mereka bilang suami Anda adalah anak Anda yang lain

"Oh, Dewa-dewa..." Arta mengatupkan tangannya, hampir seperti dalam ibadah, dan menarik napas dalam. "Kamu terlihat sangat cantik!"

Uhh... terima kasih, tapi...

"Aah... ini sebuah mahakarya!"

"Aku pikir aku bisa mati dengan tenang sekarang, meninggalkan warisan seperti ini..."

"J-jangan berlebihan!" aku mendesis bingung pada Arta dan krunya, merasa malu dengan cara mereka memuji-muji setelah aku memakai pakaian jamuan dan mahkota untuk pertama kalinya.

Mereka mengangkat alis mereka, saling pandang, dan tertawa. Arta dengan hati-hati menggenggam bahu ku--lebih karena tidak ingin merusak pakaian, menurutku--dan memutar tubuhku menghadap cermin panjang di samping.

Aku melihat pantulan di cermin--bukan penampilanku, tapi mahkotanya. Itu tipis dan halus dan begitu ringan aku hampir tidak bisa merasakan beratnya di kepala. Mahkota itu melingkar di bagian belakang kepalaku dan dua ujung rantingnya berakhir dalam bentuk daun yang menunjuk ke atas, bersandar di dahiku.