Hanya melalui ponselnya Edgar dapat membuka pintu itu.
Dores masuk terlebih dahulu di susul dengan ajudan lain. Di setiap sudut ruangan terdapat cctv alarm, Dores harus mengotak atik pengaturan benda tersebut sebelum Edgar ikut masuk ke dalam.
Mereka mulai terpencar, Edgar menelisik setiap sudut yang di lengkapi dengan peralatan canggih.
Ruangan itu memiliki suhu yang terlalu dingin hingga hal ini tidak wajar bagi Edgar. Sembari mencari sesuatu yang menurutnya sangat berguna, Edgar berpikir siapa Mr Pumpkin sebenarnya?
Melalui earphone kecil di telinganya Dores memberi laporan dari ruangan lain.
Edgar segera menuju ke sana.
Sebuah ruangan—lebih tepatnya seperti kamar pendingin.
Tampak Mario beserta dua orang lainnya yang tidak di ketahui identitasnya terbaring di sana tak bernyawa.
Selebihnya tak ada siapapun di sana.
Sontak Edgar meremas pistol dalam genggamannya. Dia kini sadar tengah di jebak.
Edgar akan mendapati pelaku entah bagaimanapun caranya.
...
Wajah dingin itu menatap lurus ke depan, Edgar menyetir dengan satu tangan sementara tangannya yang lain memijit tulang hidungnya.
Sepanjang jalan pulang ke mansion, Edgar berpikir keras bagaimana cara memberi tahu hal ini kepada Agatha.
Bagaimanapun Agatha harus mengetahuinya, namun di sisi lain Edgar tidak mungkin membuka semua kebenaran kepada wanita itu.
Artinya identitasnya juga harus terbuka dan Edgar masih belum siap akan hal itu, alasan kedua adalah karena Edgar tidak memiliki bukti yang bisa ia tunjukkan kepada Agatha bahwa Mario seorang pembunuh bayaran.
Terlebih karena kini Mario telah tiada hal itu akan menjadi semakin sulit bagi Edgar.
Edgar tiba di mansion sebelum tengah malam, dia langsung menuju kamarnya yang berada di lantai dua. Setelah meraih kunci dari penjaga Edgar lalu mengusir pria itu dari sana.
Begitu pintu terbuka hal pertama yang di lihat olehnya adalah kehadiran Agatha yang berdiri di tengah ruangan.
Dia hanya diam dengan wajah datar yang tidak dapat di mengerti oleh Edgar.
"Apa sekarang aku bisa pindah ke kamarku?" tanya Agatha begitu Edgar mulai mendekat.
Pria itu terdiam menelisik wajah Agatha, namun yang ia dapatkan hanya wajah dingin dan datar.
"Ya, silahkan!" hanya itu jawaban dari Edgar. Matanya masih menatap kepergian Agatha dari sana.
Mungkin wanita itu masih merasa kesal, begitulah pikir Edgar.
Sesampainya di kamar, Agatha mencari ponselnya dan mulai menekan nomor apa saja yang bisa menghubungkannya kepada Mario.
Dan sialnya Agatha memang tidak mengenal banyak teman daddynya. Tapi di tengah kekalutannya Edgar kembali muncul dari pintu rahasia.
Agatha reflek menyimpan ponsel itu di bawah bantal.
Tadi siang Agatha mencoba masuk melalui pintu itu namun dari semua angka yang ia tekan sama sekali tidak ada yang sesuai dengan password pintu itu.
"Ada apa?" tanya Agatha gugup.
Edgar dapat melihat kepanikan di wajah Agatha,
"Aku sudah memperingatimu untuk tidak mencoba melakukan segala cara untuk menipuku, Agatha."
Agatha hanya diam, dia memalingkan wajah dari tatapan intimidasi Edgar.
"Aku hanya ingin memastikan keadaan daddy ku. Apa itu tidak boleh?" tanyanya dengan nada rendah.
"lalu apa yang akan kau lakukan jika mengetahui keadaannya?"
"kau akan kabur untuk menyelamatkan bajingan itu?"
"Dia daddy ku. Kau yang bajingan!" sahut Agatha dengan raut sedih yang kentara di wajahnya.
"Dia sudah mati." kalimat itu keluar begitu saja seperti bukan sesuatu yang berarti apa-apa.
Agatha terdiam sekian detik lalu mengedipkan mata mencoba mengingat jika dia tidak salah dengar. Bukan, tapi dia berharap Edgar sedang bergurau karena kesal.
"Mario sudah mati, jadi jangan lagi mencarinya." Edgar kembali mengulangi ucapannya yang membuat Agatha semakin yakin jika tidak salah dengar.
"Apa maksudmu?" dengan mata berkaca-kaca Agatha masih meminta kejelasan dari Edgar.
"Agatha, ini sangat sulit tapi bajingan itu sendiri yang menggali kuburannya," ucap Edgar rendah.
"Kau membunuhnya?" sontak Agatha berjalan mundur.
Edgar menggeleng berusaha membantah tuduhan itu, namun Agatha justru berteriak menyebutnya pembunuh.
"Kau membunuhnya! Kau pembunuh!"
"Kau pembunuh‼!" racau Agatha bercucuran air mata.
Ya benar, Edgar memang pembunuh. Dia sudah berkali-kali melakukannya namun Edgar hanya membunuh orang yang memang pantas untuk mati.
Tapi bisakah Agatha mendengar sebelum menuduhnya?
"bukan aku pelakunya, Agatha." jawab Edgar masih berusaha tetap tenang di tempatnya berdiri,
"Aku mendengarmu‼! Kau menyuruh Dores untuk membunuhnya!"
"kau manusia menjijikan‼!" teriak Agatha.
Tidak hanya itu, dia juga melempar semua barang di ruangan itu yang bisa di jangkau oleh tangannya.
"keluarkan aku dari sini, bastard!" Agatha meraih gelas kaca di atas nakas lalu melemparnya ke arah Edgar hingga mengenai bahu pria itu sebelum jatuh ke lantai.
"Kau memang iblis!" segala bentuk makian dan sumpah serapah keluar dari mulut Agatha untuk pria itu.
Agatha kemudian berusaha berlari menuju pintu namun dengan cepat Edgar mencegat pergelangan tangannya.
"Biarkan aku pergi kumohon," Agatha berusaha memberontak dalam cengkraman Edgar.
Namun tangan pria itu sangat kuat hingga rasanya tulang Agatha akan remuk dalam sekejap.
"kau tidak akan pergi ke manapun, Agatha." desis Edgar. Siapapun akan tahu jika saat ini wajah Edgar sudah menggelap dan auranya tidak bersahabat.
"Lepaskan!" teriak Agatha namun detik berikutnya yang terjadi adalah meledaknya kemarahan Edgar.
"Aku bilang kau tidak akan ke manapun, bitch‼!" Edgar menghentak tubuh Agatha hingga terlempar menabrak sofa.
"pembunuh itu pantas mendapatkannya!" desis Edgar dengan tatapan nyalang, dia begitu terluka dengan semua tuduhan serta makian yang keluar dari mulut Agatha.
Dia berjalan mendekati Agatha sementara wanita itu menyeret tubuhnya untuk menjauh dari Edgar.
"kau yang pantas—"
"Dor ...!"
Agatha sontak meringkuk begitu terdengar suara tembakan yang secara tiba-tiba.
"Aku bisa membuatmu menyusul bajingan itu dengan mudah," bisik Edgar yang sudah berjongkok di sisi Agatha.
Wajah Agatha terlihat pucat dan tangannya bergetar, baru saja ia merasakan jantungnya hampir copot.
"Dengarkan baik-baik dan tanam di otak kecilmu yang cantik ini karena aku hanya akan mengatakannya sekali!" Edgar menunjuk kepala Agatha.
"Mario yang kau kenal sebagai daddy terbaik itu merupakan seorang pembunuh bayaran,"
"Dan—kau di sini untuk menebus semua dosa bajingan itu. Jadi jangan berpikir untuk bisa lari dariku, Agatha!" ucapnya cukup jelas dan tegas.
Agatha masih tidak percaya dengan apa yang di katakan Edgar.
Setelah kepergian pria itu, Agatha meringkuk di atas tempat tidur. Pikirannya masih menerka benarkah daddynya seorang pembunuh bayaran?
Berbeda dengan Edgar yang kini berada di ruang kerjanya di lantai satu.
Dia telah mendapatkan identitas nama pemilik bangunan kosong itu, bangunan itu tercatat atas nama Odysius, seorang pria berumur 70 tahun.
Namun setelah di cek kembali oleh Dores, pria tua itu telah meninggal dua tahun lalu tanpa ahli waris.