1

TOMBAK KARANTAKA

Cerita bermula ketika Wanayasa menumpas lima perampok yang bercokol dihutan Roban. Lalu membawa pemimpin perampok itu ke kadipaten Parangjati untuk diserahkan kepada Sang Adipati.

Pemuda yang baru genap berumur 20 tahun itu adalah seorang Pendekar Pemburu. Mengejar hadiah dari sayembara yang tak jarang diadakan untuk menangkap para perampok, begal, atau pun buronan yang lolos dari pengejaran pasukan kadipaten atau bahkan kerajaan sekali pun.

Setelah menerima hadiah dari Adipati Parangjati, Wanayasa langsung bergerak kembali menuju daerah selatan, tepatnya pemuda itu menuju Kadipaten Skarwangi.

Setelah melewati perjalanan sehari-semalam, Wanayasa pun tiba di tempat tujuannya. Didaerah yang terbilang ramai penduduk dan merupakan Dayeuh Sekarwangi, pemuda itu masuk ke satu kedai. Selain mengisi perutnya di kedai itu, Wanayasa pun berniat menyambangi orang tua pemilik kedai yang telah lama ia kenal.

Ki Ogel. Itulah panggilan orang tua yang ditemui oleh Wanayasa. Setelah mereka mengobrol, Ki Ogel menawarkan pekerjaan pada pemuda itu, yang kali ini datangnya dari daerah Karangwangi. Diketahui dari orang tua itu, tak jarang Wanayasa menerima keterangan tentang adanya Sayembara.

Sayembara kali ini yaitu menangkap kelompok Tiga Macan yang hampir satu bulan ini belum ada satu pun Pemburu yang berhasil menangkapnya hidup atau mati.

Wanayasa menerima tawaran itu. Setelah berbincang beberapa saat lagi dengan Ki Ogel, pemuda itu pun pergi menuju utara, daerah Karangwangi.

Pendekar pemburu bernama Wanayasa memulai dengan melakukan penyelidikan di daerah Karangwangi, guna mengetahui tempat persembunyian kelompok Tiga Macan. Setelah mendapat keterangan, Wanayasa pun langsung menuju sarang kelompok rampok dan begal itu.

Tak lama setelah Wanayasa berhasil menemukan Kelompok Tiga Macan dan menghadangnya, tiba-tiba seorang lelaki dengan pedang besar datang mengganggu. Lelaki itu mengaku bernama Jaru, berjuluk Pendekar Pedang dari Pantai Utara. Dan sama seperti Wanayasa, lelaki berusia 28 tahun itu pun adalah seorang pendekar pemburu.

Jaru bermaksud mengambil alih buruan Wanayasa. Namun pendekar muda itu sama sekali tak mengindahkan niat Jaru, hingga terjadilah perdebatan di antara keduanya yang terasa konyol dan membuang-buang waktu.

Salah satu dari Kelompok Tiga Maca yang jengah menyaksikan kedua pendekar itu cekcok beradu mulut langsung merangsek. Karena tanpa perhitungan yang matang dan menganggap remeh lawannya, tak ayal si penyerang itu dengan mudah ditumbangkan oleh Wanayasa dan Jaru bersamaan.

Kejadian itu membuat dua lelaki berbadan besar, kelompok Tiga Macan seketika mengamuk ganas. Tak ingin membuang-buang waktu dalam membereskan dua pendekar pemburu, mereka mengerahkan seluruh tenaga dalamnya. Kedua lelaki besar kelompok Tiga Macan seketika seperti berubah bentuk layaknya seekor harimau, bercakar dan bergaris belang di kulit mereka yang gelap.

Baik Wanayasa maupun Jaru, keduanya mendapat kesulitan dalam menghadapi dua lelaki macan itu. Kendati demikian, dua pendekar pemburu dengan segala jurus-jurus mereka pada akhirnya dapat menumbangkan lawannya. Wanayasa mengakhiri pertarungannya dengan jurus tebasan golok "Badra Sena". Sedangkan Jaru dengan jurus andalannya "menebas ombak, membelah samudra"

Kerja sama dalam mengalahkan kelompok Tiga Macan ternyata tak merubah apa pun, dua pendekar pemburu itu masih berseteru, kali ini mereka memperdebatkan hadiah penangkapan Tiga Macan. Perkelahian pun tak dapat dielakkan lagi meski kedua pemuda itu dalam keadaan sama-sama babak belur. Menjelang matahari terbit, Wanayasa dan Jaru terkapar kehabisan tenaga.

50:50. Begitulah Adipati Karangwangi turut memutuskan pembagian Hadiah penangkapan Kelompok Tiga Macan, setelah kedua pendekar pemburu itu menyerahkan Tiga Macan pada sang Adipati. Wanayasa dan Jaru pun pada akhirnya mau tak mau menerima keputusan itu.

Jaru pergi entah ke mana, Wanayasa tak memedulikannya. Sedangkan ia sendiri setelah semua urusan yang menjengkelkan itu berniat kembali ke Skar asih. Belum jauh pemuda itu melewati tapal batas Karang wangi, seorang gadis 15 tahun menghadangnya. Gadis itu memperkenalkan dirinya Mayang. Dia seorang gadis yang terlalu banyak bicara, sok akrab, membuat Wanayasa jengkel dibuatnya, terutama ketika ia mengutarakan beberapa hal pribadi Wanayasa. Tujuan Mayang menemui Wanayasa, yaitu menyampaikan pesan dari ayahnya, meminta Wanayasa menemuinya di suatu tempat.

Pada awalnya Wanayasa menolak permintaan Ayah Mayang, namun setelah gadis remaja tanggung itu menyinggung tentang Eyang Darma, Wanayasa merasa penasaran dan tertarik untuk menemui Ki Purba Jaya, ayah Mayang.

Malam itu juga Wanayasa datang ke tempat pertemuan. Hanya ada dua orang di tempat itu, si gadis Mayang dan seorang lelaki paruh baya, Ki Purba jaya. Dan saat itu juga bukan hanya Wanayasa yang di undang ke tempat itu, Jaru si pendekar pedang tiba tak lama setelah Wanayasa.

Setelah memperkenalkan diri, Ki Purbajaya meneruskan dengan maksud dan tujuannya mengundang dua pendekar pemburu itu. Ki Purbajaya menutarakan bahwa dirinya dan Mayang sedang dalam tugas penyelidikan seorang wanita bernama Nyi mas Ganda Retna. Wanita itu diketahui tengah mengumpulkan empat batu Mustika yang merupakan kunci dari sebuah pusaka, bernama Tombak Karantaka. Tiga Mustika telah didapatkan oleh Nyi mas Ganda Retna, dan membunuh semua pemegang Mustika itu. Tinggallah satu Mustika yang tersisa, yaitu Mustika Kala Gheni yang dipegang oleh guru Wanayasa, Eyang Darma Sagara.