Sebuah hinta manis menyebar di mulutnya, dan pria itu tiba-tiba mulai menangis pelan.
Betapa tidak bergunanya dirinya!
Lebih dari itu, dia juga telah menyakiti anak yang baik.
Setelah melihat emosi pria itu mulai stabil, Fuwa berhati-hati bertanya, "Ayah, aku boleh tinggal sekarang kan?"
Dia tidak menginginkan kehidupan yang enak.
Dia hanya ingin tinggal bersama ayahnya.
Selama ayahnya ada, rumah pun ada.
Walaupun ayahnya terbaring di tempat tidur, dia adalah satu-satunya penopang hati.
"Kamu tidak akan pergi!" Pria itu berkata keras melewati tenggorokannya yang kaku, "Aku tidak akan mengusirmu lagi."
"Benarkah?" Fuwa segera cerah, merasa seperti seluruh dunia telah menerangi.
"Hmm." Pria itu mengangguk.
Fuwa mengulurkan jarinya yang kecil dan merah muda kepada pria itu, "Ayah, ayo kita janji kelingking."
Pria itu juga mengulurkan tangannya kepada Fuwa.
Saat ayah dan anak itu saling mengaitkan jari mereka, pria itu bertanya, "Fuwa, darimana kamu dapat permen ini?"