Kilat Merah.
Merah pekat, menyeramkan. Merah darah. Darah di seluruh tubuhnya.
Lalu hitam.
Pekat, seperti tinta yang menggumpal. Darah yang tampak seperti tinta. Di seluruh tangan.
Plash
Agni mengangkat kepalanya, menatap pantulan di cermin yang buram. Ia membiarkan air mengalir selama dua detik, hanya untuk berpura-pura menikmati kemewahan, sebelum mematikannya dengan rasa penyesalan. Kalau bisa, ia akan membiarkan air terkumpul dan membenamkan kepalanya ke sana untuk mendingin, tapi...
Pantulan itu menunjukkan kenyataan. Matanya yang dulu gelap tapi penuh bara kini tidak lebih dari jurang, tenggelam. Kulitnya kering akibat udara keras yang dipenuhi miasma, dan kerutan nampak jelas di wajah yang dulu disebut sebagai lambang kemudaan.
Kemudaan apa? Agni tertawa pahit. Ia menghabiskan masa mudanya di militer, dan ketika ia mencapai usia tiga puluh, ia dilemparkan ke tempat ini. Pintu gerbang abu-abu neraka. Tempat di mana membiarkan air mengalir selama dua detik adalah dosa.