Setelah menyelesaikan sesi lesnya dengan Pak Fletcher, Hera melihat ketika dia pergi dengan langkah yang bersemangat, seolah dia telah menemukan jawaban atas kekhawatirannya. Menuju pintu, dia melambaikan tangannya dengan santai. "Tidak perlu mengantarku keluar, Hera. Aku tahu kamu punya pekerjaan yang harus dilakukan," katanya, suaranya ringan.
Hera tertawa kecil, merasa hangat dan akrab. Godaannya mengingatkannya pada kakeknya sendiri, membuatnya merasakan hubungan yang lebih dalam dengannya.
"Tidak masalah," jawabnya sambil tersenyum. "Aku hanya mengantar kamu ke lift. Tidak masalah besar."
Pak Fletcher mendesah, meskipun senyum sayang menarik di sudut bibirnya. "Aku tidak pernah bisa menang denganmu," katanya, pura-pura kesal tapi tak mampu menyembunyikan rasa sayangnya. "Baiklah, lakukan sesukamu." Seiring waktu, dia mulai menganggap Hera seperti cucunya. Dia mudah dicintai, dan sifat cerianya membuat orang tidak mungkin tidak peduli padanya.