Amarah Yang Terpendam

Hari-hari berlalu dengan keanehan yang semakin intens. Darius mulai memperhatikan kekuatan aneh yang bangkit setiap kali dia marah. Ketika seorang siswa lain mencoba mem-bully temannya, tanpa sadar dia menghempaskan siswa itu ke dinding dengan satu dorongan kecil. Matanya yang biasanya cokelat berubah menjadi merah darah sesaat, dan tubuhnya seakan-akan dikuasai oleh sesuatu yang lebih besar dari dirinya.

Dia mencari jawaban. Siapa dia sebenarnya? Mengapa dia memiliki kekuatan ini?

Darius memutuskan untuk mengunjungi perpustakaan tua di pusat kota yang penuh dengan buku-buku mitologi kuno. Di sana, dia menemukan sebuah buku yang tak terduga—"Ares, Sang Dewa Perang". Di dalamnya, dia membaca tentang keturunan-keturunan rahasia para dewa yang disebarkan di dunia manusia untuk menjaga keseimbangan antara kekacauan dan ketertiban.

Saat membaca lebih dalam, Darius menemukan bagian yang menggambarkan ciri-ciri keturunan Ares—mata yang merah ketika marah, kekuatan fisik yang tak tertandingi, dan kemampuan untuk memanipulasi energi perang di sekitarnya. Hatinya berdegup kencang. Semua ini terasa seperti potongan puzzle yang akhirnya terpasang.

Namun, saat dia akan menutup buku itu, seorang wanita muda dengan pakaian serba hitam muncul di hadapannya. Dia tampak berusia sekitar dua puluh tahun, dengan tatapan tajam dan sikap yang tegas.

"Kau Darius, bukan?" tanyanya, tanpa basa-basi.

Darius terkejut. "Siapa kamu? Bagaimana kamu tahu namaku?"

Wanita itu menyilangkan tangannya di dada. "Namaku adalah Nyx. Aku dikirim oleh para dewa untuk memandumu. Kau adalah pewaris Ares, dan takdirmu lebih besar dari yang kau bayangkan."

Darius merasa kebingungan dan marah sekaligus. "Aku tidak peduli tentang takdir atau dewa! Aku hanya ingin hidup normal!"

Nyx mendekat dengan tenang. "Kau tidak bisa lari dari ini, Darius. Kekuatanmu akan terus tumbuh, dan musuh-musuh Ares sudah mencium kehadiranmu. Kau harus bersiap. Jika tidak, bukan hanya kau yang akan terancam, tapi juga dunia manusia."

Perasaan takut dan tanggung jawab mulai membanjiri pikiran Darius. Dia hanya seorang anak sekolah menengah biasa, tetapi sekarang dia harus menghadapi dunia yang jauh lebih besar dan berbahaya dari yang pernah dia bayangkan.