Ning Mingda menangis seperti seorang anak.
Sangat berantakan.
Di dalam hatinya, ia berharap bisa merobek-robek orang yang telah menjebaknya!
Saat ia menangis, Ning Jianhua menyalahkan dirinya sendiri.
Tanpa mengucapkan sepatah kata pun sebagai respons, cambuk lainnya melayang di udara.
Angin kencang menghantam wajahnya.
Dengan gugup, Ning Mingda memejamkan matanya.
Tapi tak terduga,
cambuk itu tidak mendarat padanya.
Cambuk itu melesat melewati telinganya.
Dan menghantam meja.
Vas porselein di atas meja terkena dan pecah berkeping-keping di lantai.
"Ayah?" Ning Mingda membuka matanya, penuh kebingungan.
Ning Jianhua mengambil cambuknya dengan gerakan yang halus dan terlatih.
Kegelapan menyelimuti matanya.
"Apa ini tentang kamu yang merampas properti komunal para petani, seperti yang disebutkan dalam surat?"
Saat ia berbicara, cambuk itu menghantam telapak tangannya, membuat suara gemeretak.
Bagi Ning Mingda, suara ini seperti bel kiamat.