari kedatangan ku, mereka menyambut dengan baik dan bertanya-tanya apakah aku sudah sembuh atau belum, beberapa memegang dahi ku untuk memastikan aku sudah sembuh atau belum. aku tersenyum dan berkata "aku sudah merasa lebih baik, tapi aku masih harus minum obat."
"kamu duduk denganku saja, berhubung kamu tidak hadir sejak pembagian kelas kemarin." kata teman ku, Lina.
"iya, kita bisa duduk bertiga, meja dan kursinya lumayan luas." kata Tina, saudari perempuan dari Lina, mereka kembar.
tentu saja aku langsung menyetujui hal itu. aku sakit sejak dari libur semester sampai dengan hari ketiga tahun pembelajaran yang baru dimulai. aku akan kesulitan jika tidak mendapatkan tempat duduk. kami duduk di tepi kiri kelas dekat pintu di barisan kedua. Lina memang pintar mencari posisi untuk duduk.
Saat aku hendak menaruh tas ku aku merasakan ada tatapan yang mengarah kepada ku. aku menoleh ke sisi kanan, disana seorang anak laki-laki dengan potongan rambut buzz cut sedang melipat tangannya sembari bersandar di bangku, tatapan kami berdua bertemu. aku tidak tahu harus merespon bagaimana, dia hanya menatap ku dengan ekspresi kosong, apa mungkin dia hanya sedang menghayal dan tidak sengaja arah tatapannya itu mengarah kepada ku? aku segera mengalihkan pandangan ku dan duduk di kursi menghadap ke depan. untuk saja anak lelaki itu duduk di sisi kanan barisan belakang, jadi selama aku menatap ke depan aku tidak akan berurusan dengan dia.
***
Kelas masih saja ribut sampai waktu menunjukkan pukul sembilan. sangat jarang bagi sekolah ku untuk terlambat seperti ini, tadi aku sempat cemas karena aku terlambat, jika terlambat hukumnya juga sangat berat dan aku tidak ingin mengalami itu.
tak lama sesosok wanita berusia 30-an memasuki kelas kami, ketua kelas dengan cepat mengkomando kami untuk berdiri dan memberikan salam.
kelas hari ini berakhir dengan cepat, guru kami mengatakan kalau hari ini akan diadakan rapat jadi kegiatan belajar mengajar akan di liburkan, tetapi besok kegiatan belajar mengajar akan kembali dilaksanakan seperti biasa. aku segera mengambil tas ku dan hendak berjalan keluar.
"Historia! ayo pulang bersama." seru hendrick, kami tinggal di lingkungan yang sama.
"Oh, iya."
"ini teman ku mau kenalan dengan kamu." kata hendrick.
"Siapa?"
Hendrick mendorong seorang anak laki-laki yang tadi menghayal, si buzz cut itu. dia terlihat tersentak, tas yang sedang dia rapihkan hampir terjatuh karena dorong itu, "Ehh- apa ini??" tanya si buzz cut dengan kesal, kedua alisnya terlihat mengkerut sambil memandang hendrick.
"tadi kamu bertanya tentang anak yang memakai jaket merah muda kan? ini, silakan berkenalan dengannya." ujar hendrick membuat ku agak membelalakkan mataku.
jujur saja aku kaget karena dia penasaran denganku, apa mungkin yang tadi itu dia memang sengaja menatap ku. aduh bagaimana ini? apa dia marah karena aku seperti mengacuhkan tatapannya tadi? aku hanya membuang muka dan bahkan tidak tersenyum sama sekali. aku merasa bersalah.
Tapi tunggu sebentar, dia juga tidak tersenyum balik kepadaku. seharusnya sebagai pihak yang pertama kali menatap dia yang harus menyapaku duluan kan? dia hanya menatap tanpa arti padaku tadi. ya sudahlah tak perlu merasa bersalah.
anak itu mengulurkan tangannya pada ku, "Halo, perkenalkan, nama ku Kaiser."