"Bagaimana mungkin aku tidak?" tanya ku, tanganku masih menyentuh kulitnya yang halus seperti sutra. Aku tidak pernah melihat dia bercukur, dan namun, tidak ada sedikit pun tanda-tanda stubble yang terlihat. "Kamu menakjubkan."
"Ku harap," Bin An Sha tersenyum sambil terus menatap aku. "Aku punya bekas luka."
"Kita semua punya bekas luka," bisikku sebagai balasan. Tanganku seperti memiliki pikiran sendiri dan mulai bergerak dari pelipisnya menuju rahangnya, ke bawah lehernya sampai istirahat di dadanya yang telanjang. "Yang terpenting adalah bagaimana kita terus hidup dengan bekas luka kita."
Aku menggigit lidahku, ingin bertanya pertanyaan bodoh seperti... mengapa dia telanjang... tapi aku benar-benar tidak ingin membuatnya sadar akan ketidakadaan kemejanya, jaga-jaga jika dia memutuskan untuk memakai satu.
Nah, itu pasti akan menjadi sebuah aib yang sangat disayangkan.
Tangan kananku terus mengelus dadanya, berharap aku bisa melakukan sesuatu yang lebih.