Bab 33 - Sang Manajer

Jika sampai

seorang perempuan menari

lalu angin berhenti

dan suara-suara yang ada

adalah intisari dari sunyi

maka kau sedang menjumpai

perempuan yang tak pernah takut lelah

perempuan yang tak mau menyerah kalah

pada kabut, dan juga rasa gelisah

Agni dan Haira berpamitan. Hari ini mereka mulai keliling dari kota ke kota di Jawa. Haira diundang mementaskan tarian khas Banyuwangi di Bale Kambang Surakarta, Taman Ismail Marzuki Jakarta, Keraton Kasepuhan Cirebon. Chat terbaru masuk tadi pagi dari Dinas Pariwisata Kota Surabaya. Haira diminta tampil di Taman Budaya Surabaya. Agni mencatat semua baik-baik. Meski hanya mengaku-ngaku dan tidak resmi, dia akan menjalankan fungsinya sebagai manajer Haira Ndadari, Sang Penari dari Banyuwangi.

Mereka akan pergi naik kereta ke semua kota tersebut. Agni telah mengatur detail perjalanan. Tiket dan persiapan. Penginapan disediakan oleh panitia. Agni tidak perlu repot-repot melakukan pengaturan.

Di Stasiun Kali Setail, Agni melihat sekali lagi jadwal untuk memastikan kelancaran perjalanan marathon ini. Haira hanya senyum-senyum saja saat Agni mengingatkannya tentang ini dan itu. Jangan ini dan itu. Biarlah, yang penting sahabat terbaiknya ini senang. Dia kelihatan sangat menikmati peran sebagai manajer.

Haira langsung teringat kepada Sherly Marly dan Yasa Adiguna. Dua orang manajer agensi yang memburunya habis-habisan. Entah kenapa akhir-akhir ini tidak. Haira langsung tersadar. Dia tidak pernah memberikan nomornya kepada Sherly Marly. Dia justru memberikan nomor Agni. Hihihi.

Kereta Wijaya Kusuma membawa kedua gadis remaja yang memulai petualangan tari. Stasiun demi stasiun dilewati. Tidak nampak apa-apa karena ini perjalanan malam. Tapi mereka tahu persis sedang melewati daerah mana berdasarkan kecepatan kereta. Saat kereta memelan dan bunyi rem roda berdecit-decit, mereka tahu sedang melintasi terowongan dan jembatan di Alas Garahan yang misterius. Ketika kereta melaju kencang tanpa terasa adanya belokan, mereka tahu sudah lepas dari stasiun Jember menuju Surabaya.

Kereta akan berhenti di Stasiun Solo pada pukul 4.00 Subuh. Agni membelalakkan mata lebar-lebar agar tidak ketiduran saat kereta berangkat dari Stasiun Madiun. Kalau sampai mereka ketiduran, bisa-bisa saat terbangun mereka sudah sampai stasiun Tugu Yogyakarta. Atau malah mungkin Stasiun Cilacap sebagai pemberhentian terakhir. Agni bertekad tidak akan memejamkan mata hingga Solo Jebres.

Haira menggoyang-goyang tubuh Sang Manajer dengan keras.

“Bangun! Bangun! Agni bangun! Kita sudah sampai di Solo Jebres!”

Agni membuka matanya lebar-lebar. Tanpa ba bi bu lagi gadis itu menyeret kopernya dan koper Haira dengan tergesa-gesa. Untunglah semua barang yang keluar dari tas selama perjalanan sudah dikemas oleh Haira. Dia tidak tega membangunkan Agni yang tertidur pulas sekali. Haira tertawa terkekeh-kekeh sambil membuntuti Agni dari belakang.

Agni nyaris terjungkal jika saja tidak cepat-cepat memperbaiki posisi tubuhnya. Seorang penumpang turun terburu-buru dan mendesaknya hingga nyaris terjatuh. Agni hendak membuka mulutnya memaki tapi mengurungkan niatnya saat melihat Haira menggeleng-gelengkan kepala. Agni sudah berjanji akan patuh pada Haira sebagai imbalan Haira mengakuinya sebagai manajer.

Agni menghempaskan tubuhnya di kursi stasiun. Kesadarannya belum pulih. Gadis itu memejamkan mata lagi. Haira terbelalak. Hmm, ada-ada saja Sang Manajer ini.

“Agni, ayo bangun! Kita sholat Subuh dulu. Baru cari sarapan.”

Mendengar kata sarapan, seketika Agni membuka mata. Sarapan adalah obat terbaik menghilangkan kantuk.

Setelah Sholat Subuh dan sarapan, kedua gadis remaja itu menunggu di lobi stasiun. Jemputan sudah dihubungi dan sedang dalam perjalanan. Di Solo mereka diinapkan di hotel dekat Bale Kambang. Haira akan menari Sabtu malam di acara pagelaran budaya daerah tahunan yang diadakan oleh Pemerintah Kota Solo, Keraton Surakarta dan ISI Surakarta.

Setelah meletakkan semua barang di hotel, hari itu dihabiskan oleh Haira dan Agni untuk keliling Kota Solo. Naik bus Batik Trans Solo yang bersih dan menjangkau semua rute Solo dan sekitarnya. Haira dan Agni sangat senang bisa mengunjungi Kampung Batik Laweyan yang terkenal. Masuk ke Pasar Klewer yang populer dan makan makanan tradisional yang banyak tersedia di sana.

Menjelang sore barulah mereka pulang ke hotel untuk beristirahat. Mengumpulkan tenaga buat tampil besok malam. Agni selalu berhubungan dengan panitia untuk memastikan jadwal bagi Haira yang terkadang mengalami perubahan. Terutama karena menunggu kepastian jadwal kehadiran kerabat Keraton Surakarta dan Mangkunegaran yang juga merupakan penggagas acara.

Haira dan Agni sama sekali tidak menyadari bahwa kehadiran keduanya di Solo tidak pernah lepas dari pengawasan beberapa orang. Semenjak tiba di hotel dan lanjut keliling kota.

Parama Duta dan Durgani Praba telah mengamati segala pergerakan Haira dan Agni sejak kedatangan mereka di Stasiun Solo Jebres. Mobil Nissan Teana berwarna hitam selalu mengikuti kemanapun Haira dan Agni pergi. Durgani Praba telah merancang sesuatu saat Haira pentas besok malam di Bale Kambang. Dia akan mempermalukan gadis itu saat tampil menari. Gadis itu akan memohon-mohon kepadanya agar mengembalikan kemampuannya menari. Alat tukar yang pas untuk Raung Meraung. Durgani Praba tersenyum sendiri sambil meraba sekantung kecil plastik di dalam tasnya. Kantong yang berisi tanah kuburan Sekar Arum dan telah dijapa mantra oleh Ki Ageng Rompal.

Di sudut lain stasiun, Fortuner warna merah yang berisi Han dan Seng menyaksikan Haira dan Agni tertawa-tawa sambil menyeret koper besar keluar dari stasiun. Seng jeprat jepret mengambil gambar. Sebagai bukti kepada Koh Seong bahwa mereka tidak kehilangan jejak Haira. Seng juga membuat video kedua gadis itu menggunakan kamera tele tercanggih. Mereka hanya akan menunggu saat yang tepat untuk menculik Haira. Dalam dua kesempatan terakhir mereka gagal total. Pertama digagalkan oleh harimau siluman yang menakutkan. Kedua ketika dihadang oleh Arya Jitendra dan pemulung aneh yang misterius di Denpasar.

Marko Dusan tidak mau ketinggalan. Bersama beberapa pengawalnya yang baru, beberapa orang pengawalnya yang lama babak belur dihajar WSY, lelaki itu mengamati gerak-gerik Haira dan Agni bahkan sejak berangkat dari Stasiun Genteng. Marko menyuruh seseorang untuk ikut naik Wijaya Kusuma. Mengawasi semua pergerakan Haira dan Agni. Orang lain lagi disuruhnya berjaga di stasiun Solo Jebres. Salah satu anak buah Marko bahkan berhasil menempelkan alat pelacak di tas kecil bawaan Agni. Haira dan Agni sama sekali tidak menyadari hal ini. Mereka terlalu excited.

Ketiga pihak pengintai Haira dan Agni yang merasa aman dalam mengintai dan mengikuti kedua gadis sama sekali tidak menyadari bahwa ada pihak lain lagi yang mengawasi mereka.

WSY membuka aplikasi surveillance di layar hapenya. Layar yang terbagi menjadi 3 bagian. WSY memperhatikan Nissan Teana hitam bergerak menuju hotel tempat Haira menginap. Di tangkapan layar lain, Fortuner merah diam dan standby di parkiran hotel lain tidak jauh dari Bale Kambang. Pada layar terakhir, WSY menyaksikan Rubicon silver berjalan pelan menembus kepadatan kota Solo. Entah menuju kemana tapi informasi di layar menyebutkan Rubicon itu berada di sekitar Kampung Batik Laweyan.

---***