Mimpi Buruk

"Ini di mana?" Agatha berusaha untuk menggerakkan tubuhnya, namun tertahan oleh lengan Edgar yang kuat memeluk tubuhnya.

"Ed?" Agatha mencoba memanggil pria itu.

"Bukankah kau susah tidur?" bisik Edgar.

Dulu di masa kecil jika susah tidur Edgar akan berlari ke kamar orang tuanya untuk di peluk dan itu biasa berhasil membuatnya tertidur. Kini hal yang sama ia lakukan kepada Agatha.

Tangannya mengelus kepala Agatha yang berada dalam dekapannya, lambat laun wanita itu jatuh ke alam mimpi.

...

Agatha dan Sandra berlari mengejar kupu-kupu hingga mendekati jalan raya.

"Sandra, Agatha. Jangan berlari hingga ke jalan raya!" teriak wanita cantik yang merupakan ibu Sandra.

Kedua anak gadis itu mengabaikan teriakan ibu Sandra.

"Aggie, cepat tangkap!" teriak Sandra yang duduk di pinggir jalan karena kelelahan.

"Ini terlalu tinggi, Sandra. Kita membutuhkan kayu." ucap Agatha yang berusaha meraih kupu-kupu yang bertengger di pucuk daun.

Namun tiba-tiba sebuah mobil berhenti tepat di hadapan mereka.

"Agatha, ayo masuk!" teriak seorang wanita cantik dari dalam mobil

"Yah …" Agatha menjatuhkan bahu tanda kecewa.

"Sandra, aku akan kembali lagi besok!" teriak Agatha melambai sesaat sebelum masuk mobil.

Namun belum jauh dari persimpangan, begitu mobil yang di tumpangi Agatha dan dua orang dewasa itu akan membelok, di sinilah kecelakaan itu terjadi.

Dari kejauhan terlihat truk dengan kecepatan tinggi menabrak mobil keluarga Agatha hingga mengalami kehancuran yang parah lalu kemudian meledak dalam kobaran api.

"Argghhh!!!"

...

"Agatha, hei!" Edgar mengelus pipi Agatha yang tiba-tiba terbangun setelah berteriak.

Wajahnya terlihat pucat dan nafasnya memburu.

"Mimpi buruk?" tanya Edgar mengelus punggungnya berusaha menenangkan.

Dia segera mengambil gelas dari nakas yang berisi air lalu menyodorkannya kepada Agatha.

Agatha mengusap wajah, dia sudah berulang kali memimpikan hal yang sama.

Di suatu hari Agatha bahkan pernah menanyakan perihal mimpi ini kepada Sandra, tapi sahabatnya itu menjawab jika mimpi hanyalah bunga tidur.

"Apa begitu menakutkan?" tanya Edgar menelisik wajah Agatha.

"Entah. Hanya saja aku tidak mengenal mereka," jawab Agatha mengernyit.

Edgar menatapnya dengan rasa penasaran,

"Aku berada di dalam mobil dengan dua orang dewasa. Dan—mobil itu meledak," ucap Agatha berusaha mengingat tapi kemudian kepalanya terasa berdenyut.

"sepasang suami istri?" tebak Edgar,

"Ya, sepertinya begitu." Agatha mengangguk.

"kau pernah mengalami kecelakaan saat kecil?" Edgar masih bertanya untuk mengorek ingatan Agatha.

"Tidak," Agatha menggeleng tidak yakin.

"Aku tidak pernah mengalami hal buruk seperti itu," ucapnya menatap Edgar bingung.

Namun sebelah tangannya meraih kepalanya yang kembali berdenyut karena berusaha mengingat masa kecilnya yang samar.

"Baiklah, jangan di paksa. Itu hanya mimpi buruk." Edgar meraih kembali tubuh Agatha dalam pelukannya.

"tubuhmu sangat hangat," ucap Agatha rendah.

"Apa itu mengganggumu?"

"Aku menyukainya," jawab Agatha, kali ini dia berkata jujur.

Dia memang menyukai wangi tubuh Edgar, detak jantungnya yang teratur serta suhu tubuh pria itu yang membuatnya merasa hangat.

"Kalau begitu, setiap malam kau bisa tidur di sini," ucap Edgar.

Selain perasaannya yang menghangat karena Agatha menyukai pelukannya pikiran iblis pria itu seakan tak ingin ketinggalan bersorak dalam kesenangan.

Siapa yang akan menolak Agatha? bagian tubuh dan jiwa Edgar mana yang tidak menginginkan wanita itu?; tentu tidak ada satupun baik jiwa maupun raganya yang ingin menolak Agatha—wanitanya.

Tidak ada jawaban dari Agatha. Wanita itu justru merapatkan tubuhnya lebih dekat kepada Edgar sebelum kembali jatuh dalam tidur yang panjang.

***

"Jadi kau sudah melihatnya?" tanya Alan.

"Sudah, tuan." jawab seorang wanita muda yang tak lain Delila.

"Sekarang kau tahu apa yang harus kau lakukan?" tanya Alan lagi.

"Saya tahu, tuan." jawab Delila menunduk.

"Jangan sampai gagal jika tidak ingin pria di sana kehilangan nyawa." tunjuk Alan pada seorang pria yang di kurung—itu kekasih Delila.

"Baik, tuan." Delila menunduk takut.

Setelah itu Delila kembali masuk ke dalam mobil sedan hitam. Matanya di tutup selama perjalanan menuju rumahnya, sehingga sama sekali tidak tahu di mana lokasi tempat yang selalu ia datangi untuk bertemu dengan Alan.

Ketika sudah sampai, penutup mata Delila kembali di buka lalu wanita itu turun tepat di depan rumahnya yang sangat sederhana.

Dia hanya perlu memberi Agatha nomor telepon yang di tulis Alan di selembar kertas beserta catatannya dan kemudian membantu Agatha untuk kabur dari Edgar.

Menurut Delila itu pekerjaan mudah karena dia tidak mengetahui siapa Edgar yang sesungguhnya.

Jika hanya dengan melakukan ini kekasihnya dapat di bebaskan maka Delila rela menjadi cleaning servis di MATEO Company.

Meski untuk masuk ke sana tidaklah mudah tapi Delila pada akhirnya di terima juga.

***

Tak terasa waktu telah berlalu dengan cepat. Seiring dengan berjalannya waktu Agatha mulai terbiasa dengan Edgar.

Meski niat awalnya hanya ingin mendapat kepercayaan Edgar, namun sepertinya hal itu akan berubah seiring dengan dia menemukan sesuatu yang membuatnya hampir mati berdiri.

Jadi siang itu Edgar memiliki janji temu dengan Louisa. Wanita itu kini bersama Edgar di ruang rapat.

Tapi di tengah rapat yang melibatkan Louisa, Edgar dan juga Dores.

Agatha mendapat satu pesan dari Edgar.

Pria itu memintanya untuk membawa dokumen berisi perjanjian kerja sama yang ada di laci mejanya.

Agatha segera menuju meja Edgar dan mencari apa yang di inginkan pria itu. Kertas berisi perjanjian yang ia cari terletak di laci paling atas.

Namun laci yang kedua sedikit terbuka, Agatha tidak ada niat sama sekali untuk melihat isinya tapi ketika ia berusaha menutup laci itu ada sesuatu yang mengganggu sehingga membuat laci tersebut tidak dapat tertutup dengan sempurna.

Agatha menariknya keluar terlebih dahulu untuk merapikan isi laci agar bisa tertutup.

Dan di sini Agatha menemukan sebuah foto keluarga—tentu saja foto keluarga Edgar.

Foto itu di ambil di ruangan ini tepatnya di meja di mana selama ini Edgar duduk. Sepertinya itu foto saat pengesahan Edgar sebagai CEO baru, ini menurut pendapat Agatha.

Selain ketampanan Edgar yang mampu membuat semua orang meleleh, Agatha lebih penasaran dengan wanita cantik yang berdiri di belakang Edgar dan di apit oleh Marie berserta Diego.

Tapi wajah itu sungguh tidak asing, pikir Agatha.

"Aku memintamu membawa dokumen, mengapa lama sekali?" Edgar sudah berdiri di ambang pintu tanpa di sadari oleh Agatha.

"Uh—ya, ini aku baru saja akan ke sana," jawab Agatha sedikit terbata.

Dia melangkah mendekati Edgar dengan dokumen dalam genggaman.

"Kau juga harus ikut dalam rapat." Edgar meraih pinggangnya.

"Tapi—aku tidak memiliki peran di sana, Ed." jawab Agatha canggung.

"Tentu saja ada. Aku merasa khawatir jika meninggalkanmu sendiri,"

"Ya?" tampak Agatha bingung.

"Aku takut kau melarikan diri." bisik Edgar masih tetap memeluk pinggang Agatha sembari melangkah.

Agatha hanya memutar bola mata jenuh.