Ketika Hera terbangun, langit di luar sudah gelap, dan cahaya lembut lampu samping tempat tidurnya menciptakan proyeksi galaksi Bima Sakti yang memukau di langit-langit. Ruangan itu sunyi, yang lainnya masih terlelap.
Saat dia bergerak, dia merasakan sesuatu yang lembap di pipinya dan sensasi hangat di dekat mulutnya. Masih linglung dan bingung, dia perlahan-lahan mengusap wajahnya—hanya untuk menyadari, dengan ngeri, bahwa dia telah meneteskan air liur. Segera, dia menarik diri, jantungnya berdebar.
Dalam cahaya redup itu, dia mencoba memahami keadaan sekelilingnya. Namun, ruangan dipenuhi kegelapan, dengan hanya bayangan samar dan bentuk yang tak jelas terlihat. Cahaya selestial yang lembut di atasnya hampir tidak menerangi apa pun, membuat pikirannya lamban, berkedip-kedip antara terjaga dan bingung, berjuang untuk sepenuhnya memulai kembali.
"Kamu sudah terbangun..."