1

Disebuah rumah sakit yang besar, ruang UGD yang tak pernah terlihat sepi itu bahkan hingga larut malam.

Pete, Dokter UGD telah menyelesaikan jam kerjanya dan bersiap untuk pulang, ia berjalan menuju ruang dokter sembari melepaskan jas snellinya dan id tag yang tergantung dilehernya.

Ia membuka pintu dan melihat rekannya tampak kebingungan.

"Ada apa Arm ?" Tanya Pete sembari berjalan menuju lokernya, lalu meletakkan snelli beserta id tagnya di dalam loker itu.

"Oh dokter Pete, shift mu sudah berakhir hari ini ?" Tanyanya.

Pete menoleh kearah bass lalu menutup lokernya setelah mengambil tas miliknya.

"Emm" jawab Pete singkat.

Arm tak menjawab lalu ia kembali tampak kebingungan.

"Apa yang salah Arm ? Kenapa kau tampak kebingungan ?"tanya Pete yang mulai penasaran ada apa dengan Arm yang tak seperti biasanya.

"Aku .. aku ada janji dengan Cherry" ucapnya.

Pete menatap bass.

"Lalu ?" Tanyanya lagi.

"Jangan bilang kau lupa dengan jadwal shiftmu ?" Tanya Pete.

Arm terdiam lalu menghela nafas berat.

Pete menyadari betapa cerobohnya teman seperjuangannya itu.

"Lalu bagaimana sekarang ?" Tanya Pete.

"Aku tidak mau putus dengan Cherry,Pete !"

"Dia mengancam ku jika aku tidak datang, dia ingin putus denganku."

"Bagaimana ini Pete ?" Tanya Arm.

"Ini salahmu, kenapa harus membuat janji ketika kau ada shift malam" ucap Pete.

"Aku lupa Pete" ucapnya tampak sedih.

"Itu salahmu" ucap Pete.

"Aku pulang" Pete berbalik hendak pergi.

"Ohh Pete !!! Kamu tak sedih jika temanmu ini menjadi single ?" Tanya Arm.

Pete berhenti, ia tampak ragu lalu ia berbalik.

"Sekali saja !"

"Kali ini shiftmu akan ku gantikan !"

"Tapi.. jangan sampai hubungan kalian berakhir" ucap Pete.

Arm bangkit lalu berlari memeluk Pete.

"Terima kasih Pete, terima kasih,aku akan terus mengingat jasa mu ini." Ucapnya yang terus mempererat pelukannya.

Pete tersenyum tipis lalu mendorong pelan Arm

"Pergilah. Atau kau mungkin akan terlambat" ucap Pete.

Arm mengangguk, ia lalu bergegas pergi meninggalkan Pete diruangan itu.

Pete menggelekan kepalanya melihat kelakuan sahabatnya.

Pete lalu berjalan menuju lokernya , kembali menyimpan tasnya dan mengambil jas snellinya beserta id tag.

Shift Pete dimulai malam itu...

Malam itu UGD  seperti biasa, tidak ada hal yang mengkhawatirkan. Pete berjalan menuju meja suster.

"Oh dokter Pete ? Shift mu bukannya sudah berakhir ?" Tanya dokter muda yang tampak cantik itu, ia bernama Samantha.

"Bukannya ini jadwal dokter Arm ?" Celetuk dokter lainnya yang bernama Chay.

"Dia ada keperluan lain, dan aku menggantikannya." Ucap Pete.

"Oh.. soal kekasihnya lagi ?" Tanya Samantha.

"Bagaimana kau tahu ?" Tanya Pete.

"Oh dok, semua dokter dan suster UGD tahu bagaimana ia memuja kekasihnya itu" ucap Chay.

"Sekarang masalah apa lagi yang dia lalui ?" Tanya Samantha.

"Seperti biasa, kekasihnya ingin putus dengannya" jawab Pete.

"Kenapa dokter bass sangat menyukainya ? Kalau wanita ingin putus,itu berarti dia punya orang lain" ucap suster yang mendengar pembicaraan mereka.

"Namanya juga budak cinta" ucap Chay.

Seorang pria muda, tampak seolah tenaga medis magang membawa beberapa Kopi.

"Ini pesanan kopinya" ucapnya

"Dokter Samantha, kamu meminta anak magang untuk membeli ini ?" Tanya Pete.

"Hanya satu kali Pete, aku lelah. Dan memintanya " bela Samantha.

Pete menghela nafas.

"Sudah,sudah"

"Bagian bass ku berikan padaku" ucap Samantha lalu memberikan segelas kopi pada Pete.

"Tapi ngomong-ngomong, malam ini sangat sepi ya "

Deg..

Suasana menjadi hening, mereka menatap anak magang itu dengan tatapan tajam. anak magang itu hanya diam menatap mereka yang tak melepaskan pandangannya.

"Apa aku mengatakan hal yang salah ?" Tanyanya.

"Kau mengatakan hal keramat! Yang tidak seharusnya diucapkan diruangan ini" ucap Chay.

"Bersiaplah ! Pekerjaan menanti kita" ucap Samantha.

Percaya atau tidak..

Banyak yang mengatakan bahwa kata SEPI sangat dilarang untuk diucapkan diruangan UGD.

Karena Percaya atau Tidak,

Kalimat itu akan membalikan keadaan.

Selang beberapa menit bunyi telepon berdering, mereka tampak tak berani mengangkat panggilan itu, namun...

"Hallo ?" Seorang suster memberanikan mengangkat ganggang telepon itu.

Tak lama

Paramedis mendorong brankar dengan seorang pasien yang tampak kritis.

"Pria kisaran umur 35 tahun mengalami luka tusuk bagian bawah dada" jelas paramedis.

Lalu dibelakangnya terdapat pasien yang mengalami luka parah diwajahnya.

Selain itu beberapa pasien mengalami luka ringan.

"Apa yang terjadi ?" Tanya Pete.

"Perkelahian" singkat paramedis itu.

Pete yang melihat itu lalu memeriksa pasien pertama, pasien tampak kehabisan nafas.

"Pasien mengalami Dyspnea dok"

"Denyut nadinya berada  60bpm"

"Segera lakukan Intubasi Endotrakeal" ucap Pete. Ia lalu berjalan menuju pasien itu, dan para medis memberikan alat untuk melakukan intubasi.

Pete dengan hati-hati memasukan selang itu kedalam mulut pasien itu.

"Hei kalian !!! Siapa dokter terbaik disini ! Selamatkan bos saya" seorang pria berteriak di ruang UGD memecahkan fokus Pete dan lainnya.

"Apa-apaan ini ? Tolong jangan berteriak diruangan ini" ucap Chay yang mendorong mundur pria aneh itu.

"Apa kau dokter terbaik ?" Tanyanya.

"Bos saya memerlukan pertolongan" ucapnya lalu memberikan space untuk Chay melihat kearah pria yang tak jelas itu.

"Apa kau bisa lihat ? Ada pasien yang lebih kritis dibanding bosmu itu !"

"Dia tampak baik-baik saja bahkan ia bisa berdiri" ucap Chay.

Pria itu tak segan mengeluarkan pistolnya dari saku belakangnya dan mengarahkan kearah kepala Chay.

"Apa kau bilang ? Kau mau mati?" Tanya pria itu.

Chay yang terkejut hanya diam dan tampak bergetar.

"Cepat ! Periksa dan obati luka bosku" ia menarik Chay keluar dengan pistol yang masih mengarah ke kepala Chay, Chay tampak tak bisa berkutik ia hanya melangkahkan kakinya maju hingga berhenti didepan pria dengan setelan jas dihadapannya.

"Bos ! Sudah ada dokter disini" ucap pria itu.

Pria yang dipanggil bos itu berbalik,Chay tampak terkejut karena melihat perut pria itu berdarah.

"Apa yang kau lihat ! Ayo obati" pria itu terus menodongkan pistol kekepala Chay.

Chay yang panik lalu meminta pria itu duduk dikursi, sementara medis lainnya membantu pekerjaan Chay.

"Bisa anda buka baju anda ?" Tanya Chay, tanpa berlama-lama pria itu membuka bajunya.

"Bagaimana anda bisa menahan rasa sakit dengan luka tusukan ini ?" Tanya Chay.

"Jangan banyak bertanya. Obati saja dengan tanganmu" pria itu kembali menekankan pistol itu kearah Chay.

Sementara itu Pete berhasil memasukan selang intubasi kedalam tenggorokan pasien tersebut.

"Dok, pasien kehabisan banyak darah, lukanya cukup dalam dengan robekan besar" ucap suster.

Pete menatap luka itu.

"Siapkan ruang operasi dan cek terlebih dahulu apakah kita memiliki stok darah" ucap Pete.

"Baik dok" suster itu bergegas pergi menuju ruang lain.

"Selama menunggu, kita akan coba hentikan pendarahan ini" ucap Pete.

Tapi Pete menyadari Chay tak berada disana.

"Dimana Chay ?" Tanya Pete.

"Ada pasien diluar yang diobati Chay" ucap Samantha.

"Diluar ? Kenapa tidak didalam saja ?" Tanya Pete.

"Rekannya membawa pistol" bisik Samantha.

"Pistol ?"

Sementara itu ditempat yang berbeda..

Arm sebisa mungkin tak terlambat, ia masuk kedalam restoran dan melihat Cherry kekasihnya sudah duduk dikursi.

"Sayang, apa kamu menungguku lama ?" Tanya arm.

Cherry menatap Arm.

"Tumben ada waktu untukku ?" Tanya Cherry.

"Apa maksudmu sayang ? Aku selalu menyempatkan waktu untukmu" ucap Arm.

"Benarkah ? Hmm tapi sayang" ucap Cherry yang terputus, ia mengambil sendok kecil lalu memotong cake yang ada didepannya lalu ia memakan cake itu.

" aku tetap ingin putus denganmu" ucap Cherry.

"Kenapa ? Bukannya kamu bilang kalau aku datang malam ini kamu tidak akan memutuskanku ?" Tanya Arm.

"Kapan aku bilang seperti itu ? Seingatku aku mengatakan bahwa aku akan memutuskanku ketika kamu tidak datang" ucap Cherry.

"Bukankah itu sama saja ? Kalau aku disini sekarang, itu berarti kamu tidak akan memutuskanku!" Ucap Arm.

"Semua sudah terlambat arm, aku tetap ingin putus denganmu." Ucap Cherry, tak seperti rasa sedih atau menyesal.

Cherry bangkit.

"Hubungan kita berakhir sekarang Arm, Sorry" ucapnya lalu meninggalkan Arm.

Arm tampak kebingungan dengan apa yang terjadi saat ini, ketika ia berbalik menatap kearah jendela, ia melihat seorang pria yang tinggi menunggu didekat mobil milik Cherry, Cherry yang tampak bahagia itu mendekati pria tersebut dan merangkulnya.

Pria itu merebut Cherry dari Arm..

Kembali kerumah sakit, Pete berjalan menuju ruang tunggu, ia melihat Chay yang ditendang oleh pria lainnya.

"Kau mau membunuh bossku hah?" Tanya pria itu.

Segera Pete mendekati Chay dan menolongnya.

"Kau baik-baik saja Chay ?" Tanya Pete.

"Apa yang kalian lakukan ?" Tanya Pete sembari menatap pria yang terus menodongkan pistolnya kearah kami.

"Panggil dokter terbaik kalian ! Dokter bodoh ini hampir membunuh bos kami" ucapnya.

"Tidak dok, aku tidak sengaja, aku hanya takut dan grogi" ucap Chay.

"Dokter Pete ! Pasien mengalami kejang" seorang suster menghampiri Pete.

Pete lalu bangun bersama Chay.

"Mau kemana kalian ? Sudah ku bilang bos kami juga membutuhkan pengobatan ?" Ucap pria itu.

"Kau masuk dulu Chay," ucap Pete.

Chay lalu masuk kedalam ruang UGD.

Pete menatap pria yang disebut bos oleh pria tinggi itu.

"Bos mu masih bisa menunggu. Ada pasien yang lebih gawat" ucap Pete yang berbalik pergi.

Dorr..

Suara tembakan itu membuat seluruh ruangan itu menjadi riuh dan teriakan tak terhindari.

Pete tampak terkejut karena ia melihat selongsong pistol melewatinya dan menembus dinding ruang UGD.

"Kau mau mati ?" Tanyanya.

Pete berbalik dan menatap pria yang tak berbicara sekalipun itu.

Pete berjalan perlahan kearah pria itu lalu mendekati wajahnya.

"Kau bukan pasien yang harus diutamakan !" Ucap Pete

Pria itu yang tak bergeming tiba-tiba mengarahkan matanya kedepan, tatapannya dalam.

Pete menjauh namun pria itu menangkap tangan Pete dan membuat Pete terdorong kedepan.

"Kau sepertinya ingin mati ?" Tanyanya dengan suara yang berat.

Mata Pete bergetar.ia menelan ludahnya sendiri dengan berani ia mengucapkan sebuah kalimat.

"Jika kalian membunuhku,kau mungkin akan mati juga" ucap Pete.

To be continued