Kemunculan Rafael

Di hari berikutnya, sepulang dari kantor Edgar mengajak Agatha untuk ikut bersamanya.

Mereka akan bertemu dengan Enrico serta Louisa sekalian untuk makan malam.

Pertemuan ini merupakan permintaan Rico.

Dia ingin saudarinya—Lou lebih mengenal Edgar sebelum dirinya pergi ke Jepang agar kerja sama mereka ke depan dapat terlaksana dengan baik.

Terlebih dahulu Edgar membawa Agatha ke salah satu butik untuk memilih pakaian yang lebih layak untuk acara makan malam.

Walau dengan menggunakan kemeja dan rok selutut Agatha tetap terlihat cantik, namun Edgar tidak ingin acara itu terkesan sangat formal.

Lagian Agatha bukan pekerja di perusahaan melainkan kekasihnya.

Pilihan Edgar jatuh pada dress hijau yang bagian atasnya sedikit terbuka sehingga menampakan tulang selangka Agatha yang seksi.

Agatha mengenakan high heels berwarna hitam dan wajahnya di poles dengan sangat natural hingga kecantikan wanita itu memancar dengan sempurna, Agatha memang cantik bahkan meski tanpa polesan berlebihan.

Mungkin sekarang Edgar begitu mengagumi penampilan Agatha yang sempurna, namun hal itu berubah total begitu mereka turun dari limousine karena Agatha berhasil menjadi pusat perhatian  para pria.

Sementara para wanita di sana justru sebaliknya, mereka menatap Edgar dengan tatapan lapar dan haus akan belaian.

Edgar tidak tahan lagi lalu melepas jas miliknya untuk kemudian ia sampirkan di bahu Agatha.

"Kau pasti kedinginan," ujarnya berdalih. Seperti biasa tangannya merangkul pinggang Agatha dan sesekali akan mengelusnya lembut.

Rico dan Lou sudah tiba lebih awal beberapa menit yang lalu. Rico sedikit mengernyit melihat Edgar datang bersama dengan seorang wanita.

Dia belum pernah melihat wanita itu sebelumnya—sempurna—itulah penilaian pertama yang di berikan Rico pada Agatha.

"Maaf telah menunggu." ucap Edgar sambil mengulurkan tangan yang di sambut hangat oleh Rico dan Lou.

"santai saja, Ed." jawab Rico menyunggingkan senyum kecil.

"ini Agatha, kekasihku." Edgar terlihat begitu bangga memperkenalkan Agatha kepada Rico dan Lou.

Agatha ikut mengulurkan tangan yang di sambut dengan senyum ramah dari Rico, namun tidak dengan Lou.

Awalnya Louisa terlihat begitu terpesona dengan Edgar. Namun seketika wajahnya berubah saat pria itu memperkenalkan Agatha.

Melihat secara langsung ternyata ketampanan Edgar jauh melebihi dari beberapa gambar yang sering di lihat Louisa pada majalah-majalah bisnis.

Apa yang sering di bicarakan oleh banyak wanita  selama ini sama sekali tidaklah salah, bahwa Edgar hampir mendekati sempurna, pria itu terkenal dengan mata elangnya yang tajam sekaligus seksi. Itu merupakan perpaduan yang tidak dapat di miliki oleh semua orang.

Mereka duduk di satu meja bulat yang cukup besar. Setiap orang di sana seperti lebih banyak menghabiskan waktu untuk memperhatikan empat manusia yang mana ada dua pria tampan dan dua wanita cantik.

Meski Lou tak kalah cantik, namun Agatha memiliki aura tersendiri yang menarik perhatian semua orang.

Mereka yang tidak mengetahui bahwa Agatha hanyalah seorang wanita biasa yang bekerja sebagai penyiar mungkin akan berpikir jika  wanita itu salah seorang putri kerajaan dari negara lain di belahan bumi ini karena kecantikannya sungguh berbeda dari wanita yang lain.

Setelah menyelesaikan makan malam, Edgar dan Rico hanyut dalam pembahasan bisnis serta sesekali akan di timpali oleh Lou.

Sementara Agatha memilih untuk tetap diam, meski otaknya berusaha untuk menyimak tetap saja Agatha merasa tidak fokus akan pembahasan tiga orang kaya di hadapannya.

Dirinya merasa seperti terasingkan tapi secara diam-diam Edgar memperhatikan setiap gerak-gerik Agatha.

Edgar menyadari jika Agatha mulai tidak nyaman, karena itulah dia meraih tangan wanita itu dan meremasnya dengan lembut.

Tindakan pria itu tak lepas dari perhatian Lou yang selalu memperhatikan Edgar.

Mungkin Edgar memang terkesan tidak peduli namun perhatian-perhatian kecil yang di tunjukkan pria itu selalu berhasil membuat Agatha tersipu.

"Lou sudah berjanji ke depannya akan bekerja dengan profesional," itu suara Rico yang menatap Edgar dan Lou secara bergantian.

"Ya, aku harap seperti itu." angguk Edgar seadanya.

"Aku akan belajar banyak dari anda tentunya," ujar Lou menatap Edgar dengan senyum—yang menurut Agatha lebih terlihat seperti senyum untuk ajakan bercinta.

Entah mengapa Agatha tidak menyukai wanita itu walau saudaranya—Rico terlihat sangat ramah dan penuh kharisma.

Pertemuan membosankan itu akhirnya selesai juga, Agatha menghela nafas lega begitu keluar dari sana.

"berhenti memasang wajah tertekan seperti itu," ucap Edgar ketika hanya mereka berdua yang tersisa.

"Mengapa? Ini adalah ekspresi tulus dari lubuk hati," jawab Agatha masih dengan wajah judes.

"Kau harus terbiasa akan hal itu," lanjut Edgar.

"Mengapa harus aku yang terbiasa, mengapa bukan orang lain saja yang terbiasa melihat wajahku seperti ini?"

"kau marah untuk sesuatu yang tidak jelas,"

"Ya, aku memang marah!" cetus Agatha dengan nada tinggi.

Edgar menelisik wajah Agatha …

"Ada Apa?" tanya Edgar.

"Tidak ada, aku hanya bosan." sahut Agatha acuh sambil membuang muka.

Edgar menahan senyum melihat wajah Agatha, sedangkan tangannya seperti biasa mengelus punggung Agatha untuk menenangkan wanita itu.

Kemudian seseorang yang di kenal oleh Edgar datang dari arah lain bertepatan dengan limousine yang akan mereka tumpangi berhenti di depan keduanya.

"Wah, tuan Edgar Mateo." sapa Rafael, pria itu tersenyum penuh arti ke arah Edgar terlebih dahulu sebelum beralih kepada Agatha.

"Lama menghilang, sekali bertemu kau mendapat barang bagus." ucap Rafael melirik Agatha.

Edgar tahu maksud dari ucapan Rafael dan itu berhasil membuat aliran darah dalam tubuhnya mengalir deras.

"Rafael Coppin, aku tidak akan segan meledakkan kepalamu jika tidak bisa menjaga sikap!" desis Edgar tajam.

Tangannya masih merangkul pinggang Agatha

Rafael tertawa sarkas,

"Aku mengatakan yang sebenarnya."

Rafael kemudian mendekat dan berbisik ke telinga Edgar,

"Tapi apakah wanita cantik itu mengetahui siapa dirimu dan apa tujuanmu?" tanyanya membuat Edgar mengetatkan rahang.

"Aku minta maaf tuan Coppin, karena dulu sudah membuat mantan kekasihmu tergila-gila padaku. Namun itu sudah lama berlalu, tidak seharusnya kau masih menyimpan dendam," … "jika kau tidak beruntung mendapat wanita cantik maka itu masalahmu sendiri," ucap Edgar telak.

Rafael mengepalkan tangannya hingga terlihat memutih.

"Aku dan kekasihku, harus segera pulang. Sampai bertemu tuan Coppin." Edgar merasa puas melihat wajah Rafael yang berubah-ubah.

"Kau terlalu sombong, Edgar!" desis Rafael menahan amarah.

Di dalam limousine, Edgar langsung menekan tombol untuk menutup pembatas antara supir dan mereka.

Wajahnya terlihat dingin dan kaku setelah bertemu dengan Rafael.

Sekilas Agatha mendengar percakapan antara keduanya, dapat ia pastikan bahwa Edgar pastilah memiliki banyak musuh dan masalah dalam hidupnya.

Di tengah lamunannya Agatha merasakan sesuatu berada di pundaknya, saat menoleh ternyata itu Edgar.

Pria itu menyenderkan kepalanya di sana, Agatha terdiam gugup sebelum akhirnya bicara.

"Kau tidak sadar jika tubuhmu berat?" sindirnya,

"Sebentar saja, Agatha." sahut Edgar rendah, lalu menenggelamkan kembali wajahnya di helaian rambut Agatha.