Apalagi saat mendengar ada yang melahirkan, ada pula yang mendapat cucu, perut yang satu membesar, perut yang lain juga membesar. Setiap kali mendengar kabar seperti itu, dia bisa begitu frustrasi sampai rasanya ingin mati karena marah.
"Kakak, kelihatannya perut menantu perempuanmu sedikit membesar ya?" Nyonya Tua Song berkomentar dengan penuh iri. Kepahitan dalam komentarnya begitu kentara sampai bisa dirasakan meski dari jarak jauh.
"Ini anak laki-laki."
Wanita setengah baya itu mengangkat dagunya tinggi-tinggi dengan bangga, sementara wanita hamil itu bangga membuncitkan perutnya seolah-olah takut orang lain tidak melihat.
Ketika Nyonya Tua Song mendengar itu adalah anak laki-laki, rasanya seperti ada kucing menggaruk hatinya. Dia merasa sangat tidak nyaman dan sengsara sampai berharap ada tembok untuk digaruk dalam frustrasi.
Anak laku, anak laki, memang anak laki-laki.
Mengapa bukan cucu dia?