"Kalau ngomong ya ngomong. Jangan main tangan!" ujar Elisa dengan mata penuh kemarahan.
"Beraninya kamu menendangku. Apa kamu tahu apa statusku di rumah keluarga Wangsa?" tanya Rado dengan penuh kemarahan.
"Yang aku tahu kamu dan Michael hanyalah anak adopsi dari keluarga Wangsa. Apa yang harus dibanggakan?" jawab Elisa dengan santai sambil menarik teman baiknya pergi dari sana.
'Sial! Mereka memang tidak bisa diandalkan!' batin Linda.
"Bang...apakah benar kalau abang hanyalah anak angkat?" tanya adik kelas Rado yang lain yang ingin tahu apakah itu benar.
"Itu bukan urusanmu! Pergi kamu!" usir Rado dengan kasar yang membuat adik kelasnya ketakutan. Di 1 sisi dia merasa dipermalukan oleh Elisa yang sudah membongkar jati dirinya di hadapan teman-temannya yang lain.
"Bang, abang jangan rendah diri ya. Aku akan tetap menganggap abang sebagai abang kandungku sendiri." ucap Linda dengan penuh kepura puraan.
"Iya. Makasih ya, dik. Kamu tidak memandang rendah abangmu ini." puji Rado sambil membelai halus kepala adiknya.
Jam pelajaran berakhir yang menandakan sekolah pun berakhir. Elisa pun keluar dan melihat supir yang diaturkan oleh ayahnya telah menunggu didepan. Dia pun mengajak sahabat baiknya yang kemudian ditolak halus dan Elisa pun pulang sendiri.
"Pak, hari ini Jonathan pulang?" tanya Elisa.
"Gak tahu, nona. Coba tanya saja pada paman. Dia harusnya lebih tahu." jawab supir berbaju safari itu dengan sopan.
Sementara di kantor Jonathan sedang menyelidiki latar belakang putrinya selama ini. Didapati kalau sejak berusia 1 tahun, Elisa diculik dan sempat dijual ke beberapa negara sampai akhirnya berakhir di panti asuhan dan diasuh oleh keluarga Wangsa yang dikiranya adalah keluarga kandungnya, tapi ternyata bukan.
Elisa yang sedang belajar untuk ujiannya tiba-tiba merasa lapar dan dia pun bangun untuk mencari makan di kulkas yang hanya tersedia 1 kotak kecil susu dan sandwich. Dia pun mengambilnya.
"Tek! Elisa!" panggil ayahnya dengan kaget. "Kamu lapar ya?" tanya Jonathan setelah melihat apa yang dipegangnya.
"Iya." jawab Elisa seadanya.
"Ya udah. Ayo kita makan diluar. Aku juga belum makan dari tadi." ajak Jonathan beralasan yang membuat putrinya mengikuti ayahnya dari belakang dan mereka menuju sebuah restoran mewah.
"Selamat malam tuan Jonathan. Silakan dipilih mau makan apa." ujar seorang pelayan sambil menyodorkan menu pada pelanggan tetapnya itu.
"Ayo dipilih. Kamu mau makan apa?" tanyanya pada putrinya sambil memberikan menu.
"Hmmm! Aku pilih ini, ini dan ini. Makasih!" ucap Elisa sambil menunjukkan makanan yang diingininya.
"Itu bukan makanan bergizi. Pantesan aja kurus!" ejek ayahnya. "Aku pesan sapi lada hitam, udang mayonaise dan bayam. Itu saja!" tunjuk Jonathan pada menu.
"Baik tuan. Mohon ditunggu sebentar." ujar pelayan tersebut sambil membawa buku menu itu menuju dapur dan tak berapa lama makanan pun keluar.
"Ayo dimakan dagingnya. Ini yang paling terkenal disini lho." puji Jonathan sambil mengambilkan sapi lada hitam ke piring anaknya.
"Huek! Maaf! Tapi aku tidak bisa memakan daging. Aku akan muntah kalau makan daging. Sekali lagi maaf." sesal Elisa yang mendatangkan tanda tanya di benak ayahnya apa yang terjadi pada putrinya itu.
Selagi ayah dan anak itu bercengkrama, mendadak datanglah Suryo dan Michael ke restoran.
"Lisa, apa yang kamu lakukan disini? Kenapa kamu bisa dengan dia?" tanya Suryo dengan penasaran.
"Apa urusanmu?" ketus Elisa.
"Apa urusanku? Aku ini ayah angkatmu, Lis. Apa begini hormatmu pada ayah yang sudah membesarkanmu?" jawab Suryo dengan nada marah sambil memegangi bahu anak angkatnya dengan keras.
"Aku ayah kandungnya!" jawab Jonathan sambil mendorong Suryo untuk menjauh dari anaknya.
"Apa? Kamu ayah kandungnya?" tanya Suryo dengan nada tak percaya.
"Hasil DNA sudah aku kirim ke emailmu. Kamu lihatlah sendiri! Ayo nak, kita pulang!" ajak Jonathan sambil menggandeng tangan anaknya yang membuat ayah dan anak itu hanya bengong.
Di mobil, Suryo membuka emailnya dan melihat hasil DNA tersebut yang terbukti memang Elisa adalah anak kandung Jonathan Suryahadiatmaja dan Suryo pun menangis sambil mengingat kenangan bagaimana saat dia menjadi donatur di panti asuhan dan kemudian dia berkenalan dengan Elisa.