Partner life chapter 8
Suara Mari bergetar saat dia ingin mengatakan sesuatu padaku, keringat bercucuran di dahinya, setelah beberapa saat dia menghela nafas dan menatapku
"A-Aku sebenarnya membunuh ibu tapi aku tidak sengaja melakukannya."
Mari menundukkan kepalanya kebawah dan menutup matanya, suara isak tangisnya membuatku semakin khawatir dengan keadaannya.
"Jangan khawatir dan takut dengan tanggapan ku Mari, aku selalu terbuka dengan semua yang kamu ceritakan, bisakah kamu menceritakan lebih detail kenapa itu bisa terjadi?"
Mari mengusap air matanya dan mencoba untuk tetap tegar di hadapanku.
"Jadi begini ceritanya Ace... Saat kamu pulang dari rumahku ibuku pulang kerumah, dan dia berencana memasakkan aku makanan setelah dia pulang dengan membawa bahan-bahan masak yang baru saja dibelinya."
Ditengah-tengah cerita Mari mulai menangis lagi, tak kuasa menahan kesedihannya. Aku menyeka air mata Mari dan mencoba untuk membuatnya tetap tegak.
"M-Maafkan aku, aku akan melanjutkan ceritanya. Jadi ibuku berencana memasakkan sesuatu padaku dan dia naik keatas tangga sambil membawa pisau untuk menemui ku di kamar tidurku, aku membuka pintu kamarku dan mengobrol-obrol sebentar dengannya, aku dalam suasana hati yang senang langsung turun kebawah tangga dengan ibuku, karena suasana hatiku yang senang aku tidak sengaja mendorong ibuku dan dia terjatuh dari tangga dan posisi pisau pas tertancap sampai menusuk jantung ibuku."
"Terimakasih kamu mau membagikan ceritamu denganku Mari. aku tahu peristiwa itu pasti sangat berat bagimu dan itu selalu menakut-nakuti mu."
"Ya, seandainya saja ibuku tidak memegang pisau.... Tidak seandainya saja aku tidak mendorong nya! Itu tidak akan terjadi! Aku ini orang bodoh! Bodoh sekali!"
Aku menepuk pundak Mari, mencoba untuk menenangkannya.
"Aku tahu kamu pasti sangat kecewa dengan dirimu sendiri, tidak ku pungkiri jika aku berada diposisi mu aku juga akan kecewa dan menyalahkan diriku sendiri, tetapi ingatlah Mari ibumu pasti sayang padamu dan tidak ingin kamu stress dan tersiksa oleh perasaan bersalah yang terus menghantuimu, dan ingat kamu tidak mem bu nuh ibumu, camkan itu dikepala mu, dan aku tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi padamu."
Mari menyandarkan kepalanya di bahuku sambil menutup matanya, merasa puas dengan jawabanku.
"Terimakasih Ace, kamu mengerti keadaanku sekarang, aku tahu kamu hebat."
"Tidak masalah Mari... Bagaimana kalau kita bermain piano? Itu pasti menyenangkan."
"Ah piano? Sudah lama aku tidak mendengar mu bermain piano."
Aku mengulurkan tanganku kepada Mari, sambil tersenyum lembut.
"Ayo kita pergi ke rumahku, aku masih merawat piano ku yang dulu."
Mari tersenyum dan berdiri dengan bantuan Ace, dia tersenyum nampak suasana hatinya membaik.
"Ya, ayo kita pergi."
Kami berdua berjalan bersebelahan di sore hari ini yang tenang, masih membawa tas sekolah dan seragam sekolah. Setelah berjalan beberapa saat kami berdua sampai di depan rumahku, aku mengajak Mari masuk kedalam rumahku dan mengantarkannya ke ruangan piano ku.
Mari tersentak terkejut saat menyadari sesuatu.
"Ehmm... Bukankah ini piano kakak mu dulu?"
"Iya, kan tadi aku bilang, aku masih merawat piano ku yang dulu, piano mana lah kalau bukan ini."
Mari mendekati piani tersebut dan mengusapkan tangannya diatas piano itu, dia menghela nafas panjang.
"Huhh... Ini membuatku nostalgia tentang masa-masa dulu."
"Yap, waktu itu sangat menyenangkan, kan?"
"K-Kamu.... Kamu tidak merasa... Ahh sudahlah lupakan."
Aku hanya tersenyum melihat Mari yang plin-plan.
"Baiklah, sekarang aku akan memainkan satu lagu untukmu, ini akan membuat kita tenggelam dalam lautan nostalgia."
"Oh iyakah?"
"Ohh ayolah jangan bercanda, haha."
"Haha, baiklah ayo mulai, aku ingin mendengar mu memainkan piano."
Aku pun mulai memainkan piano, lantunan musik yang tenang membuat sore ini semakin indah, ini mengingatkan ku pada hari-hari yang lama.
"Kau memainkannya dengan sangat baik Ace, bukankah ini lagu yang suka dimainkan kakakmu dulu?"
"Terimakasih Mari. Ya tentu saja aku akan selalu mengingat lagu ini di hidupku."
Mari tersenyum dan melihat keluar jendela, burung-burung berterbangan di sore hari ini dan matahari mulai tenggelam.
"Terimakasih Ace, kamu membuat hatiku menjadi lebih baik, hari sudah mulai menjadi gelap, aku akan pulang kerumah sekarang."
"Baiklah, jika itu yang kamu inginkan, sampai jumpa besok Mari."
"Eummm... Kalau begitu aku langsung pulang saja."
Mari keluar dari pintu rumahku dan mulai berjalan pergi, aku melambaikan tanganku padanya, aku senang bisa membuat suasana hatinya menjadi lebih baik hari ini.... Tapi aku tidak berharap hanya hari ini.
"Ahh... Aku cukup lelah hari ini, lebih baik aku segera mandi dan istirahat di kamar."
Dan begitulah hari ini berakhir. Keesokan harinya aku terbangun lebih awal dan segera mempersiapkan diriku untuk pergi ke sekolah.
"Huhh... Lima hari lagi sebelum aku akan lulus dari sekolah, aku harus membuat kenangan yang indah disini sebelum aku pergi."
Aku beranjak dari pintu rumahku dan mulai berjalan di pinggiran jalan sambil menikmati suasana pagi ini.
"Hmmm... Memangnya aku harus peduli sekali yah dengan kenangan..."
Aku belok ke minimarket dan membeli minuman, setelah itu aku duduk di kursi taman dan membuka kaleng soda yang baru ku beli.
Jessstt... Suara tutup soda terbuka.
"Hmmmm.... Huh.... Akhir-akhir ini banyak sesuatu menjadi semakin rumit."
Aku melempar kaleng soda ke sampah dan beranjak dari kursi taman, aku melanjutkan perjalanan ke sekolah.
"Sepertinya aku hanya berpikir bahwa semua ini menjadi rumit, aku harus memandang semua ini dengan pikiran yang positif."
Tidak berselang lama aku tiba di sekolah, aku berjalan di lorong-lorong sekolah dan menengok kelas Mari dari kaca, seorang perempuan keluar dari pintu kelasnya dan aku menghampirinya.
"Permisi, apakah Mari ada dikelasnya?"
"Tidak, mungkin dia tidak masuk sekolah hari ini, biasanya dia selalu berangkat lebih awal dari yang lainnya."
"Ah... Baiklah, terimakasih."
Aku lanjut berjalan dan masuk ke kelasku, aku duduk di kursi sambil menatap jendela yang ada di sampingku. Saat sedang santai tiba-tiba Reina menghampiri aku dan mengangetkan ku.
"Haa! Kau sedang apa Ace?"
"Apakah kau tidak melihat aku sedang apa?"
"Oh ayolah aku hanya bercanda... Sepertinya kamu tidak baik-baik saja hari ini, kenapa wajahmu selalu muram."
"Memangnya aneh? Kan aku selalu begini."
"Ya memang aneh, ini tidak seperti biasanya."
"Aku tidak apa-apa, kau tidak perlu khawatir."
Reina menepuk pundak ku.
"Haha.. Jangan membuatku seperti aku khawatir padamu."
"Terserah."
"Baiklah Ace, jika ada apa-apa kau bisa cerita padaku, kita teman.... baik oke?
"Baiklah."
Reina berjalan kembali ke tempat duduknya sendiri.
Aku menjalani sekolah hari ini dengan sangat membosankan, aku menolak ajakan teman dan hanya mengikuti pembelajaran di kelas sampai selesai, sekali-kali aku keluar untuk mengunjungi perpustakaan dan setelah itu kembali ke kelas lagi, hanya itu yang aku lakukan sampai sore hari dan bel waktu pulang berbunyi, aku segera pulang kerumah dan begitulah hari ini berakhir.
Hari-hari aku datang ke sekolah dan tidak mendapati Mari masuk ke sekolah, hari ini adalah 3 hari lagi sebelum aku akan lulus dari sekolah, pada waktu itu aku sedang berjalan pulang dari sekolah, aku tidak menyangka hal ini akan terjadi, aku dapat kabar buruk bahwa Mari meninggal karena bunuh diri, dia depresi karena dihantui rasa bersalahnya karena itulah dia tidak masuk ke sekolah berhari-hari, karena itulah aku dari awal sudah khawatir dan curiga dengan nya karena berhari-hari dia tidak memberikan kabar padaku, dan terakhir kali aku bilang sampai jumpa padanya dia tidak membalas sampai jumpa juga padaku, apakah itu tanda darinya bahwa aku tidak akan bisa bertemu dengannya lagi. Ahh.. Kenapa semua ini harus terjadi? Aku baru saja menemuinya seminggu yang lalu setelah lama tidak berkomunikasi dengannya, kemarin baru saja aku bersenang-senang dengannya, dan aku berbagi hal yang indah dengannya, ah tapi biarlah aku tidak bisa berlarut-larut dalam kesedihan ini...