Lu Yizhou merasa hatinya seolah telah terjun ke dalam sebuah gudang es, begitu dingin hingga ia menarik napas yang menyakitkan. Tidak ada yang lebih menyiksa daripada menatap mata yang begitu ia kenal, hanya untuk mendapati tidak ada apa-apa kecuali perasaan asing dan pemisahan. Itulah sebabnya Lu Yizhou sangat berusaha keras untuk mengumpulkan kesadaran kekasihnya. Hanya agar ia bisa melihat mata itu bercahaya dengan senyum ketika menatapnya.
Untuk sejenak, ia tidak bisa bernafas. Bahkan teriakan histeris para penggemar dan jeritan yang memecahkan langit-langit tidak mampu menggerakkannya. Ia benar-benar tampak seperti patung es ketika berdiri di sana. Jarak mereka jelas kurang dari dua puluh meter, namun entah bagaimana, Lu Yizhou merasa seolah ada jurang yang tidak bisa ia lewati.
Bagaimana mungkin...?