Pulang ke Rumah

Pagi setelah suara Adzan subuh, kulihat kamar Mami Rima dan Caca sudah menyala terang, tampak sudah ada kegiatan berkemas, aku yg hanya sedikit barang sudah selesai dari tadi, kamar ku masih menggunakan lampu tidur, setelah selesai berkemas aku masih asik melamun, menikmati sisa rasa semalam, mami Rima pandai dalam bercinta, selalu bisa bikin aku puas dan ingin lagi, lagi dan lagi, seperti kecanduan bercinta dengan wanita separuh baya, bahkan seumuran dengan ibu ku, kalian tak akan bisa menebak bila mama dan mami duduk bersama, dan mereka seumuran, karena memang jauh berbeda bisa sepuluh tahun bahkan lebih, mami tampak lebih muda.

Tampak sesosok orang mengintip ke arah kamar ku, dari kamar mami, mungkin Caca atau Rima. Tak lama berselang siluet tubuh Caca tampak membuka pintu kamar dan berjalan ke arah kamar ku,

" Tok tok tok, kamu udah bangun? " Suara Caca yg lembut memanggil ku.

" Masuk engga di kunci " aku menjawab tapi tak beranjak dari tempat tidur. Pintu Bergeser , Caca melongok ke dalam kamar.

" Ih, kok masih di tempat tidur, udah packing belum, pagi ini kita check out loh " sambil Caca masuk dan menyalahkan lampu utama.

" Mau aku bantuin packing engga? " Caca menghampiri ku di tepi kasur.

" Aku udah selesai kok, barang ku sedikit " jawab ku, sambil duduk di tepian kasur sebelah Caca. Tampak Caca tersenyum entah apa makna senyum itu. Caca menghampiri ku dekat dan berbisik, Solah takut ada yg mendengar.

" Pulang jam berapa kamu, sama mami semalam? " Caca menatap ku dalam, dan ada segurat senyum di bibirnya.

" Engga terlalu malem kok, dan lama juga kita di luar, kamu engga liat mami pulang emang? " Jawab ku berbohong tapi jujur, aku engga lama di luar, tapi lama di kamar ini.

" Engga liat mami pulang, tapi liat mami bahagia pagi ini, berarti mami seneng jalan malam sama kamu " jawab Caca sambil menggenggam jemari ku. Aku membalas genggaman itu, dan membalas senyum Caca.

" Ya udah nanti aja ceritanya, beneran kmu udah selesai packing? Jadi aku engga usah bantu kamu ?" Caca berdiri dan menatap ku.

" Udah beres Ca, kalian udah beres? Mau aku bantu? " Sambil aku menyusul Caca ke arah pintu sliding.

" Engga usah, kita juga udah beres, mending kamu mandi aja, terus kita tunggu di kamar, hati-hati jangan sampai ada barang tertinggal ya." celoteh Caca sambil meninggalkan kamar ku.

Selesai mandi, aku langsung ke kamar mami Rima, kulihat mami agak sibuk menyusun tas belanjaannya sambil menunduk, kemeja garis horizontal putih biru dengan dua kancing di biarkan terbuka, celana legging biru gelap tampak membentuk sempurna bokong dan paha juga betis milik mami, yg membuat aku gelisah saat mami menunduk, gunung kembar nan besar milik mami tampak bergelantung bebas hanya tertahan bra hitam nan sexy. Ingin rasanya kepala ku ada di situ untuk menjilati juga menghisap puting payudara mami, kalo saja tidak ada Caca di kamar ini, aku akan segera menyerang mami, dan aku akan cumbui, hingga berujung ML, sepertinya mami merasakan ada seseorang yg memperhatikannya, mami menatap ku, tanpa merubah posisi menunduk nya, sepertinya dia sadar aku sedang menatap gundukan indah miliknya.

" Eh ada mas Rio, udah selesai packing nya?" Sambil mami tetap melakukan tatanan barang di tas belanjanya.

" Udah dari tadi kok, mami mau di bantu packing nya?" Tanya ku sambil menghampiri mami.

"Udah selesai kok, ini cuma aku susun biar bisa muat banyak aja" Rima menatap aku.

Aku tetap menghampiri mami, sambil mata ku mencari sosok Caca, dia sedang menyisir rambutnya dan mengenakan make up di depan meja rias.

" Selamat pagi Caca." Aku melempar senyum ke arahnya.

" Pagi juga Rio, bentar ya cuma pake lipstik aja kok" sambung Caca yg tampaknya belum selesai persiapan perjalanan pulang kita.

" Iya, santai aja kok, masih lama jam terbangnya juga " jawab ku sambil duduk dekat mami. Dan berbisik di telinga mami, perlahan. " Mam mau nyusu " mata ku menatap langsung ke arah dada mami yg kini jelas terlihat dari dekat. Mami tak menjawab, hanya tersenyum dan mencubit paha ku.

Mami merubah rencana kita yg tadinya mau naik kereta, kini memesan tiket pesawat, mami bilang lebih efektif dan lebih cepat. Biar bisa kita istirahat di rumah, iya buat dia mudah saja memesan Yogyakarta -Jakarta naik pesawat untuk kita bertiga, kalo aku lebih memilih yg termurah naik kereta, sisa uang bisa di pakai buat keperluan ku yg lain, karena mama selalu memberi uang makan dan transportasi untuk sekolah. Sangat cukup, bukan berlebih.

Perjalanan hanya membutuhkan waktu 1 jam 10 menit dari Yogyakarta ke Jakarta, tadi kita berangkat jam 6 pagi, jam 8 pagi ini kita sudah ada di rumah, mami Rima memaksa agar aku pulang ke rumahnya dulu. Aku ikuti saja toh di sini juga aku bisa istirahat ada kamar tamu yg bisa aku pakai, biasanya aku tidur bareng di kamar Mami, tapi kali ini aku harus di kamar tamu, itu juga kalo aku mau tidur, baru tiba di rumah mami langsung mengganti baju, dengan batik model baby doll tanpa lengan sudah pasti no bra, seolah tak mau kalah, Caca hanya mengenakan kaos oblong yg size nya agak kebesaran tanpa bra dan hanya mengenakan CD, aku yg memandang menjadi gelisah pikiran kotor terus di hembuskan di benak ku, meski aku coba tak peduli, tapi hasrat makin menggebu, saat aku duduk di meja bar dekat pantry, mami menyiapkan sarapan untuk kita, Caca baru turun dari atas kamarnya, dengan langkah agak cepat menuruni tangga hingga ujung kaosnya terangkat tinggi, dari bawah aku bisa melihat jelas CD hitam yg Caca pakai. Aku segera memalingkan wajah sebelum Caca sadar aku memperhatikan itu. Caca langsung duduk di dekat ku di meja pantry.

" Besok kamu ada acara engga? " Tanya Caca, sambil memandangku.

" Belum tau juga, kadang mama suka minta anter aku, atau temen-temen suka Dateng dadakan ke rumah, emang kenapa? " Aku balik bertanya.

" Oh gitu, engga apa-apa kok, kalo kamu engga ada acara ke sini aja, aku mau di bonceng naik motor BMW itu, kata mami udah bisa jalan lagi ya, ajarin aku juga dong " celoteh Caca sambil mengambil piring yg di suguhi Mami Rima ke depannya.

" Iiih Mami juga mau ah, mami duluan yg udah pesen ke Rio untuk ajak Mami jalan-jalan naik motor itu." Tante Rima tak mau kalah sambil menyerahkan sepiring Roti bakar dan kopi panas ke hadapan ku, mami duduk di depan ku.

" Liat besok ya, kalo bisa aku kabarin " jawab ku sambil bergantian menatap Mami dan Caca.

" Eh engga usah besok juga engga apa-apa Rio, kamu istirahat di rumah aja kan baru pulang, mungkin kamu lelah " jawab mami sambil tangan mami menggenggam jemari ku.

" Iya kalo kamu santai aja, aku kayanya lebih banyak di rumah, banyak kerjaan, bosen aja kalo di rumah terus sepanjang liburan " sambil memasukan roti ke dalam mulutnya. Aku hanya senyum dan menganggukkan kepala, mata ku selalu saja mencuri pandang ke arah paha Caca mulus tersingkap karena duduk menyilang dan ke arah belahan dada Mami Rima potongan baju batik Rima yg agak rendah karena di Bebani payudara besar, aku bisa menyentuh puting payudara itu tanpa meleset karena terbentuk sempurna tonjolan puting payudara Rima meski tertutup baju batik, Caca juga terlalu sayang di lewatkan, payudara Caca begitu ranum tampak masih kenyal dan berbentuk indah meski tak memakai bra bentuknya terlalu sempurna puting nampak menonjol kecil ke atas, aku jadi membayangkan saat berbicara atau menggerakkan tubuhnya dada itu ikut bergoyang menantang. Kalo saja aku boleh memainkan payudara itu, ingin rasanya menjilati setiap lekukan payudara itu, dan menghisap puting itu. Bayangan tubuh polos Caca menari di benak ku, aku rela meski hanya boleh menjilati seluruh tubuh Caca, dari ujung jari kaki hingga ujung rambutnya, rasanya ingin mencumbui tubuh sempurna itu, Caca bagai prototipe Tante Rima ketika masih muda. Tapi karakter rasanya beda dengan Mami. Wajah warna kulit dan body tampak hampir sama, tinggi badan masih lebih tinggi Caca sedikit. Tak lama aku di rumah Tante Rima menjelang siang aku pamit pulang, Tante Rima mengantar aku sampai di pintu masuk perumahan, karena khawatir berjumpa dengan mama ku, sebelum aku keluar mobil mami menarik tubuhku dan mencium dengan hangat bibirku, meski sebelumnya tengok kanan kiri, khawatir ada yg melihat meski di dalam mobil ber kaca sparta 30 % dan gelap 40 % tetap saja dia melakukan itu, aku menyentuh pinggang mami dan mendekatkan wajah ku di depan wajah mami agak lama.

" Mami sayang, makasih ya liburan nya. Aku sangat menikmati, dan akan terus seperti itu selama mami perbolehkan " aku memeluk Rima hangat, dia membalas peluk ku.

" Aku sayang kamu, jangan pernah tinggalkan aku, aku selalu butuh kamu " agak lama mami memeluk aku.

Bangun tidur di kamar sendiri selalu menjadi hal yg menyenangkan, ku buka tirai di kamar ku, suara musik dari komputer ku mengalun

Suara serak dari Steven Tyler dengan lagu

" I don't want to Miss a thing " bait pertama lagu ini begitu terasa dalam hati terdalam ku

" I could stay awake just to hear you breathing

Watch you smile while you are sleeping

While you're far away and dreaming

I could spend my life in this sweet surrender

I could stay lost in this moment forever

Where a moment spent with you is a moment I treasure "

Terasa lagu ini begitu indah,padahal sering aku mendengarkan lagu ini, tapi pagi ini Aerosmith mampu membangkitkan rasa terdalam di hati ku.

"Rioooo" suara mama dari bawah tangga membubarkan semua lamunan ku, mama selalu saja lebih memilih berteriak dari bawah dari pada harus naik tangga dan membangunkan aku. Kecuali ada hal yg sangat penting. Baru dia mau naik ke atas.

" Iyaaa " Aku segera menjawab sambil keluar kamar dan menghampiri tangga, asal tampak wajah ku di ujung atas tangga.

" Apa mah? "

" Jenny dari tadi pagi telpon, mama bilang kamu lagi tidur, dan sekarang dia telpon lagi tuh " sambil mama kembali menghilang ke dapur, tanpa menjawab aku segera turun dan menghampiri telpon di sudut ruang keluarga.

"Alo..cantik " sapa ku, sosok imut wajah indo Jerman terbayang di benak ku"

" Kenapa sih, susah telpon ke HP kamu?"

" Semalam habis batere, aku chas belum di nyalahin lagi. Maaf ya sayang "

" Seminggu lagi aku pulang, kamu mau di beliin apa? Biar aku cari di sini, masih ada waktu"

" Apa ya hmmm " aku segera memutar otak mencari daftar keinginan ku, tapi rasanya tidak ada yg perlu harus mencari sampai ke Jerman.

" Apa Rio?? Kamu lagi mau apa??" Jenny tampaknya sedang kangen dengan ku dari nada suara yg sedikit manja, aku hampir mengenal karakter suara Jenny, yg berhubungan dengan suasana hatinya.

"Aku mau kamu aja deh" goda aku

" Ya udah kamu aja yg ke sini " balas Jenny

" Aku udah mulai kangen kamu "

" Jadi kemarin-kemarin kamu engga pernah kangen aku?? "

" Bukan gitu, kalo sekarang rasanya lebih, mau peluk kamu polos dan mandi bareng lagi " aku mulai memancing apakah jenny merindukan itu juga.

" Iiiihh, kamu tuh makin kesini makin nakal banyak mau coba ini dan itu " dengan nada manja jenny protes.

" Emang kamu engga kangen gitu? " Tanya ku penasaran.

" Iya kangen pengen bareng-bareng kamu, tapi engga harus begitu kan? Aku kangen tapi bukan horny " jenny coba mengelak dari gejolak yg mungkin ada.

" Iya engga harus selalu melakukan itu, cuma saat ini aku terbayang itu, karena itu hal pertama yg aku lakukan sama kamu, bisa liat kamu polos, dan bisa peluk kamu polos " sambil berkata itu, aku jadi sadar bahwa aku bicara di ruang tengah, bisa repot kalo ada yg mendengar.

" Sayang, maaf tlpn ke HP aja ya, aku di ruang tengah jadi engga bebas."

" Iya, abis kamu ngebayangin nya yg aneh aneh sih, ya udah matiin dulu, nanti aku tlpn ke HP kamu. " Jenny menunggu aku menutup tlpn, aku segera ke atas kamar ku, tak lama suara di hp berdering,

" Sayang jam berapa di sana? " Aku lupa kalo kita berbeda waktu.

" Di sini jam 3 pagi, aku engga bisa tidur lagi " jawab jenny jujur

" Di sini jam sembilan pagi sayang aku ganggu jam istirahat kamu engga?" Kasihan jam 3 pagi dia belum tidur.

" Tadi aku tidur jam 8 malam jam 1 bangun, engga ada temen, cuma kamu yg pasti mau temenin aku "

" Iya aku akan selalu ada buat kamu "

" Gombal "

" Tuh jujur salah, apa lagi bohong "

" Jadi kamu mau apa dari sini?? " Jenny kembali mengingatkan pertanyaan awal tadi.

" Terserah kamu aja deh, dan pasti aku suka sama pilihan kamu " aku engga punya ide tentang ciri khas negara Jerman, selain Adolf Hitler.

" Temen aku nitip kaos bola kamu mau? " Meski dia tau aku bukan penggemar bola.

" Boleh juga, Bayer Munchen ya?" Tebak aku sembarang karena memang aku tak paham tentang club sepak bola, hanya tau dari namanya saja.

" Mulai deh sok taunya, emang kamu suka Bayer Munchen, kalo di sini lebih Deket ke club Borussia Dortmund , percuma ah, pasti kamu engga akan pernah pake kaos yg aku kasih, yg lain aja deh " jenny tau persis kalo aku bukan penggemar bola.

" Hehehe, maaf aku asal tebak aja "

" Eh iya, Rio. Aku tau hadiah yg cocok buat kamu, pasti kamu suka. " Jenny seperti mengingat Sesuatu.

" Apa sayang? " Aku jadi penasaran.

" Kemaren papa ngajak aku ke toko CD, dan di sana aku lihat, grup band "scorpion" ngeluarin semacam paket memorial gitu, ada 2 keping CD lagu-lagu hits nya dan kaos juga merchandise lainya, mau engga? "

" Engga usah lah... " Jawab ku cepat

" Yakin.. " jenny tampak ragu

" Maksud aku, engga usah ragu-ragu, langsung aja beli " aku terkekeh

" Dodol."

Dia banyak bercerita perjalanan liburnya dan desa tempat dia menginap, aku membayangkan akan terasa indah kalo bisa ke sana hanya berdua jenny. Di sela ceritanya aku selalu membangkitkan kenangan, terakhir kita mandi bareng. Baru lah dia ikut larut dalam suasana saat itu, dia mulai berbicara kalo dia juga kangen mau melakukan itu lagi, saat pulang nanti. Jenny Beru berhenti ketika di sana sudah masuk jam 5 pagi.

" Sayang, aku tidur dulu ya udah menjelang pagi " jenny tampak sudah lelah.

" Ya Ampuuun, maaf ya. Ya kamu tidur deh, di sini baru jam 11 siang. Selamat istirahat ya, aku sayang kamu " .

" Aku juga sayang dan kangen kamu " jenny menutup telponnya.

Sambil melanjutkan mendengarkan musik dari computer wajah jenny terus membayangi di pelupuk mata. Iya aku rindu wajahnya, aku rindu sosoknya yg bisa menenangkan aku tanpa sex, yg susah di ajak ML, yg mencintai aku apa adanya. Di tulus, dan peduli pada ku, rasanya selama ini kita lebih tepatnya bersahabat, baru-baru ini saja kita mulai membumbui persahabatan dengan sex, dan semenjak itu hasrat menggebu untuk bercumbu dengannya, ada sebuah penyesalan mengapa aku nodai dengan sex hubungan baik kita. Mungkin akan langgeng persahabatan kita bila tak ada bumbu itu. Karena untuk menikah rasanya kita tak mungkin, terlalu jauh berbeda fasilitas dan harapan kedua orang tuanya terhadap calon suami semata wayang anaknya. Aku sadar itu, dan aku tak ingin menjadi lelaki yg di nafkai perempuan.

" Rioooo.." suara mama kembali bergema di kamar ku, meski ada suara musik tetap suara mama masih lebih dominan di banding AXL Roses yg bernyanyi "Civil War".

"Iya maaa." Aku segera menghampiri balkon dan melihat mama sedang menatap ku, sambil melambaikan tangan ke arah ku, pertanda aku harus menghampirinya. Aku turun tangga sambil berlari kecil, sampai di hadapan mama malah pelototan mata mama yg ku dapat

" Kenapa sih engga mau dengar mama, kalo turun tangga engga usah buru-buru nanti kalo jatuh, apa bukan jadi masalah." Sambil matanya tajam menatap ku.

" Iya maaf " ini lebih cepat mengembalikan tatapan marahnya, dari pada aku masa bido seolah tak mendengarkan.

"Apa mama sayang?" Tanya ku sambil meraih tanganya dan menciumnya.

" Itu temuin temen mama, katanya anaknya satu sekolah SMA sama kamu. " Sambil mana menggandeng pundak ku berjalan menuju teras taman belakang rumah. Aku santai saja melangkah, kulihat sosok setengah baya sepantar mami dan tampak lebih terawat tubuhnya. Padat berisi wajah nya menghadap ke arah kolam. Setelah dekat .

" Lina, ini anak ku Rio " mami menyapa wanita itu dan dia menoleh langsung menatap mata ku. Aku seperti terpaku tubuhnya hku lemas darah seolah tak mengalir di wajah ku. Wajah ku terlihat pucat dan tak mampu berekpresi kecuali terkejut.

Ini Lina yg kemarin ketemu di Yogya, mati aku, mama akan memarahi aku dan akan mungkin menemui Tante Rima, untuk melarang bertemu dengan ku lagi, kekhawatiran Mami Rima ternyata menjadi kenyataan.

"Hai Rio, aku Tante Lina, maminya Dinda, kamu kenal Dinda kelas 3.3" wajahnya Tante Lina datar, seolah tak pernah berjumpa aku. Apa dia sudah lupa pertemuan malam itu. Aku masih bisa mengenali tapi kok dia seolah baru bertemu dengan ku, wajah ku mulai normal, berharap benar dia tak mengenali aku saat ini.

" Adinda, maksud Tante " aku berharap bukan Dinda sahabat Janny anak Tante Lina ini.

" Bukan, Dinda Wulandari Putri " Tanta Lina menyebutkan nama lengkap putrinya. Ada perasaan lega dalam hati ku.

" Mungkin kalo aku liat fotonya pasti kenal Tante, " jawab ku tak berani menatap lama wajah Tante Lina.

" Sebentar," Tante Lina mengeluarkan HP nya. Dan menscrol layar hp nya. Dan menunjukan sebuah foto gadis muda dengan dirinya di sebuah ruangan, aku samar - samar mengenal gadis itu, tapi tak pernah spesifik mengenal, mungkin cuma sekedar tau saja tak pernah ngobrol atau bertegur sapa.

" Pernah liat, tapi engga pernah sekelas Tante " jawab ku singkat, aku ingin segera menjadi nggalkan ruangan itu agar bisa terbebas dari Tante Lina ini. Tante Lina langsung bercerita tentang anaknya. Aku hanya terdiam dan tak menatap mata Tante Lina. Lumayan pasif dan tak antosias aku menanggapi cerita itu. Ketika ada jedah dari cerita Tante Lina. Aku segera ijin pamit.

" Aku ke atas dulu ma " sambil aku menatap mama, mama hanya menganggukkan kepala. Aku lega, ingin rasanya segera berlari ke atas kamar ku,

Baru beberapa langkah.

" Rio anter Tante Lina ke Toilet " mama memanggil ku. Terpaksa aku menghentikan langkah, ku lihat Tante Lina berjalan menghampiri ku. Setelah agak jauh dari Mama, di balik tembok dekat toilet Tante Lina berbicara menatap mata ku tajam.

" Rio, catat nomer aku, hubungi aku sesegera mungkin, sebelum aku bercerita tentang Yoga ke Mama kamu " wajahnya di buat semanis mungkin sambil tersenyum intimidasi. Aku tak sanggup menatap lama wajah Tante Lina. Segera aku mengambil kertas dan pulpen di meja telepon, sambil mencatat deretan nomer yg di sebutkan Tante Lina. Hingga dua kali dia menyebutkan aku memperlihatkan deretan nomer itu. Dia menganggukkan kepala sam bilang tersenyum dan masuk ke toilet.

Tubuh ku langsung lemas tak berdaya, perlahan menaiki anak tangga menuju kamar ku. Ternyata dia mengenali aku. Hancur semua bila mama sampai tau perjalanan aku ke Yogya. Mama hanya tau aku pergi dengan teman-teman teman sekolah ku. Di kamar aku terdiam, sambil memikirkan apa yg akan terjadi. Tak mungkin aku bercerita kepada Mami, atau Mama apa lagi Jenny. Ini harus aku sendiri yg mengatasi permasalahan ini. Aku mulai resah dan takut apa yg akan Tante Lina lakukan. Ternyata Tante Lina menemukan aku. Entah sengaja atau tak di sengaja. Sudah tak menjadi soal. Yg pasti dia tau aku bukan anak dari Rima.