Chapter 7

Partner life chapter 7

Setelah seharian menjaga warkop dari pagi sampai sore aku akhiri selesai dan menutup warkop ku. Pada jam 8 malam aku sedang istirahat di kamar tidur sambil bermain handphone.

"Haduhh... Perasaan hari libur cepat sekali, besok sudah mulai masuk sekolah."

Kataku sambil lanjut main handphone, saat sedang asyik-asyiknya aku melihat pesan yang dikirim Mari. "Hei, bisakah kita berangkat sekolah berdua besok?"

"Ahh... Ternyata dia."

Aku membalas pesannya sambil tersenyum. "Tentu saja, kenapa tidak?"

Mari membalas pesanku. "Terimakasih, aku akan menemui mu besok."

Aku menutup handphone ku dan tidur terlentang diatas kasur sambil menatap langit-langit kamar.

"Hmmm... Aku kasian dengannya, pasti dia masih sedih, aku harus menghibur nya besok."

Aku menatap jam di dinding.

"Daripada gabut begini mending belajar saja."

Karena aku bosan dan waktuku senggang aku menghabiskan malam ini dengan belajar, dari jam delapan malam sampai jam sepuluh malam.

"Ternyata sudah jam sepuluh, ini sudah waktunya tidur, aku harus tidur dengan teratur karena tidur dengan teratur bisa mempengaruhi performa ku besok."

Aku menutup mataku dan mulai tertidur. Aku terbangun pada jam lima pagi dan langsung membereskan kamar tidurku lalu mandi dan berganti ke seragam sekolah, setelah itu aku sarapan dan tidak lupa berpamitan ke kakek.

"Kek, aku berangkat dulu, doakan yang terbaik untukku."

"Tentu, hati-hati dijalan!"

Aku berangkat sekolah dan bertemu dengan Mari, sesuai perjanjian kami berdua semalam.

"S-Selamat pagi, Ace...."

"Selamat pagi juga, hari yang cerah bukan?"

"Hari yang cerah? Mendung seperti ini kamu bilang cerah... Huh.."

"Ehehe, ya."

"Aku tahu kamu hanya ingin menghibur ku."

"Maaf. Aku turut berdukacita atas kematian ibumu, dan juga maaf aku kemarin tidak datang."

Mari menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Tidak, kamu tidak perlu minta maaf, sekarang ayo berangkat ke sekolah."

"Baiklah, ayo."

Kami berdua berjalan bersebelahan menuju sekolah, pagi yang mendung ini membuat suasana semakin canggung antara aku dan Mari, aku tidak tahu harus mengatakan apa untuk bisa membuatnya semangat.

Disela-sela perjalanan ke sekolah Mari tiba-tiba berbalik menatapku, matanya di penuhi oleh ketakutan yang alami.

"Ace... Sebenarnya aku mengajakmu berangkat sekolah karena ada sesuatu yang ingin aku bicarakan."

"Ahh... Katakan saja, aku siap mendengarkan ceritamu, kamu bisa terbuka padaku kapan saja."

"Tapi sepertinya sekarang bukanlah waktu yang tepat, nanti saat pulang sekolah temui aku, apakah kamu mau?"

"Ya, saat pulang sekolah nanti aku akan menemui mu di kelas."

Setelah percakapan itu kami berdua sampai didepan sekolah.

"Sampai disini saja yah Ace, sampai jumpa nanti."

Mari tersenyum dan melambaikan tangannya padaku, lalu dia menghilang dihadapan mataku.

"Aku merasa ada hal yang aneh dengan Mari, senyumnya tidak seperti biasanya, ahh... Sepertinya aku terlalu banyak mengigau, aku harap semuanya baik-baik saja."

Aku mengetuk kepalaku sekali dan masuk kedalam sekolah. Saat aku sedang berjalan santai di lorong sekolah aku berpapasan dengan Reina, dia tersenyum dan melambaikan tangan padaku.

"Hai Ace, selamat pagi."

"Selamat pagi juga, kamu mau pergi kemana?"

"Aku sedang ingin pergi ke perpustakaan, kamu mau ikut?"

"Yaaa pagi-pagi seperti ini daripada bosan lebih baik baca buku di perpustakaan, nanti aku akan menemui mu disana sekarang aku mau menaruh tas ku di kelas terlebih dahulu."

Reina lanjut berjalan dan melihatku dari balik bahunya.

"Baiklah, aku akan menunggumu di perpustakaan."

Dia berjalan pergi dan memudar dari pandanganku.

Aku menghela nafas sambil lanjut berjalan menuju kelas.

"Huuhh... Aku kok jadi khawatir dengan Mari, aku harap dia baik-baik saja."

Setelah aku sampai dikelas aku menaruh tas ku di kursi, aku tersentak terkejut sejenak saat melihat ada secarik kertas di bawah kolong bangku. "Maaf Ace aku tiba-tiba mengirim pesan seperti ini, tapi bisakah kamu menemui ku di kantin? Jika kamu bertanya-tanya kenapa aku tidak mengirim pesan lewat handphone karena kuota ku habis. -Dari Mari."

"Astaga.. Sekarang aku bingung, aku janjian dengan Reina untuk pergi ke perpustakaan dan sekarang Mari ingin aku datang menemuinya di kantin."

Aku berpikir sejenak dan membuka handphone ku.

"Aku akan pergi untuk menemui Mari, tidak akan menjadi masalah jika aku tidak pergi ke perpustakaan, aku akan mengirimkan pesan ke Reina."

Setelah itu aku berjalan keluar kelas dan pergi berjalan menuju kantin, aku melihat Mari yang sedang duduk sambil meminum jus.

"Ohh.. Tidak ku sangka kamu datang secepat ini."

Kata Mari sambil menyesap jusnya dan menepuk tempat duduk disampingnya.

"Ada apa memanggilku kemari?"

Aku duduk disampingnya.

"Aku hanya galau.... Bisakah kamu menemaniku hingga jam masuk kelas tiba?"

"Tentu, kita bisa mengobrol, kalau ada masalah ceritakan saja padaku."

"Terimakasih Ace."

Pada akhirnya aku menghabiskan waktu pagi ini dengan Mari di kantin sampai jam masuk kelas tiba, kami berdua berpisah dan aku berjalan menuju kelas.

Saat itu Reina sedang melihatku dari kejauhan.

"Huh... Dia bilang tidak bisa pergi ke perpustakaan karena ada sesuatu, yang dia maksud berduaan dengan gadis itu!? Hmmphh... Apasih spesialnya dia, ahh lupakan itu aku tidak mau memikirkan hal yang tidak penting."

Reina beranjak dari tempatnya.

Aku menghabiskan hari ini dengan mengikuti kelas pembelajaran dengan sungguh-sungguh, dari pagi sampai sore, aku ingin menghabiskan waktu yang berkualitas disekolah ini sebelum hari-hariku di sekolah ini akan berakhir minggu depan. Akhirnya bell pulang sekolah terdengar dan aku tidak lupa untuk menemui Mari di kelasnya sesuai seperti yang aku janjikan padanya sebelum sampai disekolah tadi pagi.

Aku bertanya pada anak laki-laki yang baru saja keluar dari kelas.

"Ehm... Permisi, apakah Mari masih ada didalam kelas?"

"Ya, dia masih didalam."

"Baiklah, terimakasih."

Aku masuk kedalam kelas dan melihat Mari yang sedang bermain handphone disamping jendela, hari sore ini terlihat indah daripada biasanya, langit yang berwarna jingga, burung-burung yang berkicauan, dan suasananya yang sejuk, seperti apa yang terlihat di jendela samping Mari.

"Hai Mari, aku datang."

"Ahh... Ace."

"Apakah kamu menunggu terlalu lama?"

"Tidak, sekarang ayo pulang."

"Baiklah."

Kami berdua berjalan bersebelahan keluar dari sekolah, aku mendongak keatas menatap langit-langit sore hari ini saat kami berdua keluar dari kawasan sekolah.

"Sore yang indah hari ini, benar kan Mari?"

"Kau memandang sore ini sebagai hal yang indah, tapi setiap orang memiliki pendapat sendiri tentang apa itu keindahan, benar kan Ace?

"Ya... Itu benar, tidak semua yang kita lihat indah itu berarti indah di mata orang lain."

Saat sedang santai berjalan Mari tiba-tiba menarik lengan bajuku.

"Ace, ayo kita duduk di kursi taman."

"Ohhh... Tentu."

Kami berdua duduk bersebelahan di kursi taman.

"Ada hal yang ingin aku ceritakan padamu, mungkin hanya kamu satu-satunya yang akan tahu hal ini setelah aku menceritakannya."

Mari menatap kebawah, jari tangannya bertautan dan dia tampak gelisah.

"Ceritakan saja padaku, aku selalu berpikiran terbuka."

"Ehmm..."

"Ohh ayolah Mari."

"Huh.... Baiklah.... Sebenarnya... Aku yang membunuh ibuku."

Aku tersentak terkejut saat Mari mengatakannya, aku menatap tak percaya.

"Ehh, jangan salah paham dulu!"