Niran merasa tidak nyaman di bawah tatapan tajam Raul saat mereka makan. Dia hampir tidak bisa fokus pada makanannya dan akhirnya bergumam, "Tolong berhenti menatap dan biarkan aku makan dengan tenang."
Raul terkekeh, suaranya bergema di taman. "Kamu mulai berani sekarang karena aku memberimu perlakuan khusus," katanya dengan senyum nakal.
Jantung Niran berdetak kencang, menyadari ia telah berbicara tanpa berpikir. Dia segera menundukkan kepalanya, pipinya memerah. "Saya minta maaf, Yang Mulia."
Masih tersenyum, Raul bersandar ke belakang, jelas terhibur. "Tidak perlu minta maaf, Niran. Saya suka kejujuranmu."
Dia melirik ke atas, masih malu tetapi lega dia tidak marah. Namun tatapannya tidak goyah. "Silakan makan; kita masih punya perjalanan panjang," komentar Raul santai. Niran mengangguk lemah dan mulai makan sarapannya, berusaha sebaik mungkin mengabaikan tatapan pangeran yang terus-menerus.