Lily memeluk bantalnya dengan erat, wajahnya terbenam dalam kain lembutnya saat kata-kata Cai bergaung tanpa henti di pikirannya.
"Aku peduli padamu."
"Aku menginginkanmu."
"Kamu bukan hanya 'dirimu'."
Setiap frasa mengirimkan getaran sepanjang tulang punggungnya, membuat perutnya berpilin menjadi simpul kegembiraan yang gugup. Dia masih bisa merasakan kehangatan tangan Cai yang menopang wajahnya, intensitas dalam tatapannya saat ia mengucapkan kata-kata itu padanya—kata-kata yang tak pernah ia harapkan untuk didengar. Kata-kata itu begitu mentah, begitu nyata, sehingga bahkan sekarang, berjam-jam kemudian, jantungnya tak bisa berhenti berlomba.