Bab 3, Chapter 69: Kita Adalah Iblis

Suasana sempat hening sesaat. Tak ada suara apapun selain suara hujan. Hanya warga desa dan Raven yang saling bertatapan di tengah hujan lebat itu.

Perlahan, sabit Raven menghilang menjadi asap bewarna hitam dan aura-aura bewarna hitam yang menyelimuti tubuhnya ikut menghilang.

"A... aku... " belum sempat Raven menjelaskan, seketika Ibu Aria berteriak.

"IBLIS!!!"

Semua warga pun langsung menyerbu Raven. Beberapa menendanginya, beberapa memukulinya. Dan yang paling brutal adalah Ibu Aria yang memukuli dan menendangi Raven. Tak hanya begitu, Ibu Aria juga mengambil sebuah tongkat kayu dan memukuli Raven dengan keras sampai serpihan-serpihan dari tongkat kayu itu terhempas. Raven hanya bisa terduduk dan menahan semua kekerasan itu.

"Dasar... brak!... iblis... brak!... BAJINGAN!! KEMBALIKAN ANAKKU!" teriak Ibu Aria sembari mengeluarkan air mata namun matanya melotot lebar ke arah Raven.

BRAK!!

Ibu Aria memukul kepala Raven begitu keras hingga tongkat kayu yang dia pegang patah menjadi dua. Raven langsung terjatuh lemas dan kepalanya bocor.

"Tak kusangka desa kita ada iblis seperti ini!" ujar seorang warga.

"Ayo musnahin dia aja. Biar gak makan korban lagi," ujar warga yang lain.

Ibu Aria terduduk kelelahan di depan anaknya yang hanya tersisa bagian kepalanya. Air mata mulai semakin deras membasahi pipinya. Dia memegang perlahan kepala anaknya itu. "Hey, bukannya sudah kubilang, jangan dekat-dekat dengan iblis seperti dia... "

Ibu Aria pun mulai berdiri dan menatap tajam ke arah Raven yang terkapar dan penuh dengan luka. Dengan penuh amarah, dia pun berteriak, "AYO BUNUH IBLIS ITU!!"

Seluruh warga langsung berteriak, "AYO!!"

"Aku akan panggilkan pendeta!" ujar seorang warga.

"Hilangkan iblis di desa ini!!"

Dua orang yang ada di sana mulai memegang kedua tangan Raven dan menggeretnya ke arah gubuk tempatnya tadi meneduh. Beberapa hanya melihat dari jauh, takut mendekat. Beberapa melemparinya batu. Raven hanya bisa pasrah dan karena rasa sakit dari kekerasan warga, akhirnya Raven pingsan.

***

Beberapa saat kemudian, akhirnya Raven mulai membuka matanya. "Uhmm? Dimana aku?" Samar-samar dia seperti melihat banyak orang yang mengelilinginya. Raven berusaha kembali sadar dan setelah beberapa saat, akhirnya pandangannya semakin jelas.

Dia pun melihat dirinya yang diikat di sebuah tiang kayu. Tepat di bawahnya terdapat tumpukan kayu. Dan dia dikelilingi banyak sekali orang dan seorang pendeta yang tepat berada di depannya. Membaca doa-doa aneh dengan obor di tangan kanannya. Tepat di belakangnya, terdapat Ibu Aria yang menatapnya dengan tajam dan penuh amarah.

"Bunuh iblis itu! Bunuh iblis itu! Bunuh iblis itu!" teriak orang yang mengelilinginya.

Raven yang sadar dengan situasi saat itu pun langsung panik dan meronta-ronta berusaha melepaskan diri dari tali yang mengikat dirinya. "Tidak! Kumohon, lepaskan aku!" teriak Raven.

"Kau sudah membunuh anakku! Dan sekarang kau harus menebus dosamu!!" teriak Ibu Aria.

"Bukan aku yang membunuhnya! Monster aneh yang membunuhnya!" teriak Raven.

"Dan KAU mosnter itu! CEPAT BUNUH DIA!!" teriak Ibu Aria.

"Kumohon, percaya aku. Bukan aku yang membunuhnya!!" teriak Raven.

Raven menangis histeris sembari terus berteriak dan memberontak. Sang pendeta mulai mendekatkan obor yang dia pegang ke arah tumpukan kayu yang ada di bawah Raven.

"Tidak! Ti-," tak lama kemudian, mata Raven terbelalak. Matanya terbelalak karena dia melihat dibalik jendela, banyak makhluk mengerikan seperti tadi berlari ke arah gubuk ini.

"Semuanya, KELUAR!! SEMUANYA KUMOHON CEPAT KELUAR!! SEBELUM SEMUANYA TERLAMBAT!!" teriak Raven. Kali ini dia berusaha memberontak lebih keras dan aura bewarna hitam mulai keluar dari tubuhnya.

"Diamlah oh penghuni neraka!" ujar salah satu orang di sana.

Mereka tak menggubris omongan Raven sama sekali dan malah semakin mencacinya.

"Pak Pendeta, cepat bakar dia," ujar Ibu Aria kepada si pendeta.

"Tunggu sebentar, biar aku menyelesaikan doaku terlebih dahulu," ujar si pendeta.

"Tch, lama sekali!" Ibu Aria langsung merebut obor yang dipegang pendeta itu dan mendorong pendeta itu hingga terjatuh.

Ibu Aria pun menatap Raven dengan senyuman lebar namun juga dengan mata yang masih melotot. "Terimalah hukumanmu, iblis."

"Tidak, kau harus pergi dari sini!" teriak Raven.

Ibu Aria mengambil ancang-ancang melempar obor itu. Namun tepat sebelum Ibu Aria melempar obor itu, tiba-tiba gelombang aneh menembus tembok gubuk itu. Gelombang itu meninggalkan tiga lubang sempit sejajar mendatar yang mirip cakaran. Gelombang itu mengenai kepala Ibu Aria membuat kepalanya terbelah menjadi tiga.

Semua orang di sana pun sontak berteriak histeris. Tubuh Ibu Aria terjatuh membuat obor yang ditangannya ikut terlepas dan jatuh di lantai. Api dari obor itu pun menyebar dengan cepat. Tak hanya itu, gelombang aneh tadi juga mengenai tiang kayu Raven membuat tiang itu terjatuh. Namun Raven masih terjebak di tali yang mengikatnya.

Seketika keadaan di dalam gubuk itu menjadi kacau. Semua orang berteriak histeris dan panik. Beberapa dari mereka mulai berlari keluar.

"Cepat keluar!!"

Namun tepat saat mereka hampir mencapai pintu gubuk, tiba-tiba badan mereka tercincang menjadi serpihan kecil. Para makhluk mengerikan itu menyerbu masuk. Kasihan sekali bagi mereka yang tak bisa melihat makhluk-makhluk itu. Mereka bahkan tak tahu alasan kematian mereka sendiri.

Suasana semakin kacau. Makhluk-makhluk itu mengamuk. Beberapa dicabik, dimakan, beberapa terpental namun mendarat di kobaran api. Pendeta tadi berusaha berlari sembari membaca doa dan dalam keadaan tubuh terbakar. Namun tak lama kemudian, sesosok makhluk itu langsung menyerbunya dan menelan bulat-bulat pendeta itu.

Di sisi lain, akhirnya, Raven berhasil melepas tali yang mengikatnya dan menyingkirkan beberapa benda yang menimpanya. Dan saat dia berdiri, dia hanya melihat mayat, kobaran api, dan makhluk mengerikan di sekelilingnya.

Dia melihat kebawahnya dan melihat beberapa potongan mayat di dekat kakinya. Pemandangan itu mengingatkannya tentang Tami dan Aria. Raven menggeretakkan giginya dan terus mengingat dua temannya itu.

Di sisi lain, para makhluk aneh itu sedang menikmati santapan mereka namun acara makan besar itu terganggu saat mereka merasakan energi aneh yang besar. Saat makhluk-makhluk itu menoleh, mereka melihat Raven yang dipenuhi oleh aura bewarna hitam. Memegang sabit besar dan delapan tentakel bewarna hitam yang menempel di punggungnya. Raven menatap makhluk-makhluk itu dengan tatapan sangat tajam dan berkata, "Matilah."

***

Beberapa saat berlalu. Api kebakaran di gubuk tadi padam karena lebatnya hujan. Namun kini gubuk itu hanya berbentuk reruntuhan karena amukan Raven tadi. Raven mulai berjalan terpincang-pincang keluar dari gubuk itu. Penglihatannya mulai kabur. Raven merasa lelah, lapar, lemas, sakit, semua yang menyakitkan. Raven berjalan terengah-engah sembari air hujan yang membasahinya sekaligus melarutkan darah dari luka-lukanya.

Raven merasa ingin ambruk namun tepat saat dia akan ambruk, dia melihat seseorang di depannya yang tiba-tiba muncul. Raven terkejut dan terjatuh ke belakang. Orang itu memiliki pin di dadanya yang berlambangkan api merah dan memiliki mata hijau yang indah.

"S-siapa kau?" tanya Raven.

"Tenang, aku di sini bukan untuk menyakitimu. Aku di sini untuk membawamu ke rumah yang lebih baik. Maukah kau ikut denganku?" tanya orang itu.

"Uh?" Raven berfikir sejenak. Dia ingin ikut namun, dia berfikir jika kekuatan aneh di dalam dirinya malah justru akan membunuh orang ini. "Lebih baik tidak. Lebih baik kau tak usah peduli dengan iblis sepertiku," jawab Raven.

Tanpa reaksi apapun, orang itu mengulurkan tangannya ke Raven membuat Raven terkejut. Raven pun mengangkat kepalanya dan melihat wajah orang itu. "Tenang, aku sama iblisnya seperti dirimu."