Langkah kaki Magister Orion bergema di lantai kabin saya saat ia berputar mengelilingi saya untuk kesepuluh kalinya. Suaranya mengikuti deru kegelisahan di dada saya. Setiap kali ia berlalu di belakang saya, bahu saya menegang.
"Tolong diam saja." Suara dalamnya menyimpan nada konsentrasi.
Angin hangat menggelitik kulit kepala saya saat ia menempatkan tangannya dekat kepala saya lagi. Sensasi itu mengingatkan saya pada hari-hari musim panas yang dihabiskan di bawah sinar matahari—menyenangkan, namun tidak istimewa.
"Saya minta maaf, tapi saya harus mencoba sekali lagi."
Kaki saya gatal karena berdiri begitu lama. "Silakan, ambil waktu Anda."
Kerutannya semakin dalam dengan setiap putaran. Keriput di sekitar matanya menjadi lebih jelas saat ia mengerutkan kening, seolah-olah mencoba melihat melalui kabut.