"Apa yang sedang terjadi?" Aku menggeliat mendengar suara ribut-ribut yang samar dan percakapan, terbenam makin dalam ke selimut dan pelukan Natha.
"Elf-nya datang," bisik Natha sambil menarikku lebih dekat ke pinggangku.
Aku berkedip-kedip mengantuk selama semenit, mencoba mencerna informasi itu. Mataku yang kabur melirik ke jendela, di mana sinar matahari baru saja menyelinap ke dalam kamar. Kepalaku terangkat terkejut ketika otakku menyadari ini. "Pagi begini?"
"Dia datang dari sebuah toko roti atau semacamnya," Natha mendorongku kembali ke tempat tidur, sehingga aku terbaring di atas dada telanjangnya.
"Kamu maksud...toko roti yang Zia suka?"
"Mungkin?"
Aku bersiul dan melihat ke arah pintu. Jadi itu yang dimaksudnya dengan datang ke sini di pagi hari. Sejujurnya, toko roti itu memang enak. Mereka begitu baik sehingga roti dan kue biasanya terjual habis dalam satu atau dua jam setelah tempat itu dibuka.