"Seperti yang aku bilang tadi, kita bisa menyatu dengan debu kuno karena 'keserasian'."
Percikan tak percaya memenuhi netra violet itu. Dia memandang sekeliling sebentar sebelum membuka mulutnya begitu menyimpulkan, "Jadi, simfoni semesta ada untuk itu?"
"Ya, keberhasilan dan kegagalan dibutuhkan satu sama lain untuk melengkapi. Sama seperti keharmonisan yang tercipta karena hal satu dan lainnya yang ada." jelas Aster.
.
.
.
.
.
.
Start of Third-Person PoV
༺–·—————————————————·–༻
Melihat reaksi penasaran-tak-tertahankan Aster, Zero berinisiatif mengajukan, "Ingin kutunjukkan tekniknya?"
Pupil biru tengah-malam itu melebar, "Boleh?"
"Apapun untukmu."
Kalau kau memaksa begitu ...
Raut wajah Zero tampak bingung, dia bertanya, "Di sini?"
"Ah ... " langsung tersadar, Aster memasukkan tangannya ke ruang penyimpanan. Dia menekan suatu tombol yang berbeda dari sebelumnya. Zero di depan hanya menatapnya penuh penasaran.
Sang pemilik iris biru tengah-malam beranjak dari duduknya seraya berkata, "Kemarilah."
"Oke," Zero mengiyakan sembari berjalan menghampiri.
Di hadapan salah satu rak buku, dia menarik buku tertentu. Sebuah pintu biru muda penuh coretan bahasa asing muncul menutupinya. Keberadaan itu berhasil menghalangi seluruh bagian rak buku. Aster kemudian menghela napas tanpa suara.
Kurasa, aku baru mengenalnya beberapa saat lalu ... Ucap Aster dalam benaknya ketika dia melangkahkan kaki.
"Tunggu, Aster!" Zero secara menarik pergelangan tangan kiri aster dengan tangan kanannya.
Si mata biru tengah-malam yang dimaksud menolehkan kepalanya ke belakang, "Kenapa?"
"Itu mengarah ke mana?" tanya Zero.
"Ah, diamlah dan lihat saja." ujar Aster singkat sembari melepaskan tarikan 'Zero' untuk menggenggam telapak tangan Zero. Dia kemudian melangkahkan kakinya keluar sambil menarik tangan si tatapan violet.
Gedung-gedung yang menjulang tinggi menyambut kehadiran mereka. Langit malam yang gelap itu menampilkan cahaya terang bintik-bintik bintang dengan jelas. Phos yang merupakan satelit planet Exvi menjadi satu-satunya sumber cahaya alami. Suasana yang tidak ramai maupun sepi juga menghiasi kota itu.
"Nah, inilah planet asalku."
Zero terdiam, mata violetnya terpaku memandang keindahan kota itu. Sosoknya mulai mengamati lingkungan sekitar perlahan.
Banyak cahaya bulat yang sangat terang berlalu-lalang. Ada yang berada di atas langit, ada juga yang hanya terbang setengah tinggi gedung. Tidak hanya mereka, humanoid lain yang satu spesies dengan Aster juga banyak yang berlalu-lalang. Mereka berjalan di trotoar.
"... Indah sekali." Zero menatap ke cakrawala di atas, menampilkan visual Galaksi Bima Sakti dan seisinya.
"Memang." Aster menganggukkan kepalanya bangga. Kemudian dia melirik ke kiri, "Xyvern-Vi, atau lebih singkatnya Exvi, merupakan planet yang mengorbit Kaesk sejak 15 miliar tahun yang lalu."
"TKT?" tanya Zero.
"Ah, iya!"
[TKT: Tahun Kosmik Terstandard, yang disepakati oleh 1.000 lebih dari spesies, tapi manusia belum ikut karena perbedaan kemajuan.]
Zero mengalihkan atensinya dari langit ke mata biru tengah-malam milik sang lawan bicara. Raut wajahnya tampak ragu ketika berkata, "Aku ... seperti pernah mendengar nama Exvi entah dari mana."
Tanpa si netra violet sadari, Aster sudah berganti pakaian. Dia tidak mengenakan kacamata, tapi bajunya berubah.
"Mungkin dari berita pertemuan setiap tahun Autum? Kau tahu, Auvrax Continuum?"
"Bisa jadi," jawab Zero.
"Apa kau tahu, Teinn Magus?"
"Tentu saja, penemu ilmu sihir pertama segalaksi."
"Dia berasal dari planet Exvi."
"Sungguh?"
Aster mengangguk-anggukkan kepalanya, "Di sini ada museum mengenai asal-usul sihir, mau mengunjunginya?"
"Atau, mempraktikkan teknik khusus spesiesmu dulu?"
"Kita sudah di sini, jalan-jalan sebentar sepertinya tidak buruk." Si netra violet menarik tangan Aster ketika dia mulai melangkah.
"Oke," jawab singkat Aster sembari melepaskan genggaman tangan yang lain.
"Aster," panggil si rambut gelap.
"Hm?"
"Kenapa kau mengajakku ke sini?"
— Bukankah kita baru berkenalan belum lama? Bahkan tak ada sepekan. Sisa pertanyaannya dia simpan dalam kepala tanpa keinginan untuk melanjutkannya.
"..."
Aster berjalan mendahului Zero begitu kipas lipat polos warna putih tiba-tiba berada di tangannya.
Seketika Zero menghentikan gerakannya.
Dia mengayunkan tangannya 180 derajat miring ke kiri, lalu membalik telapak tangannya hingga mengayun lurus ke sisi kanan. Dia segera menurunkan tangan kanan ke bagian kiri tubuhnya. Hanya dalam beberapa detik dia melakukan seluruh gerakan tersebut. Dia melangkahkan kakinya ke belakang.
Sebuah lingkaran aneh bertuliskan aksara asing yang tak dapat dimengerti Zero muncul di bawah kaki Aster pada tempat sebelum dia pindah. Dengan warna kuning pada garis lingkaran dan putih pada aksara, itu lantas menghilang setelah 4 detik. Aster mengubah posisi hadap tubuhnya sedikit miring, kemudian dia menggerakkan tangannya sebagai isyarat untuk Zero mendekat.
Mengerti, Zero langsung berjalan menghampiri. Dia bertanya, "Apa itu tadi?"
"Teknik khusus," ucap sang lawan bicara.
"Untuk apa?"
"Mengaktifkan pintu," jawab Aster tanpa melihatnya.
Alih-alih menanggapi, Zero bertanya, "Aster, spesiesmu aliran mana? Di Autum — Auvrax Continuum, merupakan persatuan ribuan spesies makhluk hidup yang dibentuk karena niat bekerja sama dan sebagian mendeklarasikan "damai" — kamu masuk kategori damai, netral, atau hanya bekerja sama?
Aku menebak bahwa kamu adalah salah satu dari 'netral', apakah benar?"
"Hampir benar. Spesies kami memang netral, tapi mempelajari sihir."
"Oh, karena Exvi adalah asal dari Teinn Magus yang merupakan penemu ilmu sihir?" tanya Zero. Dia menghentikan langkahnya tepat di luar lingkaran — yang sudah hilang.
Pupil midnight blue itu mencerminkan visual Zero. Dia menatap yang lain dalam kebingungan, " ... Mungkin? Aku juga tidak tahu."
Tak akan membiarkan atmosfer di antara mereka sepi, Zero mencari topik menarik dari banyaknya yang ada di benaknya untuk melanjutkan percakapan.
"Aster, apa saja benda yang ada di alam semesta?"
Dia tak menjawab, terus diam ketika matanya menelusuri penampilan Zero dari kepala sampai ujung kaki. Lalu dia menaikkan pandangannya menatap wajah sang lawan bicara. Aster menghembuskan CO² sembari memutar tubuhnya ke belakang. Dia berucap singkat, "Kujelaskan nanti."
Hei ... apakah aku baru saja berbuat kesalahan? Atau, aku yang salah sangka? Batin Zero. Tanpa berniat melanjutkan percakapan, dia maju satu langkah.
Sebuah cahaya terang bersinar dari bawah, membawa tubuh keduanya hilang dalam sekejap. Kemudian mereka muncul kembali di tempat yang berbeda, di depan pintu sebuah bangunan. Walau bentuknya tidak begitu besar dan megah, tapi itu cukup memberi kesan 'penasaran.'
Melirik sekilas reaksi Zero, si pemilik manik biru tengah-malam menjelaskan tanpa diminta, "Inilah Museum Magia Principium yang berisi peninggalan-peninggalan sejarah zaman kuno tentang asal-usul sihir."
"Seperti 5.000 tahun yang lalu?”
"Lebih lama, 10.000 tahun yang lalu."
Terlihat mulut sang lawan bicara membentuk huruf 'o.'
Dua kalinya ...
Begitu sesuatu yang menarik memasuki pandangannya, Zero berjalan cepat menghampiri suatu etalase. Dia segera bertanya, "Aster, apa itu?"
Sebuah buku usang yang tampak kuno ada di dalamnya. Dengan posisi tertutup, buku bersampul ungu tua itu bertuliskan "Magia."
Sorot mata midnight blue itu melirik reaksi penuh penasarannya. Namun dia kembali mengalihkan atensi pada buku saat menjelaskan:
"Pada tahun 3206 TKT, spesies kami atau Corvus-z4 yang awalnya sama seperti manusia mengalami evolusi total. Saat itu, Planet Exvi melewati sebuah nebula penuh debu bintang bersama Kaesk.
Nebula FuSRDT, yang sering dikenal sebagai 'sumber kehidupan yang abadi' karena ketersediaan komponen-komponen penting tidak pernah habis sejak 100 miliar TKT yang lalu. Seperti gas — terutama hidrogen dan helium, dan debu bintang ataupun oksigen, nitrogen, dan sulfur yang lebih jarang. Namun, di antara komponen tersebut ada lain yang baru, yaitu debu kuno.
Debu kuno (DtP0) atau serbuk magis, salah satu komponen paling langka yang ada di seluruh galaksi. Debu kuno terbuat dari kumpulan debu bintang yang menyatu karena unsur X, masih belum diketahui. Tidak seperti debu bintang, hal yang membedakan debu kuno adalah komponen itu bisa menyatu dengan syarat tertentu. Debu kuno bisa menyatu dengan makhluk hidup tertentu yang memiliki kandungan 'debu bintang'. Namun, tidak semua spesies yang menyatu dengan debu kuno berakhir baik.
Tingkat keserasian yang sangat tinggi dapat menyebabkan evolusi berlebihan yang memiliki kemungkinan punahnya populasi spesies tertentu. Lalu, tingkat keserasian yang rendah bisa membuat spesies tertentu langsung musnah. Sementara spesies kami tingkat kecocokkannya tidak tinggi maupun rendah, tapi berada di tengah-tengah. Hal itu membuat partikel debu kuno perlahan menyatu dengan tubuh kami. Seolah planet Exvi tak pernah melewati Nebula FuSRDT, dampak negatifnya hanyalah sinyal komunikasi yang hilang.
10 tahun kemudian, barulah seseorang menyadari ada yang berbeda di tubuhnya. Dia, Teinn Magus, tidak sengaja berhasil membuat air berbentuk pena bisa melayang di udara.
Setelah beberapa tahun, terciptalah yang namanya ilmu 'sihir,' sebuah keajaiban hanya untuk yang terpilih (karena tergantung tingkat kecocokkan debu kuno dan makhluk hidup)."
Perlahan-lahan Aster menolehkan kepala seraya kata-katanya sampai di ujung kalimat. Dia menatap indahnya warna violet pada pupil yang sangat fokus. Ragu, apakah Zero menyimak atau hanya mendengarkan sekilas, dia bertanya, "... Apakah ada pertanyaan?"
1 detik, 2 detik, 3 detik ... 10 detik, dia masih diam.
Tak ada, fiks. Simpul Aster tanpa menanyakan Zero lagi.
"Seperti yang aku bilang tadi, kita bisa menyatu dengan debu kuno karena 'keserasian'."
Percikan tak percaya memenuhi netra violet itu. Dia memandang sekeliling sebentar sebelum membuka mulutnya begitu menyimpulkan, "Jadi, simfoni semesta ada untuk itu?"
"Ya, keberhasilan dan kegagalan dibutuhkan satu sama lain untuk melengkapi. Sama seperti keharmonisan yang tercipta karena hal satu dan lainnya yang ada." jelas Aster.
.
.
.
Arena Percobaan-Pertarungan, Exvi.
Zero berjalan menuju bayangan Aster — di depan Aster. Tangannya terulur di udara ketika ia sampai di dalamnya. Dia langsung menarik udara seperti mengambil senjata sejenis tongkat panjang. Dia berjalan mundur beberapa langkah sebelum badannya berbalik dan tangan kanannya terayun ke kiri.
Sebuah bayangan hitam di 'genggaman' tangan Zero menjadi benda padat. Itu memanjang, lalu sedikit mengecil.
Tak lama kemudian, sebuah sabit besar berwarna hitam-ungu berada di genggamannya. Sisa-sisa bayang yang tidak dibutuhkan mengitari sabit besar itu.
Zero kemudian menjelaskan, "Scythe, atau juga bisa disebut sabit besar, kami para CN-Tenebris, ungu, menggunakan ini sebagai alat bertarung. "
"Oh, aku tahu itu. Biar kutebak, apakah itu seni bela diri dengan sabit besar?"
"Tepat sekali," Zero mengangguk. "Sebelum itu, izinkan aku memperkenalkan diri sekali lagi."
Aster mundur selangkah darinya, "Silakan."
"Aku Zereth Obscior dari planet Tenebrae. Spesies CN-Tenebris ungu-biru." Dia menatap manik biru tengah-malam itu, "Umurku 70 tahun bumi, atau 23 TKT."
༺–·—————————————————·–༻
End of Third-Person Pov
To be continued